Permasalahan Daerah Harus Jadi Kiblat Para Peneliti
Dalam menciptakan inovasi, peneliti harus berkiblat pada permasalahan yang terjadi di daerah. Untuk di Sumsel, hilirisasi komoditas unggulan adalah masalah yang harus dituntaskan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam menciptakan inovasi, peneliti harus berkiblat pada permasalahan yang terjadi di daerah. Di Sumatera Selatan, hilirisasi komoditas unggulan adalah masalah yang harus dituntaskan. Kolaborasi antarpihak harus diperkuat agar masalah tersebut dapat terselesaikan.
Hal ini mengemuka dalam Musyawarah Wilayah Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (16/2/2023), di Palembang, Sumsel. Hadir dalam musyawarah tersebut periset dan peneliti dari sejumlah daerah di Sumsel, Jambi, dan Bengkulu.
Ketua Umum PPI Syahrir Ika menuturkan, periset diharapkan dapat berkontribusi dalam memecahkan beragam masalah yang dihadapi di daerah. ”Karena itu, berkolaborasilah untuk dapat menghasilkan rekomendasi yang berkualitas,” ucapnya.
Periset, pemerintah, dan industri harus bisa bekerja sama untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan sehingga nantinya tercipta produk yang benar-benar dibutuhkan di daerah masing-masing. Meskipun begitu, Syahrir berharap periset harus tetap independen dan tidak terjerumus dalam konflik kepentingan.
Tujuannya, agar hasil riset benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, bukan untuk golongan tertentu. ”PPI tidak berada di bawah pemerintah ataupun BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), tetapi berjalan seiring untuk menciptakan kebijakan yang berkualitas,” ujarnya.
Periset juga perlu membangun jaringan dengan tetap mengedepankan etika profesi. ”Karena etika profesi adalah hal yang paling utama sehingga harus tetap dijunjung dalam menjalankan penelitian,” kata Syahrir.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumsel Alamsyah mengatakan, saat ini Sumsel sangat membutuhkan inovasi di sektor pangan, perikanan, pertanian, dan perkebunan. ”Inovasi ini diharapkan dapat bermuara pada terciptanya solusi dari beragam permasalahan yang sedang dihadapi,” ucapnya.
Alamsyah menyadari saat ini masih ada ”jurang pemisah” antara peneliti dan kalangan industri. Di sinilah peran pemerintah menjadi penjembatan agar riset yang dihasilkan para peneliti tidak hanya tersimpan dalam buku atau jurnal, tetapi dapat diimplementasikan untuk kebutuhan industri.
Tahun 2022, ujar Alamsyah, Sumsel ditetapkan sebagai daerah terinovatif tingkat nasional karena mampu menghasilkan 260 inovasi. Sebagian besar inovasi tersebut tercipta dari hasil riset para peneliti. ”Tidak hanya dari akademisi, inovasi tersebut muncul dari masyarakat umum, seperti petani, bahkan ibu rumah tangga,” ujarnya.
Ekosistem inilah yang harus terus dibangun agar inovasi yang tercipta dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas. Ia mencontohkan, saat ini Balitbangda Sumsel sedang bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti lembaga pendidikan dan pemerintah daerah, untuk menciptakan produk makanan lokal yang bisa dipasarkan di luar Sumsel.
Jumlah laboratorium masih sangat minim.
Di sisi lain, pihaknya memanfaatkan media sosial agar semua inovasi yang dihasilkan para peneliti bisa disebarluaskan ke berbagai kalangan, termasuk industri. ”Dengan begitu, hubungan antara peneliti dan industri akan semakin kuat,” ujarnya.
Ketua PPI Sumsel Nasrudin mengatakan, dalam menjalankan tugasnya, peneliti di Sumsel masih terkendala sarana dan prasarana penelitian. ”Jumlah laboratorium sangat minim,” ucapnya. Dampaknya, banyak peneliti yang harus mengeluarkan anggaran untuk dapat melakukan penelitian secara optimal.
Karena itu, kolaborasi antarpihak sangat dibutuhkan. Apalagi, jika penelitian itu berkaitan dengan komoditas unggulan. Ia mencontohkan, untuk sawit dan karet di Sumsel, sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bahan baku. ”Padahal, jika diproses untuk menjadi barang jadi atau setengah jadi, nilai tambah yang diperoleh akan lebih besar,” ujarnya.
Nasrudin mencontohkan pengolahan karet alam menjadi komponen alat kesehatan yang saat ini tengah dikembangkan. ”Karet alam dari Sumsel ternyata bisa dikembangkan menjadi komponen ban kursi roda atau tongkat penyanggah,” ucapnya. Jika ini diproduksi secara luas, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor bahan karet sintetis dari luar negeri.
Hanya saja, masih banyak hasil riset dari Sumsel yang tidak terpublikasi dengan baik. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak hasil inovasi tidak terhubung dengan industri. Mengatasi permasalahan ini, PPI Sumsel akan fokus untuk menyebarluaskan hasil riset juga biodata periset kepada pemerintah dan industri agar mereka dapat terhubung secara lebih erat.