Lebih Jauh tentang ”Overthinking”
"Overthinking" merupakan kecenderungan cemas secara berlebihan yang berdampak negatif. Cari tahu tentang gejala dan cara mengatasinya lebih jauh.
Tampaknya gejala overthinking terus melanda banyak orang, sebagian besar dari mereka sulit menghentikannya, meski cukup paham bahwa lebih banyak rugi daripada untungnya. Mari kita kupas lebih jauh.
Jenny Maenpaa (2022), seorang psikoterapis, mengatakan bahwa overthinking adalah kecenderungan cemas yang sering ditemui dalam praktik psikoterapinya. Ada banyak hal yang cenderung kita pikirkan secara berlebihan, seperti mengulang masa lalu, mengulang skenario yang sama terus-menerus di kepala kita.
Sementara khawatir adalah hal yang berbeda, yakni kita cenderung terobsesi dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan.
David A. Clark (2020). psikolog klinis dan penulis, menggunakan istilah overthinking untuk merujuk pada kecenderungan berlebihan dalam memantau, mengevaluasi, dan berusaha mengendalikan semua jenis pemikiran. Overthinker tidak hanya sangat menyadari pemikirannya, tetapi juga menghabiskan banyak waktu untuk mencoba memahami penyebab dan makna pemikirannya.
Baca juga : ”Overthinking”
Hal ini bisa menjadi masalah tersendiri, tetapi hanya sedikit orang yang menyadari efek negatifnya. Banyak orang menyimpulkan bahwa terlalu banyak berpikir adalah bagian dari kepribadian mereka dan tidak menyadari bahwa tersedia strategi untuk melawan hal tersebut.
Jenis "overthinking"
Amy Morin (2022), pekerja sosial klinis dan penulis, mengatakan, ada beberapa jenis pemikiran berlebihan. Banyak di antaranya disebabkan oleh distorsi kognitif, yang merupakan cara berpikir negatif atau terdistorsi.
1. Pemikiran ”All-or-Nothing”
Jenis pemikiran berlebihan ini hanya melihat situasi secara hitam atau putih. Alih-alih melihat baik dan buruknya, Anda mungkin menganalisis suatu peristiwa hanya dalam kaitannya dengan keberhasilan total atau kegagalan total.
2. Catastrophizing
Jenis tersebut melibatkan pemikiran bahwa segala sesuatu lebih buruk dari yang sebenarnya. Sebagai contoh, Anda mungkin takut gagal dalam ujian.
Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran bahwa Anda akan gagal dalam kelas, yang kemudian akan menyebabkan gagal sekolah, tidak mendapatkan gelar, dan tidak dapat menemukan pekerjaan. Jenis pemikiran berlebihan ini membuat Anda khawatir tentang skenario terburuk yang tidak realistis.
3. Menggeneralisasi berlebihan
Jenis ini terjadi ketika Anda mendasarkan aturan ataupun harapan di masa depan pada peristiwa tunggal atau acak dari masa lalu. Alih-alih menerima bahwa hasil berbeda mungkin terjadi, Anda berasumsi bahwa hal-hal tertentu akan selalu atau tidak pernah terjadi.
Dalam hal ini, menggeneralisasikan secara berlebihan satu peristiwa dari masa lalu ke setiap kejadian di masa depan acap menyebabkan Anda terlalu banyak berpikir dan mengkhawatirkan hal-hal yang mungkin tak akan pernah terjadi.
Dampak "overthinking" terhadap kesejahteraan hidup
Amy Morin (2016, 2020) mengatakan bahwa terlalu memikirkan banyak hal tidak hanya mengganggu, tetapi juga bisa berdampak serius terhadap kesejahteraan hidup.
Penelitian menemukan bahwa terus memikirkan kekurangan, kesalahan, dan persoalan dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Lalu saat kesehatan mental menurun, kecenderungan Anda untuk merenung akan meningkat, menyebabkan lingkaran setan yang sulit diputus.
Studi juga menunjukkan terlalu banyak berpikir menyebabkan tekanan emosional yang serius. Untuk menghindari, banyak overthinker menggunakan strategi mengatasi yang tidak sehat, seperti alkohol atau makanan. Jika tidak dapat menghentikannya, Anda mungkin bermasalah dengan tidur, lebih sedikit jam tidur atau mutu tidur buruk.
Terlalu banyak berpikir juga dapat berdampak serius pada relasi. Mengasumsikan yang terburuk dan melompat ke kesimpulan salah dapat menyebabkan pertengkaran dan konflik dengan orang lain. Terobsesi dengan setiap hal kecil yang dilakukan dan dikatakan orang lain juga bisa berarti Anda salah memahami apa yang ingin mereka sampaikan.
