Tengkes dapat dicegah dengan konsumsi makanan bergizi. Untuk memenuhi kebutuhan itu, belanja makanan sehat tidak perlu mahal.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Tengkes atau stunting dapat dicegah dengan memastikan kesehatan calon ibu dan janin serta memastikan anak mendapat asupan gizi seimbang di 1.000 hari pertama kehidupan. Namun, sebagian masyarakat masih menganggap bahwa makanan bergizi mahal. Padahal, ada banyak sumber pangan murah nan sehat di sekitar kita.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, kunci mencegah tengkes adalah konsumsi protein hewani. Namun, sebagian orang menganggap daging sapi lebih baik dari ikan berharga murah. Pola pikir masyarakat tentang pangan ini yang mesti dibenahi.
”Padahal, ikan lele juga oke dibandingkan daging dapi yang harganya mahal. Daging sapi harganya Rp 120.000 per kilogram. Lele Rp 18.000 per kg dan bagus untuk ibu hamil dan anak balita. Namun, orang-orang sering gaya (gengsi),” ujar Hasto dalam acara ”Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting” di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Sejumlah penelitian menunjukkan, ikan lele mengandung asam lemak tak jenuh omega-3 dan omega-6 yang tinggi. Jika dijadikan bahan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk bayi, lele dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif dan kecerdasan. Adapun kekurangan konsumsi asam lemak tak jenuh dapat menganggu perkembangan otak dan visual pada bayi.
Protein hewani juga dapat diperoleh dari telur yang harganya terjangkau. Harga rata-rata 1 kg telur di DKI Jakarta pada 10-17 Februari Rp 25.750. Di Nusa Tenggara Barat, harga 1 kg telur Rp 25.500, Kalimantan Timur Rp 27.400-Rp 29.500, dan Papua Rp 29.750-Rp 30.750. Secara nasional, harga rata-rata 1 kg telur di periode yang sama Rp 26.500-Rp 26.700.
Bukan prioritas
Walau terjangkau, pangan sumber protein belum menjadi prioritas belanja rumah tangga. Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2022 mencatat, belanja terbesar kelompok masyarakat 20 persen ekonomi terbawah ialah makanan dan minuman jadi sebesar 24,5 persen, beras 19,99 persen, rokok 11,3 persen, sayuran 9,25 persen, ikan dan makanan laut 7,04 persen, serta telur dan susu 4,65 persen (Kompas, 10/2/2023).
Sementara pada masyarakat kelompok 20 persen ekonomi teratas, pengeluaran terbesar untuk makanan dan minuman jadi sebesar 35,55 persen, rokok 10,7 persen, ikan dan makanan laut 8,84 persen, beras 7,03 persen, daging 6,6 persen, serta telur dan susu 6,05 persen.
Hasto mengajak agar orangtua mengalihkan anggaran belanja rokok untuk membeli telur. Dengan demikian, kebutuhan protein hewani anak bisa dipenuhi. Risiko tengkes pun dapat dihindari.
”Telur cuma Rp 30.000 (per kilogram). Paling sebulan habis Rp 60.000 (untuk telur). Padahal, untuk rokok bisa habis hampir Rp 600.000,” kata Hasto.
Hal serupa juga pernah disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia meminta agar bapak-bapak berhenti merokok dan membelanjakan uang rokok untuk telur agar anaknya tidak tengkes.
Tengkes atau stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang pada anak akibat kurang gizi kronis. Salah satu tanda dari tengkes yang kasatmata ialah tubuh anak yang pendek. Namun, risiko terbesar akibat tengkes antara lain tumbuh kembang otak anak yang terhambat.
Kondisi ini (tengkes) tidak hanya memengaruhi perkembangan fisik, tetapi juga kognitif dan intelektualitas anak.
Kondisi ini tidak hanya memengaruhi perkembangan fisik, tetapi juga kognitif dan intelektualitas anak. Anak yang tengkes juga rentan terhadap berbagai penyakit saat dewasa, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, hingga berisiko mengalami disabilitas. Kondisi ini dapat memengaruhi produktivitas individu saat dewasa.
Tengkes juga menjadi ancaman bagi kualitas sumber daya manusia di masa depan. Hingga 2022, angka prevalensi tengkes 21,6 persen. Pemerintah menargetkan angka tengkes turun menjadi 14 persen pada 2024.
Intervensi
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka tengkes. Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, misalnya, membuat kebun gizi yang dimanfaatkan untuk memasak berbagai menu makanan bergizi.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, pihaknya akan meluncurkan Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Baduta (Rumah Pelita). Rumah ini diperuntukkan bagi anak-anak dengan tengkes. Kondisi kesehatan dan asupan gizi akan diintervensi pemerintah melalui rumah ini.
Setiap hari, anak-anak akan diberi makan tiga kali sehari, kudapan sekali sehari, dan susu. Mereka juga akan diperiksa berkala oleh dokter, ahli gizi, hingga psikolog. Setiap bulan mereka juga bakal diperiksa oleh dokter spesialis anak dan diukur pertumbuhannya. Setelah itu, anak-anak akan dievaluasi status tengkesnya.
Di sisi lain, kesehatan ibu hamil juga diperhatikan. Ada program untuk mengedukasi kesehatan bagi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, kelas memasak, dan pemberian makanan tambahan. Intervensi ke ibu hamil penting karena kesehatan kehamilan berpengaruh juga ke risiko tengkes pada anak yang dilahirkan.