Pasien Kanker Payudara Cenderung Lambat Periksakan Diri
Semakin cepat pasien kanker payudara berobat dan menerima layanan di rumah sakit, semakin besar pula peluang keberhasilan terapi. Dalam penyembuhan, sugesti positif memiliki peran tersendiri.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar penderita kanker payudara cenderung lambat mendapat penanganan medis di rumah sakit. Hal ini disebabkan para pasien umumnya baru datang ke fasilitas kesehatan saat kondisi kanker payudara sudah mencapai stadium lanjut. Padahal, semakin cepat pasien mendapat terapi, maka kian besar peluang harapan hidup.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, angka kasus baru kanker payudara di dunia mencapai lebih dari 2,2 juta kasus dengan 684.996 kematian. Di Indonesia, terdapat 65.858 kasus baru kanker payudara dengan tingkat kematian 22.430 orang. Kanker payudara paling banyak diderita masyarakat apabila dibandingkan jenis kanker lain.
Sementara itu, data registrasi bedah onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2021 mencatat, kanker payudara mendominasi sebesar 66 persen dari jumlah total jenis kanker yang diderita pasien. Dari jumlah itu, 72,3 persen pasien di antaranya berobat ke rumah sakit saat stadium III (lokal lanjut) dan stadium IV (lanjut atau metastasis).
Ahli bedah onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rian Fabian Sofyan, dalam konferensi pers mengenai hari kanker sedunia 2023 secara daring, di Jakarta, Kamis (2/2/2023), mengutarakan lambatnya pendeteksian terjadi saat rentang waktu sebelum masuk rumah sakit (pre-hospital). Pasien dapat menghabiskan waktu 2-12 bulan tanpa mengetahui bahwa mereka mengidap kanker payudara.
”Dalam 12 bulan tanpa penanganan, status kanker payudara dapat berubah menjadi ganas. Kankernya mulai menyebar pada bagian lain tubuh pasien. Akibatnya, peluang hidup mereka semakin menurun,” ujar Rian.
Mengutip American Cancer Society, organisasi yang bergerak di bidang advokasi, penelitian, dan dukungan pasien, pada kondisi kanker belum menyebar di luar payudara (stadium satu dan dua), kemungkinan bertahan hidup dalam lima tahun pasien sebesar 99 persen.
Sementara pada kondisi kanker menyebar di sekitar payudara (stadium tiga), kemungkinan bertahan hidup dalam lima tahunnya 86 persen. Pada kondisi kanker yang telah menyebar jauh hingga paru, tulang, ataupun hati, peluang bertahan hidup dalam lima tahunnya hanya 29 persen.
Hal yang meningkatkan risiko kanker payudara di antaranya perempuan usia 35 tahun tetapi belum pernah melahirkan, dan tidak menyusui, serta gaya hidup yang tidak sehat. Faktor risiko ini dapat dimodifikasi untuk menurunkan potensi kanker payudara.
Lambatnya penanganan pasien kanker payudara, lanjut Rian, dipengaruhi sejumlah faktor, yakni pasien, dokter, dan sistem. Pada pasien ada rasa takut untuk memeriksakan kondisi kesehatan, ketidakmampuan ekonomi, kurang pemahaman terkait kanker payudara, dan pengaruh lingkungan sosial. Dokter umum juga kurang mendapatkan pendidikan tentang kanker sehingga rekomendasi penanganan lamban.
Selain itu, sistem alur rujukan yang panjang mulai dari fasilitas kesehatan (faskes) primer, lalu ke faskes tingkat dua, selanjutnya baru bisa menuju faskes tingkat tiga. Alur rujukan yang panjang ini memperlambat pola penanganan pasien.
Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) Yadi Permana, kondisi genetik berperan besar dalam potensi kanker seseorang dan tak bisa diubah. Elemen lain yang berdampak yakni faktor risiko seperti gaya hidup dan aktivitas fisik.
Secara spesifik, hal yang meningkatkan risiko kanker payudara di antaranya perempuan berusia 35 tahun tetapi belum pernah melahirkan, dan tidak menyusui, serta gaya hidup tidak sehat. Faktor risiko ini dapat dimodifikasi untuk menurunkan potensi kanker payudara.
”Kanker payudara tidak disebabkan oleh virus sehingga tidak dapat dicegah dengan imunisasi. Akan tetapi, setiap orang dapat memilih jalan hidupnya masing-masing dengan cara menerapkan gaya hidup yang sehat, memiliki anak saat usia 35 tahun ke bawah, dan menyusui anaknya,” tutur Yadi.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menegaskan pengendalian faktor risiko dan deteksi dini saat mengidap kanker payudara berperan besar menurunkan angka kematian. Setiap perempuan bisa memeriksakan kondisi payudaranya tiga tahun sekali di usia 30 tahun ke atas.
”Masyarakat dapat memeriksa kondisinya melalui USG (ultrasonografi) di tingkat puskesmas dan mamografi di rumah sakit. Skrining kanker akan dimasukkan ke dalam salah satu kebutuhan dasar kesehatan (KDK) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai upaya pelayanan promotif dan preventif,” kata Maxi.
Kini, perkembangan teknologi memudahkan masyarakat untuk memeriksa kondisi tubuhnya hingga tingkat genetik. Hal ini memungkinkan deteksi potensi kanker lebih dini dan lebih akurat.
Komunitas
Sementara itu, komunitas kanker berperan dalam penguatan mental pasien dan penyebaran informasi terkait penyakit. Kanker dapat menjadi penyakit yang mengerikan apabila tidak direspons dengan baik oleh pikiran manusia. Oleh karena itu, semua pasien dan penyintas kanker diharapkan bergabung dengan komunitas-komunitas yang ada.
”Sugesti dan pola pikir positif memiliki peran tersendiri dalam penanganan kanker. Segala dukungan dan informasi untuk pasien kanker dapat menguatkan mereka untuk melewati fase itu dan sembuh,” ucap Yadi.
Kiki (41), penyintas kanker payudara dari Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC), terdiagnosis kanker payudara tipe triple negatif stadium tiga dan menjalani operasi pada tahun 2012. Ia menjalani pengobatan mastektomi–pengangkatan jaringan–di payudara kanannya dan kemoterapi selama enam kali.
Awal diagnosis, Kiki mengaku khawatir dan takut karena ada tumor ganas pada payudara yang mengarah pada keganasan atau kanker. Karena itu, ia menghindari makanan dan minuman cepat saji yang mengandung banyak bumbu dan pewarna. Kini, setelah 11 tahun jadi penyintas, ia melanjutkan pola hidup sehat dan rutin berolahraga. ”Kondisi saya saat ini sehat dan bugar,” tambahnya.