Baca juga : Mengelola Kecemasan
Hal ini dapat menyebabkan kecemasan relasi, perilaku terus membutuhkan kepastian atau berusaha mengendalikan orang lain, sehingga merusak hubungan dengan orang lain.
Cara menghentikan "overthinking"
Berikut merupakan tiga strategi yang disarankan oleh Jenny Maenpaa untuk menghentikannya.
1. Pembingkaian ulang yang positif
Hal ini sering dikacaukan dengan ”kepositifan beracun”, yang meminta seseorang untuk berpikir positif, tanpa peduli seberapa sulit situasinya. Sementara pembingkaian ulang positif memungkinkan Anda untuk mengakui aspek negatif, lalu meminta Anda untuk mengevaluasi apa ada cara lain untuk memikirkan situasi tersebut. Mungkin ada manfaat atau hal yang dapat Anda ubah tentang hal itu.
Terlalu banyak berpikir menyebabkan tekanan emosional yang serius. Untuk menghindari, banyak overthinker menggunakan strategi mengatasi yang tidak sehat seperti alkohol atau makanan.
Sebagai contoh, Anda terus-menerus mengeluh: ”Saya benci menjadi bos. Dengan semua tanggung jawab tersebut, sulit untuk mengelola begitu banyak kepribadian yang kompleks. Ini melelahkan saya secara emosional dan mental.”
Melepaskan mungkin terasa baik untuk sesaat, tetapi hal itu tidak menyelesaikan apa pun. Bahkan kemungkinan besar Anda akan terus memikirkan seberapa besar Anda membenci pekerjaan atau seberapa buruk rasanya Anda mengelolanya.
Untuk mempraktikkan pembingkaian ulang positif, ganti pemikiran di atas dengan: ”Saat ini banyak hal yang menantang dan saya merasa terputus dengan masalah saya. Saya ingin tahu apakah saya dapat mengubah sesuatu tentang situasi ini atau harapan saya tentang hal itu.”
Pola pikir ini memberi Anda kekuatan untuk mengubah situasi. Anda dapat memulai dari yang kecil dengan memeriksa tugas-tugas penting apa yang harus diselesaikan terlebih dahulu, lalu tunda atau delegasikan sisanya sampai kecemasan berkurang. Kuncinya adalah mengambil langkah mundur dan menangani hal-hal satu per satu.
2. Tuliskan pikiran satu kali, lalu alihkan perhatian selama 24 jam.
Saat otak mengira Anda berada dalam konflik atau bahaya, sistem alarm bawaan berbunyi secara internal untuk melindungi kita. Tuliskan perasaan negatif Anda dan menunggu setidaknya 24 jam (atau hanya beberapa jam jika ini masalah mendesak) sebelum menjawab atau mengambil tindakan impulsif.
Kemudian, simpan tulisan itu sementara Anda mengalihkan perhatian kepada tugas lain. Menuliskan pikiran negatif dapat menghilangkan kekuatannya, terkadang membuat Anda tidak merasa perlu mengambil tindakan berdasarkan kecemasan.
3. Berlatih ”terima kasih khusus”
Mengungkapkan rasa syukur dapat meningkatkan kebahagiaan kita. Hal ini dapat membantu mengontekstualisasikan rasa frustrasi kita terhadap apa yang disukai dan membantu kita terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, apakah itu orang lain, hewan, alam, atau kekuatan lebih tinggi.
Baca juga : Kesejahteraan Psikologis di Masa Sulit
Ditemukan bahwa mengulangi praktik syukur yang sama berulang kali dapat menjadi hafalan dan mengurangi manfaatnya. Karena itu, perlu mempraktikkan sesuatu yang disebut ”rasa terima kasih yang khusus”.
Sebagai contoh, alih-alih menulis di jurnal setiap hari bahwa ”Saya bersyukur atas kesehatan saya,” gantilah dengan menulis, ”Saya bersyukur bahwa saya pagi ini bangun tanpa sakit punggung dan mampu latihan.”
Hal ini membantu Anda tetap fokus di sini dan saat ini, bukan terlalu memikirkan yang abstrak dan umum saja. Besok, mungkin masih bersyukur atas kesehatan Anda, tetapi mungkin secara khusus bersyukur bahwa Anda memiliki energi yang cukup untuk jangka panjang.
Selamat melatih diri.