Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadhan Jatuh Pada 23 Maret dan Idul Fitri 21 April
Hasil hisab dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Sementara 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri ditetapkan pada Jumat, 21 April 2023.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir (kedua dari kiri), didampingi pengurus PP Muhammadiyah lain, memberikan keterangan kepada wartawan dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023), di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Hasil hisab dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023 dan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri pada Jumat, 21 April. Sementara 1 Zulhijah ditetapkan Senin, 19 Juni sehingga hari raya Idul Adha jatuh pada Rabu, 28 Juni 2023.
Informasi tersebut disampaikan Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, saat membacakan maklumat Pimpinan PP Muhammadiyah terkait penetapan hasil hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (6/2/2023).
”Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1444 Hijriah berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh majelis tarjih dan tarjid Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” ujarnya dalam konferensi pers yang diikuti secara daring.
Untuk (penetapan awal) Ramadhan nanti, penghitungan di atas kertas itu akan sama di seluruh Indonesia. Penetapan yang berbeda kemungkinan untuk awal bulan Syawal dan Zulhijah.
Dengan ditetapkannya awal Ramadhan pada 23 Maret, kata Sayuti, masyarakat Muhammadiyah bisa mulai melakukan shalat tarawih pada 22 Maret atau Rabu malam. Penetapan awal bulan dan hari besar umat Muslim juga diharapkan bisa menjadi panduan bagi warga Muhammadiyah khususnya dalam menjalankan kegiatan beribadah.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menjelaskan, Muhammadiyah menetapkan awal bulan Qomariyah termasuk Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah tidak berdasarkan penampakan hilal. Namun, penetapan awal bulan ini berdasarkan posisi geometris benda-benda langit, yaitu Matahari, Bumi, dan Bulan.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Umat Islam menikmati makanan saat mengikuti buka puasa bersama di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (3/4/2022).
Salah satu syarat penentuan awal bulan Ramadhan ialah telah terjadi ijtima atau posisi Bulan telah mengelilingi Bumi dengan satu putaran sinodis dan telah tercapai pada 22 Maret pukul 00.25 WIB. Tercapainya satu putaran sinodis ini terjadi sebelum Matahari tenggelam.
Syarat penetuan lainnya, menurut Syamsul, yaitu bulan terlihat masih di atas ufuk saat matahari tenggelam keesokan harinya. Dengan terpenuhinya syarat tersebut, Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1444 Hijriah pada Kamis, 23 Maret.
”Untuk (penetapan awal) Ramadhan nanti, penghitungan di atas kertas itu akan sama di seluruh Indonesia. Penetapan yang berbeda kemungkinan untuk awal bulan Syawal dan Zulhijah,” ucapnya.
Menurut Syamsul, penetapan awal bulan Syawal dan Zulhijah kemungkinan berbeda karena adanya kriteria baru visibilitas hilal yang ditetapkan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims). Kriteria tersebut yakni tinggi bulan sekurang-kurangnya 3 derajat serta elongasi atau jarak Bulan dan Matahari yaitu 6,4 derajat.
”Ini merupakan kriteria MABIMS agar hilal dapat dilihat. Bila hilal belum terlihat sesuai dengan kriteria baru ini, keesokan harinya belum masuk bulan baru. Sementara menurut kriteria wujudul hilal yang tidak berpatokan pada penampakan itu, keesokan harinya sudah masuk bulan baru,” tuturnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Jemaah berdatangan untuk menunaikan ibadah shalat Idul Adha di lapangan Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (10/7/2022).
Dengan kriteria baru Mabims tersebut, perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah juga diperkirakan terjadi untuk bulan Zulhijah. Penetapan awal bulan ini juga penting mengingat setiap tanggal 10 Zulhijah umat Islam merayakan salah satu hari raya besar, yakni Idul Adha.
Jadi rujukan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut mengatakan, melalui keputusan ini, masyarakat Muhammadiyah akan mendapat rujukan yang pasti terkait awal Ramadhan. Hal ini juga berlaku untuk umat Islam Indonesia lainnya yang ingin mendapat rujukan sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Terkait dengan kemungkinan adanya perbedaan penetapan 1 Syawal, Haedar menyebut bahwa Muhammadiyah tetap berkomitmen untuk saling menghargai, menghormati, dan toleran. Perbedaan penetapan 1 Syawal ini juga sudah kerap terjadi dan tidak menimbulkan permasalahan yang berarti di tengah masyarakat.
”Mengingat perbedaan ini merupakan hasil ijtihad yang sudah menjadi watak umat Islam dalam praktik menjalankan agama, maka jangan dijadikan sumber perpecahan. Sebab, hal ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian dari denyut nadi perjuangan perjalanan sejarah umat Islam yang saling menghormati dan menghargai satu sama lain,” katanya.
Haedar menekankan bahwa inti dari penetapan awal bulan Qomariyah ini merupakan proses ibadah. Oleh karena itu, setiap perbedaan yang muncul seharusnya semakin memperkokoh keimanan umat Islam di Indonesia.