Kekerasan berbasis jender di ranah daring menjadi keprihatinan bersama. Selain meningkatkan literasi digital, perempuan dan anak perlu terus didukung agar berani melawan dan melaporkan kasus kekerasan yang menimpanya.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring meningkatnya penggunaan internet dan terbukanya akses pada media sosial, kasus kekerasan berbasis jender secara daring semakin banyak. Perempuan dan anak-anak paling sering menjadi korban.
Catatan Tahunan 2022 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, laporan kasus kekerasan berbasis jender daring (KBGO) menempati posisi tertinggi dalam pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah publik, yakni 69 persen dari total kasus.
Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, sebanyak 8,7 persen perempuan berumur 15-64 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara daring sejak berumur 15 tahun. Selain itu, 3,3 persen perempuan mengalami hal tersebut dalam setahun terakhir.
Bertepatan dengan peringatan Hari Internet Aman Sedunia (Safer Internet Day) 2023, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta semua pihak menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak-anak, baik di ruang publik maupun virtual.
Ia juga menyerukan perempuan dan anak-anak agar berani bersuara melawan kekerasan dan berbagai perlakuan salah yang tidak semestinya mereka terima.
”Kegiatan hari ini menjadi momentum yang sangat baik bagi kita bersama untuk mempromosikan penggunaan internet yang aman, bertanggung jawab, dan positif untuk melindungi perempuan dan anak,” ujar Bintang Darmawati pada acara peringatan Safer Internet Day 2023 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Ia menegaskan, mendorong korban berani bicara sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2021 melalui kampanye Dare to Speak up. Masyarakat juga diminta melaporkan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan ataupun anak melalui layanan pengaduan, seperti SAPA 129, call center 129, atau Whatsapp di 08111-129-129.
Kalau merasa terancam bahaya atau disakiti dalam bentuk apa pun, jangan ragu melaporkan kepada orang yang kamu percaya, supaya mendapatkan bantuan yang kamu butuhkan.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual diharapkan menjadi payung hukum yang dapat melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan seksual secara komprehensif, baik di ruang-ruang publik maupun di ruang-ruang virtual.
Perlindungan di ranah daring
Sementara itu, Maniza Zaman, Kepala Perwakilan Unicef Indonesia, menyatakan, internet menjadi bagian penting dari kehidupan saat ini, termasuk bagi anak-anak.
Namun, internet juga memiliki sisi gelap yang berbahaya dan berisiko mengancam keselamatan, seperti perundungan, perlakuan salah, dan eksploitasi seksual melalui ranah daring.
”Kami meminta anak-anak dan anak muda untuk belajar bagaimana berselancar di ranah daring dengan aman. Kalau merasa terancam bahaya atau disakiti dalam bentuk apa pun, jangan ragu melaporkan kepada orang yang kamu percaya supaya mendapatkan bantuan yang kamu butuhkan,” ujar Maniza.
Unicef juga menyerukan kepada setiap orang untuk berupaya semaksimal mungkin melindungi anak-anak dari bahaya yang mengintai di ranah daring.
Sementara Atsuko Okuda, Direktur Regional International Telecommunication Union (ITU) Asia dan Pasifik menegaskan, ITU berkomitmen dalam penyusunan peta jalan nasional perlindungan perempuan dan anak di ranah. ”Mari kita pastikan anak-anak kita menikmati sepenuhnya manfaat konektivitas yang bermakna, sementara tetap terjaga keselamatannya di ruang digital,” katanya.
Panduan Perlindungan Anak di Ranah Daring disusun oleh Indonesia Child Online Protection (ID-COP), gerakan bersama untuk keselamatan anak Indonesia di Internet dari berbagai organisasi pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil. Panduan tersebut berisi pedoman bagi pengambil kebijakan, orangtua, guru, dan kalangan industri tentang bagaimana melindungi anak di ranah daring.