Deteksi Dini Kanker Anak untuk Hindari Pengobatan Kompleks dan Berisiko
Orangtua dan pengasuh perlu awas terhadap gejala kanker pada anak. Apabila penyakit dapat dideteksi sejak awal, risiko komplikasi dapat dihindari. Pengobatan pun dapat segera dilakukan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pemeran tampil dalam drama musikal Bersama Lestarikan Indonesia (Bestari) di Aula Teater Museum Nasional, Jakarta, Oktober 2022. Penghasilan dari tiket acara tersebut didonasikan untuk Yayasan Kanker Anak Indonesia. Acara ini menampilkan anak-anak, remaja, dan anak difabel Indonesia yang mayoritas perempuan.
JAKARTA, KOMPAS — Kanker pada anak tidak bisa dicegah, tetapi dapat dideteksi sejak dini. Apabila penyakit dideteksi sejak dini, kesempatan sembuh lebih besar serta menghindari pengobatan kompleks dan berisiko.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, kanker tidak hanya dialami orang dewasa, tetapi juga anak-anak di usia dini. Perlu kepekaan orangtua atau pengasuh untuk mengenali tanda kanker agar penyakit bisa segera ditangani.
”Jika terdeteksi sejak awal, tata laksananya tidak akan sekompleks atau sesulit jika penyakit sudah menyebar ke mana-mana. Ketika sudah menyebar, (pengobatannya) akan makin sulit dan tentu risikonya makin tinggi,” kata Piprim dalam diskusi daring Hari Kanker Sedunia secara daring, Sabtu (4/2/2023).
Kanker anak tidak bisa dicegah, tetapi sangat bisa ditemukan dalam stadium dini. Jika ditemukan sejak awal, tentu harapan hidupnya akan lebih baik.
Menurut data Global Initiative for Childhood Cancer Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada lebih dari 1.000 anak di dunia yang didiagnosis kanker setiap hari. Jumlah anak berusia 0-19 tahun yang mengalami kanker diperkirakan 400.000 orang per tahun. Sebagian besar di antaranya tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kompas
Pasien kanker leukemia anak bermain sepeda di Rumah Singgah Pasien Inisiatif Zakat Indonesia Sumatera Barat, Padang, Sumbar, akhir Januari 2020.
Negara domisili berhubungan dengan tingkat kelangsungan hidup. Data yang sama menyebut bahwa sebanyak 80 persen pasien kanker anak di negara berpendapatan tinggi yang mendapat pengobatan dan pulih. Sementara di negara berpendapatan rendah dan menengah, hanya 20 persen anak kanker yang pulih.
Salah satu faktor rendahnya tingkat kelangsungan hidup di negara berpendapatan rendah dan menengah adalah diagnosis yang terlambat. Faktor lain adalah ketidakmampuan untuk mendiagnosis secara akurat, ketiadaan akses terapi, pengobatan diabaikan, kematian karena toksisitas (efek samping terapi), dan kekambuhan penyakit.
Adapun WHO menargetkan angka harapan hidup anak dengan kanker naik menjadi 60 persen pada 2030. Untuk mencapainya, pemahaman publik terhadap kanker anak mesti ditingkatkan, termasuk gejalanya.
”Kanker anak tidak bisa dicegah, tetapi sangat bisa ditemukan dalam stadium dini. Jika ditemukan sejak awal, tentu harapan hidupnya akan lebih baik” ucap Ketua Unit Kerja Koordinasi Hematologi-Onkologi IDAI Teny Tjitra Sari.
Leukemia terbanyak
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, diperkirakan ada lebih dari 11.000 kasus kanker baru pada anak di Indonesia. Jenis kanker terbanyak ialah leukemia (kanker darah) 3.880 kasus atau 35 persen dari total kasus kanker anak di Indonesia.
Menurut data IDAI sepanjang 2022, ada 673 kasus leukemia limfoblastik pada anak, retinoblastoma (kanker saraf mata) 162 kasus, dan ostepsarkoma (kanker tulang) 91 kasus. Data dikumpulkan dari 12 rumah sakit besar di Indonesia, antara lain RSCM (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RSUP Dr Karyadi (Semarang), RSUD Dr Soetomo (Surabaya), RSUP Dr Mohammad Hoesin (Palembang), RSUP H Adam Malik (Medan), dan RSUD Ulin (Banjarmasin).
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengimbau agar publik mengetahui gejala dan tanda kanker pada anak. Publik diminta segera menghubungi fasilitas layanan kesehatan begitu mendapati gejala kanker pada anak.
”Ketika saya menjadi direktur rumah sakit, banyak juga yang leukemia yang survive kalau (kanker) ditemukan dan ditangani sejak dini,” katanya dalam diskusi daring, Kamis (2/2/2023).
KOMPAS/NINA SUSILO
Anak-anak penderita kanker dampingan Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) menonton sulap dan bermain gelembung di halaman Istana Bogor, awal April 2018.
Adapun gejala leukemia antara lain anak menjadi pucat, lemah, rewel, nafsu makan menurun, dan demam tanpa sebab. Anak juga bisa mengalami pembesaran hati dan limpa, nyeri tulang, pendarahan, dan skrotum membesar.
Sementara itu, salah satu gejala umum kanker pada anak adalah infeksi yang menetap. Hal ini menyebabkan anak kerap demam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perubahan pada penglihatan secara tiba-tiba dan terus-menerus.
Teny menambahkan, ada beragam penyebab kanker, mulai dari gen, gaya hidup, hingga kualitas lingkungan hidup. Orangtua dan pengasuh diimbau untuk mengenalkan serta menerapkan gaya hidup sehat ke anak untuk menekan risiko kanker, baik saat masih kanak-kanak maupun dewasa.
Tantangan
Walau teknologi medis makin berkembang, penanganan kanker anak terhambat oleh terbatasnya tenaga medis. Jumlah dokter konsultan onkologi (spesialis kanker) di Indonesia hanya 62 orang, sementara dokter nonkonsultan 44 orang. Total dokter onkologi di Indonesia saat ini 106 orang yang tersebar di 25 provinsi.