RUU Kesehatan Disepakati Dibahas sebagai Inisiatif DPR
Pembahasan RUU Kesehatan telah disepakati untuk dibahas sebagai inisiatif DPR. Meski begitu, keputusan tersebut menuai polemik dari sejumlah pihak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melewati spanduk penolakan RUU Kesehatan di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2022). Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disusun dengan menghimpun sejumlah regulasi atau omnibus law ini masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Kesehatan telah disepakati untuk dibahas lebih lanjut sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Meski begitu, sejumlah pihak memberikan catatan terkait pembahasan tersebut. Diharapkan pembahasan dilakukan secara saksama dan memperhatikan partisipasi masyarakat.
Rancangan Undang-Undang Kesehatan telah disetujui sebagai inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-16 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023 di Jakarta, Selasa (14/2/2023). Komisi IX DPR pun telah ditugaskan untuk membahas RUU tersebut bersama dengan pemerintah. Delapan fraksi menyepakati RUU Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR. Satu fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak.
Anggota DPR dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/2/2023), mengatakan, pembahasan RUU Kesehatan perlu disiapkan secara matang. Sejumlah konsepsi dari pembahasan RUU tersebut dinilai kurang tepat. Hal itu terjadi akibat pembahasan yang terburu-buru dan kurang memperhatikan partisipasi masyarakat.
”Kami memandang memang betul kita perlu ada perubahan dalam sistem kesehatan kita. Namun, kita perlu menyisir betul-betul apa yang diperlukan karena pilihan politik untuk pembahasan RUU ini dengan pendekatan omnibus law,” tuturnya.
Ledia mengatakan, pada RUU Omnibus Kesehatan ini setidaknya ada sembilan undang-undang yang dibatalkan. Artinya, aturan dalam undang-undang tersebut pun dihapus. Hal tersebut bisa menimbulkan kekosongan hukum.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Pin bertuliskan Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law” dikenakan oleh massa aksi saat demonstrasi menolak RUU Kesehatan omnibus law di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022). Demonstrasi digelar untuk mendesak DPR mencabut RUU Kesehatan dari Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2023.
Menurut dia, penyusunan RUU Kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan dan kontradiksi pengaturan. Partisipasi bermakna dari berbagai pihak pun harus dipastikan karena banyaknya undang-undang yang akan terdampak dalam penyusunan RUU tersebut.
Kami memandang memang betul kita perlu ada perubahan dalam sistem kesehatan kita. Namun, kita perlu menyisir betul-betul apa yang diperlukan karena pilihan politik untuk pembahasan RUU ini dengan pendekatan omnibus law.
Adapun undang-undang yang akan masuk dalam pembahasan RUU Kesehatan antara lain Undang-Undang Nomor 4/1984 tentang Wabah, UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2009 tentang Kesehatan, UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit, UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No 4/2019 tentang Kebidanan, dan UU No 38/2014 tentang Keperawatan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi menyampaikan, upaya untuk mereformasi sistem kesehatan perlu dilakukan secara komprehensif. Hal itu menyangkut sistem pendidikan tenaga kesehatan, sistem pelayanan kesehatan, dan sistem pembiayaan kesehatan.
”Ketiga hal itu tidak bisa dipisahkan. Karena itu, perlu diidentifikasi satu per satu. Undang-undang yang ada saat ini pun belum terimplementasi dengan baik. Apakah perlu sebuah regulasi undang-undang yang baru?” ucapnya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Pimpinan Pusat Muhammadiyah beserta organisasi masyarakat dan organisasi profesi seperti IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, dan Persatuan Perawatan Nasional Indonesia telah dikeluarkan pernyataan akan menolak RUU Kesehatan. Salah satu catatan yang disampaikan ialah RUU Kesehatan dinilai sebagai bagian dari gerakan global liberalisasi di bidang kesehatan. Hal itu memang tidak dapat dihindari. Akan tetapi, kondisi tersebut harus disikapi dengan berhati-hati dan tidak gegabah agar tidak merugikan kepentingan masyarakat di bidang kesehatan.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Tenaga kesehatan yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022). Aksi ini digelar untuk mendesak DPR mencabut RUU Kesehatan omnibus law dari Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2023.
Hal lain yang menjadi catatan dari pembahasan RUU Kesehatan disampaikan pula oleh pemerhati kebijakan publik yang merupakan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) periode 2011-2015, Chazali H Situmorang. Menurut dia, sejumlah pasal yang diatur dalam RUU Kesehatan, khususnya terkait dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dapat mereduksi fungsi, tugas, dan wewenang BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Itu akan memberikan kekuasaan full power pada menteri terkait sehingga tidak ada check and balances dalam penyelenggaraan pelayanan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Pertanyaannya, apakah dengan RUU Kesehatan akan membuat pelayanan kesehatan bagi peserta akan lebih baik?" katanya.
Ketika ditemui di Jakarta, Selasa (7/2/2023), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, selama ini menteri kesehatan telah diundang untuk memberikan masukan dalam pembahasan RUU Kesehatan. Berbagai usulan pun telah disampaikan dalam upaya reformasi kesehatan secara keseluruhan.
“Kami melihat pembenahan tidak bisa dilakukan secara sporadis. Jika begitu, berapa regulasi yang harus direvisi dalam upaya reformasi kesehatan kita,” ujarnya.
Salah satu fokus yang akan dilakukan dalam upaya reformasi kesehatan yakni pada transformasi sumber daya manusia kesehatan. Ketersediaan SDM Kesehatan masih kurang dan tidak merata. Itu terutama pada ketersediaan dokter spesialis. Dengan skema terbaik pun butuh waktu delapan tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas menyiapkan suntikan vaksinasi untuk tenaga kesehatan (nakes) di sentra vaksin Gelanggang Remaja Pulogadung, Jakarta, Selasa (1/8/2022). Kementerian Kesehatan memutuskan memberikan vaksin Covid-19 dosis penguat kedua bagi tenaga kesehatan.
Budi menuturkan, sistem pendidikan kedokteran di Indonesia ke depan akan dilakukan berbasis pada rumah sakit dan perguruan tinggi. Saat ini, sistem pendidikan kedokteran spesialis hanya berbasis pada perguruan tinggi.
"Dalam penerapan pendidikan spesialis berbasis rumah sakit nanti akan dilakukan secara bertahap, mulai dari rumah sakit vertikal. Rumah sakit swasta pun akan dilibatkan," katanya.