Realisasi Anggaran Kementerian Sosial Sebesar 98,58 Persen
Anggaran Kementerian Sosial pada 2022 sebesar Rp 97,9 triliun. Dari angka itu, realisasi anggaran sebesar 98,58 persen atau Rp 96,5 triliun.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi anggaran Kementerian Sosial tahun anggaran 2022 mencapai 98,58 persen. Dari total anggaran sebesar Rp 97,9 triliun, realisasi di Kementerian Sosial Rp 96,5 triliun. Penyerapan anggaran paling banyak untuk belanja bantuan sosial, yakni Rp 91,8 triliun.
Hal ini disampaikan Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Selain untuk belanja bantuan sosial, anggaran Kementerian Sosial juga digunakan untuk belanja barang (realisasi Rp 4 triliun), belanja pegawai (realisasi Rp 428,7 miliar), dan belanja modal (realisasi Rp 158,5 miliar).
Salah satu belanja bantuan sosial dialokasikan untuk program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi). Program ini menyasar, antara lain, anak yatim piatu, warga lansia, korban darurat kebencanaan, dan penyandang disabilitas.
”Bansos (bantuan sosial) pada Ditjen Rehsos (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos) dialokasikan untuk bantuan Atensi dengan jumlah alat bantu (untuk difabel) tersalurkan sebanyak 15.478 unit. Realisasi (program Atensi) sebesar Rp 595,21 miliar atau 98,83 persen,” kata Risma.
Alat bantu untuk penyandang disabilitas mencakup, antara lain, tongkat adaptif, kursi roda standar, alat bantu dengar, kursi roda elektrik, motor roda tiga, walker, dan kursi roda bagi orang dengan cerebral palsy. Adapun salah satu kebutuhan mendesak penyandang disabilitas adalah alat bantu.
Tidak semua orang punya akses pada alat bantu. Selain karena mahal, alat bantu tidak bisa langsung diganti saat rusak.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Nursyamsu mengatakan, program pemberdayaan penyandang disabilitas akan berkelanjutan. Selain diberi alat bantu, difabel akan didorong agar mandiri dan sejahtera.
Program pemberdayaan akan disesuaikan dengan minat dan potensi penyandang disabilitas. Agar bantuan sesuai kebutuhan penyandang disabilitas, asesmen di lapangan mesti dilakukan.
Perlindungan sosial
Belanja bantuan sosial juga dialokasikan untuk program perlindungan sosial bagi korban bencana alam (realisasi Rp 280,43 miliar atau 99,24 persen) dan bencana sosial non-alam (realisasi Rp 50,89 miliar atau 100 persen). Selain itu, ada Rumah Sejahtera Terpadu Program Keluarga Harapan (PKH).
Adapun anggaran untuk PKH sebesar Rp 28,7 triliun telah 100 persen disalurkan kepada penerima manfaat. Namun, realisasi transaksinya Rp 28,48 triliun atau 99,22 persen.
”Kami sudah menyalurkan 100 persen, tapi transaksinya di masyarakat 99,22 persen. Ada kemungkinan yang bersangkutan meninggal, pindah, dan sebagainya. Jadi, beda antara realisasi sukses salur dan realisasi transaksi,” kata Risma.
Pada 2023, anggaran Kementerian Sosial sebesar Rp 78 triliun. Sebagian besar anggaran akan dialokasikan untuk program perlindungan sosial, yakni Rp 74 triliun. Sebanyak Rp 4 triliun sisanya bakal dialokasikan untuk, antara lain, penanganan bencana, anak, warga lansia, pengguna narkoba, dan orang telantar.
Saat dihubungi terpisah pada Kamis (9/2/2023), anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menekankan pentingnya akurasi data penerima manfaat. Selama ini, data penerima bansos mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini mesti diperbarui berkala agar sesuai dengan kondisi lapangan. Sebab, distribusi bansos tidak tepat sasaran masih kerap terjadi.
DataTerpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) mesti diperbarui berkala agar sesuai dengan kondisi lapangan. Sebab, distribusi bansos tidak tepat sasaran masih kerap terjadi.
Pemerintah juga mesti satu suara dalam menetapkan sumber data acuan bansos. Konsensus ini agar melibatkan semua pihak, baik kementerian/lembaga, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Pengawasan penggunaan bansos di masyarakat juga penting. Menurut Robert, dana bansos rawan digunakan oleh penerima manfaat untuk belanja konsumtif, seperti rokok. Pengawasan juga penting untuk memastikan bansos tidak terlambat dibayarkan.
”Mesti dipastikan agar yang berhak jadi penerima atas perlindungan negara betul-betul mendapat haknya,” ucap Robert.
Ia juga mendorong agar Kementerian Sosial menyusun program sosial yang inklusif. Ini bertujuan agar semua orang yang terdampak krisis mendapat perlindungan sosial yang jadi tanggung jawab negara. Menurut pemeriksaan Ombudsman di lapangan, masih banyak orang yang tidak menerima perlindungan sosial, misalnya saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak pada 2022.