Pameran seni rupa kontemporer ”New Hope” di Galeri Nasional menampilkan karya sejumlah perupa muda. Karya mereka bukan hanya representasi generasi baru di dunia seni, tetapi juga harapan baru.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Suasana pameran seni rupa kontemporer "New Hope" di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (6/2/2023). Pameran yang berlangsung pada 3-23 Februari 2023 ini menampilkan 91 karya seni dari 30 perupa dalam dan luar negeri (Malaysia dan Rusia). Karya yang dipamerkan pun beragam, mulai dari lukisan, tekstil, hingga instalasi.
Pameran seni rupa kontemporer ”New Hope” tak ubahnya rapalan doa dari para seniman, kurator, hingga penyelenggara. Ada yang mengharapkan regenerasi, ada pula yang berharap jalannya sebagai seniman muda di masa depan terang. Seni dipilih sebagai medium menjaga harapan-harapan itu.
Pameran ini berlangsung pada 3-23 Februari 2023 di Galeri Nasional, Jakarta. Semula ada 133 karya seni yang akan dipajang, namun karena satu dan lain hal, hanya 91 karya yang dipamerkan. Semuanya karya 30 perupa yang didominasi dari Indonesia. Beberapa perupa dari Malaysia dan Singapura.
Dari 30 perupa, sebagian besar kelahiran tahun 1990-an (9 orang). Ada satu orang kelahiran 2000-an, sementara perupa lainnya kelahiran 1960-an (4 orang), 1970-an (8 orang), dan 1980-an (8 orang).
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana pameran seni rupa kontemporer "New Hope" di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Direktur Art Xchange Gallery (AXG) Benny Oentoro sebelumnya mengatakan, regenerasi dunia seni dibutuhkan sehingga ruang untuk mewadahi karya perupa muda menjadi penting. “Kami percaya dunia seni kita tidak boleh berhenti hanya pada karya-karya old masters,” kata Benny pada pembukaan pameran, Jumat (3/2/2023).
Perupa generasi muda diperkirakan menghadapi banyak tantangan di masa depan. Globalisasi membuat seniman tidak hanya “bersaing” dengan seniman dalam negeri, tapi juga luar negeri. Seniman muda juga hidup di zaman menantang karena berbagai krisis, seperti krisis lingkungan dan kesehatan.
Menurut perupa asal Yogyakarta, Burhanudin Reihan Afnan (26), tantangan setiap zaman berbeda. Seniman di masa lalu, misalnya, menjadikan seni sebagai media mengkritik pemerintah dan menyuarakan aspirasi rakyat.
Kini, seni dimaknai secara luas oleh para seniman, baik sebagai media media berekspresi, menyuarakan keresahan, hingga mencari nafkah. Seni juga berkembang secara luas mengikuti perkembangan zaman, baik dari segi teknik, pemanfaatan material, hingga interaksinya dengan audiens.
“Saya pernah dengar bahwa seni rupa Indonesia bergantung pada seniman muda saat ini. Menurut saya, masing-masing generasi punya bahasa sendiri untuk berkesenian,” kata Burhan yang juga peserta pameran “New Hope” saat dihubungi dari Jakarta, Senin (6/2/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengunjung menikmati karya-karya dalam pameran seni rupa "New Hope" di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (6/2/2023). Pameran tersebut menghadirkan 91 karya dari 30 perupa. Selain menghadirkan seniman dari sejumlah daerah seperti Bali, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, seniman dari Malaysia dan Rusia juga turut berpartisipasi. Pameran "New Hope" akan berlangsung hingga 23 Februari 2023.
Ekspresi diri
Adapun Burhan memasukkan enam karyanya untuk pameran “New Hope”. Tiga di antaranya lukisan yang dibuat dengan teknik airbrush di atas kanvas, sementara tiga lainnya lukisan dengan media akrilik dan fiberglass. Keduanya dibuat dengan gaya pop art.
Ia mengatakan, karyanya menggambarkan problem anak muda yang kerap mengalami krisis identitas. Sebagai seniman, ia kerap gamang dengan jalan hidupnya. Sisi idealis dirinya ingin terus berkesenian. Namun, sisi lain dirinya ragu karena belum ada jaminan sukses di jalan seni.
“Dunia seni seperti perjudian. Seni menawarkan kesuksesan yang diimpikan semua orang. Tapi, kadang kita tidak tahu mau jadi seniman yang seperti apa,” katanya. “Pertanyaannya adalah apa kita benar-benar mau terjun di dunia seni atau tidak. Ada teman yang track kariernya baik, pameran terus. Sementara kita yang masih begini-begini saja bingung mau lanjut atau tidak,” katanya.
Kami percaya dunia seni kita tidak boleh berhenti hanya pada karya-karya old masters.
Untuk mengatasi kegalauan, Burhan mencoba mengembangkan keterampilan seninya. Ia yang dulu membuat mural di tembok kini mencoba media lain, yakni fiberglass. Dengan fiberglass, muralnya bisa dibawa masuk ke “dalam ruangan” dan bersanding dengan karya seni rupa lain, tidak “sekadar” menjadi street art. Eksplorasi ini dilakukan sejak 2019. Ia juga mengembangkan gaya lukisan dari yang seperti kartun menjadi lebih realis.
“Semakin banyak belajar, semakin banyak yang tidak kita ketahui. Eksplorasi seni bisa dikatakan sama dengan istilah tadi. Eksplorasi memberi nilai lebih bagi seniman,” ujar Burhan.
Suasana pameran seni rupa kontemporer "New Hope" di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Adapun perupa asal Surakarta Anis Kurniasih memamerkan tiga karya di “New Hope”. Salah satu karyanya yang berjudul Intertwined digambar dengan tinta monokrom warna merah kecokelatan. Pada lukisan itu, Anis memenuhi kanvas berukuran 1,5 meter x 2 meter dengan gambar ranting, daun, bunga, hingga dahan-dahan patah.
Lukisan itu representasi kehidupan seseorang yang mengalami puncaknya di usia tua. Anis berpendapat bahwa masa jaya seseorang tidak hanya terjadi di usia muda saat mereka sedang segar-segarnya. Sebaliknya, masa tua yang kerap dianggap sebelah mata bisa pula dimaknai sebagai kejayaan seseorang yang sudah melalui banyak ujian kehidupan.
Hal ini hasil refleksi Anis terhadap dikotomi “seniman muda” dan “seniman senior”. Menurut dia, seniman muda kerap menerima sinisme karena dianggap kurang pengalaman, terlalu industrial, dan dianggap “terjebak” di karya yang nge-pop.
“Kita pahami saja bahwa setiap generasi punya masalah dan pemecahannya masing-masing. Bahasa ungkap keseniannya pun ada sendiri-sendiri,” kata Anis. “Saya harap seniman punya ruang buat bertumbuh. Karya pasti bertumbuh terus mengikuti pertumbuhan senimannya. Karya dilihat sebagai refleksi perjalanan yang berkelanjutan,” ujarnya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengunjung menikmati karya-karya dalam pameran seni rupa "New Hope" di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (6/2/2023). Pameran tersebut menghadirkan 91 karya dari 30 perupa.
Kurator pameran, Arif Bagus Prasetyo, mengatakan, seniman muda mesti diberi ruang berekspresi agar kelak dapat bersaing di dunia internasional. Di sisi lain, seniman butuh ekosistem seni terpadu.
”Seni selama ini jalan sendiri-sendiri. Yang dibutuhkan adalah ekosistem terpadu karena seni rupa di Indonesia seperti ‘hukum rimba’, tidak ada rule yang jelas,” ujarnya.