Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama turut berkiprah mencerdaskan anak bangsa. Memasuki abad kedua NU, arah masa depan pendidikan tinggi NU diperkuat agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melawan ketertinggalan pendidikan menjadi prioritas menyambut abad kedua Nahdlatul Ulama. Sebab, jumlah perguruan tinggi NU cukup banyak hingga di pelosok negeri, tetapi masih ada kesenjangan kualitas.
Sekretaris Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Ahmad Suaedy menyampaikan hal itu, dalam webinar Komunitas SEVIMA di peringatan Satu Abad NU bertajuk ”Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LPTNU: Cara Rumuskan Arah Pendidikan Tinggi di Momen Satu Abad NU”, Senin (6/2/2023).
Jika satu abad yang lampau tantangan NU melawan penjajah, saat ini organisasi Islam terbesar di dunia ini harus melawan musuh yang jauh lebih besar tetapi tak kasatmata. Musuh tersebut adalah belum meratanya kualitas pendidikan di Indonesia.
”Jumlah perguruan tinggi kita cukup banyak, sampai pelosok pun ada. Namun, kualitas masih ada kesenjangan. Kondisi di Jawa dan Papua masih jauh sekali dan masih banyak kampus yang saat ini berfokus mengejar ranking, bukan memperbaiki kualitas pendidikan tinggi,” kata Ahmad yang juga Ketua Religion of Twenty (R20).
Pada tahun 2021, terdata 274 perguruan tinggi NU. Dari jumlah tersebut, 84 PT di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, termasuk 15 Akademi Komunitas Berbasis Pesantren, serta 190 PT di bawah Kementerian Agama. Jumlah total mahasiswa mencapai 242.314 orang.
Menentukan arah
Oleh karena itu, dalam rangka rangkaian Peringatan Satu Abad NU, LPTNU sebagai bagian dari Pengurus Besar NU akan menyelenggarakan rakernas untuk merumuskan filosofi pendidikan tinggi di usianya yang akan memasuki abad kedua.
Jumlah perguruan tinggi kita cukup banyak, sampai pelosok pun ada. Namun, kualitas masih ada kesenjangan. Kondisi di Jawa dan Papua masih jauh sekali.
Rakernas LPTNU dan Konferensi PTNU 2023 akan diadakan di Medan, Sumatera Utara, pada 8-10 Maret 2023, bertema ”Merawat Jagat, Membangun Peradaban dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. ”Kami perlu menentukan arah ke depan,” ujar Ahmad yang juga menjabat Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas NU Indonesia.
Menurut Ahmad, filosofi yang dibangun NU untuk pendidikan tinggi akan fokus pada tiga hal yakni platform pendukung, landasan kebijakan, dan pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan perguruan tinggi NU relevan dengan masyarakat, sekaligus memperjuangkan filosofi, etika, dan keadilan.
Pemanfaatan teknologi informasi, kata Ahmad, sebagai upaya untuk memberi bekal para santri menghadapi revolusi industri yang amat cepat. Itu dilakukan dengan merintis pembelajaran dan pengelolaan perguruan tinggi berbasis digital, hingga rencana NU membuat perguruan tinggi yang berbasis online.
”Bagaimana agar PTNU tidak ketinggalan dari yang lain tanpa mengatakan harus mengejar, makanya kami harus punya platform, landasan kebijakan, dan memanfaatkan teknologi,” tuturnya.
”Salah satu cirinya, santri nantinya mempunyai ilmu agama yang baik tetapi tidak kalah dari sisi teknologi. Untuk memperkuat mobilitas sosial, santri ketika lulus bisa masuk ke perusahaan, pemerintahan, bahkan berkibar di dunia internasional karena mampu menguasai teknologi,” kata Ahmad.
Ahmad mengajak dukungan pikiran dari sivitas akademika dari kampus lain, bahkan yang bukan NU, untuk memperkuat formula perubahan NU di abad ke-21. ”Karena tantangan pendidikan dan tantangan dunia saat ini makin kompleks. Kita kumpulkan bersama pikiran dan strategi untuk menghadapi abad kedua NU,” ujar Ahmad.
Secara terpisah, mantan Sekretaris Jenderal PBNU A Helmy Faishal Zaini mengatakan, sebagai bagian dari upaya menjawab tantangan zaman kian kompleks, sumber daya manusia NU modern penting untuk digarap lebih serius pada abad kedua NU. Upaya pemberdayaan pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi tidak bisa ditawar lagi.
”Fokus pendidikan di semua lini lembaga yang dimiliki NU yang selama ini dinilai kurang relevan dengan tantangan zaman harus disesuaikan dengan tagihan dan tuntutan zaman,” ujar Helmy yang juga Ketua Islam Nusantara Foundation
Dalam acara bertajuk ”Technology Disruption: Risks and Opportunities” pada acara NU Tech Final Day, akhir tahun lalu, di Kota Malang, Jawa Timur, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengutarakan, disrupsi teknologi dapat dioptimalkan untuk kemajuan bangsa, termasuk oleh lembaga pendidikan NU.
Untuk itu, perlu kemauan menjadi pembelajar sepanjang hayat agar terus relevan dengan perkembangan zaman. Selanjutnya adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif agar mampu menghadirkan solusi atas berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi.