Pengeboran Lapisan Es Antartika Mencapai Kedalaman 808 Meter
Tim ilmuwan internasional berhasil mengebor lapisan es Antartika hingga di kedalaman 808,47 meter. Mereka berencana mengebor lapisan es ini hingga kedalaman sekitar 2.700 meter guna mempelajari kondisi iklim kuno.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
PNRA/IPEV
Penyimpanan inti es di Little Dome C.
JAKARTA, KOMPAS — Tim ilmuwan dari sejumlah negara berhasil mengebor lapisan es Antartika hingga di kedalaman 808,47 meter. Mereka berencana terus mengebor lapisan es ini hingga mencapai kedalaman sekitar 2.700 meter guna mempelajari perubahan suhu, konsentrasi gas rumah kaca, dan kondisi iklim sejak 1,5 juta tahun lalu.
Proyek pengeboran bernama ”Beyond EPICA” ini dilakukan di lapangan terpencil Little Dome C di Antartika. Direktur Polar Sciences of the National Research Council (CNR-ISP) dan profesor di Ca’ Foscari University of Venice, Italia, Carlo Barbante, memimpin proyek yang diikuti 12 pusat penelitian dunia yang 10 di antaranya dari Eropa.
Proyek penelitian yang dimulai sejak 2019 ini sempat terhenti karena ada kerusakan pada sistem pengeboran dan kondisi cuaca Antartika yang buruk. Proyek akan berlangsung selama tujuh tahun dan didanai oleh European Commission sebesar 11 juta euro serta didukung oleh kontribusi keuangan dan barang yang signifikan dari negara-negara yang berpartisipasi. Proyek ini dikoordinasikan oleh Institute of Polar Sciences of the CNR (Dewan Riset Nasional Italia).
Penelitian pada lapisan es diharapkan dapat mengungkapkan informasi dari abad dan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu tentang evolusi suhu dan komposisi atmosfer.
”Dari akhir November 2022 hingga akhir Januari 2023, dalam hampir tujuh minggu kerja, tim internasional mencapai kedalaman 808,47 meter. Pada kedalaman ini, es menyimpan informasi tentang iklim dan atmosfer selama 49.300 tahun terakhir,” demikian pernyataan yang dikeluarkan Ca’ Foscari University of Venice, Rabu (1/2/2023).
Tujuan akhir proyek ini yaitu mencapai kedalaman sekitar 2.700 meter di bawah Little Dome C, area seluas 10 kilometer persegi yang terletak di 3.233 meter di atas permukaan laut, 34 kilometer dari stasiun Perancis-Italia. Concordia, salah satu tempat paling ekstrem di Bumi.
Proyek ini merupakan bagian dari studi paleoklimatologi yang bertujuan untuk melihat kembali kondisi Bumi 1,5 juta tahun yang lalu. Temuan yang didapatkan akan digunakan untuk merekonstruksi suhu masa lalu dan konsentrasi gas rumah kaca melalui analisis inti es yang diekstraksi dari kedalaman lapisan es.
”Musim ini sangat intens tetapi membawa hasil yang luar biasa berkat upaya besar tim, mereka bekerja tanpa lelah selama dua bulan di kamp Little Dome C. Mereka pertama kali menguji peralatan dan kemudian turun ke kedalaman luar biasa 808 meter dan mengumpulkani inti es berkualitas. Ini akan menjadi titik awal untuk musim pengeboran Beyond EPICA berikutnya,” kata Barbante.
Kepala Ilmuwan untuk pengeboran Beyond EPICA dan Profesor di Antartika Inggris Survey (BAS), Rob Mulvaney, mengatakan, hal ini merupakan pencapaian yang signifikan untuk sistem bor mereka.
Pemrosesan inti es
Data berharga
Tahun ini, 217 meter pertama dari inti es Beyond EPICA telah diproses di Cold Lab di Stasiun Concordia. Sebagian inti es ini akan dipindahkan ke Eropa untuk dianalisis di laboratorium Eropa.
Lapisan es di Antartika diketahui menyimpan informasi iklim dan sejarah lingkungan planet kita. Oleh karena itu, penelitian pada lapisan es diharapkan dapat mengungkapkan informasi dari abad dan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu tentang evolusi suhu dan komposisi atmosfer. Dengan demikian, para peneliti akan dapat menilai kandungan gas rumah kaca, seperti metana dan karbon dioksida, di atmosfer masa lalu. Kemudian, mereka akan dapat menghubungkan temuan ini dengan evolusi suhu.
”Kami yakin inti es ini akan memberi kita informasi tentang iklim masa lalu dan gas rumah kaca di atmosfer selama Transisi Pertengahan Pleistosen (MPT), yang terjadi antara 900.000 tahun dan 1,2 juta tahun lalu,” kata Barbante. ”Selama transisi ini, periodisitas iklim antara zaman es berubah dari 41.000 tahun menjadi 100.000 tahun: alasan mengapa ini terjadi adalah misteri yang ingin kami pecahkan.”