Angka anak yang kembali merokok setelah mencoba berhenti merokok sebesar 50 persen ke atas. Akses rokok yang mudah, adanya promosi iklan, dan teman sebaya perokok menjadi faktor yang paling memengaruhi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Siswa sekolah dasar yang tergabung dalam Pangeran dan Puteri Lingkungan Hidup memperingati Hari Anak dengan berunjuk rasa tolak asap rokok di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/7/2016). Mereka mengajak orang dewasa untuk berhenti merokok dan menghormati hak anak untuk mendapat lingkungan hidup yang bebas asap rokok.
JAKARTA, KOMPAS — Zat nikotin dalam rokok menimbulkan efek adiktif yang menyebabkan perokok menjadi ketagihan dan kembali merokok meski sudah memutuskan untuk berhenti. Potensi untuk kembali merokok juga sangat tinggi pada usia anak. Lebih dari 50 persen anak yang telah mencoba berhenti merokok akhirnya kembali merokok.
Demikian hasil studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) berjudul ”Faktor Pendorong Kekambuhan Merokok (Smoking Relapse) pada Anak di Indonesia: Bukti dari Global Youth Tobacco Survey” (2006-2019). Studi tersebut dilakukan secara kuantitatif dengan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) di Indonesia multitahun, yaitu 2006, 2009, 2014, dan 2019.
Anggota tim riset PJKS UI, Muhammad Abdul Rohman, di Jakarta, Kamis (2/2/2023), menuturkan, studi tersebut menunjukkan angka kekambuhan (relapse) pada anak yang pernah mencoba berhenti merokok tapi kemudian kembali merokok mencapai 50 persen. Dari jumlah itu, anak laki-laki lebih banyak mengalami kekambuhan merokok dibandingkan dengan perempuan.
”Dari data demografi anak dengan kondisi smoking relapse (kekambuhan merokok), paling banyak terjadi pada anak usia SMP kelas delapan dan sembilan. Usia pelajar masih sangat rentan untuk kembali merokok,” tuturnya.
Berdasarkan analisis, Abdul menambahkan, proporsi anak yang kembali merokok lebih tinggi terjadi pada anak yang memiliki teman perokok (88,4 persen), terpapar iklan rokok dari majalah (84,4 persen), dan terpapar iklan rokok di televisi (83,2 persen). Selain itu, orangtua perokok juga dapat mendorong anak untuk kembali merokok.
PKJS UI
Angka Kekambuhan Merokok pada anak
Dengan adanya rokok elektrik, risiko anak mengalami kekambuhan dalam merokok pun semakin meningkat. Kondisi tersebut semakin diperburuk karena anak cenderung tetap merokok secara konvensional sekaligus menggunakan rokok elektrik.
“Harga rokok murah juga menjadi faktor signifikan yang mendorong anak kambuh untuk kembali merokok. Akses pada rokok masih memudahkan anak untuk mendapatkan rokok,” ujar Abdul.
Daru studi PKJS UI tersebut diketahui banyak warung rokok eceran yang berada di dekat dengan area sekolah. Pada 2021, sebanyak 61,2 persen warung rokok berada di radius kurang dari 100 meter dari area sekolah. Harga rokok yang dijual secara eceran pun sangat terjangkau untuk dibeli oleh anak dengan harga sekitar Rp 1.500 per batang.
Harga rokok murah juga menjadi faktor signifikan yang mendorong anak kambuh untuk merokok kembali. Akses pada rokok pun masih memudahkan anak untuk mendapatkan rokok. (Muhammad Abdul Rohman)
Menurut Abdul, larangan penjualan rokok batangan turut berpengaruh menekan risiko kekambuhan merokok pada anak. Meskipun sama-sama mengalami kenaikan harga, pembelian rokok per bungkus dapat menurunkan risiko kekambuhan merokok pada anak dibandingkan dengan kenaikan pada pembelian rokok secara ketengan.
Itu sebabnya, anggota tim riset PKJS UI Risky Kusuma Hartono menuturkan, kenaikan cukai rokok yang disertai dengan kenaikan harga rokok yang lebih tinggi sangat berdampak untuk mencegah kekambuhan merokok pada anak. Rencana pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara batangan diharapkan segera diterapkan.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Murid beristirahat di dekat poster buatan temannya yang berisi informasi bahaya rokok di SD Negeri Tugu, Jebres, Solo, Jawa Tengah, Kamis (3/10/2019). Informasi tentang dampak negatif dari rokok ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini untuk mendidik mereka agar terbiasa dengan pola hidup sehat.
Selain itu, pemerintah didorong untuk melarang total iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media. Studi yang dilakukan telah menunjukkan iklan, promosi, dan sponsor rokok berpengaruh mendorong anak untuk kembali merokok. Dengan melarang total iklan rokok, anak yang sudah mencoba berhenti merokok bisa konsisten berhenti merokok.
“Harga rokok murah, adanya promosi iklan rokok, dan adanya teman sebaya perokok berasosiasi erat dengan smoking relapse pada anak,” kata Risky.
Kebijakan
Ketua PKJS UI Aryana Satrya menyampaikan, banyak faktor yang membuat anak akhirnya merokok kembali setelah sebelumnya berhenti merokok. Sementara itu, jumlah perokok pemula di Indonesia juga terus meningkat. Pada 2018, proporsi perokok pemula usia 10-18 tahun sebesar 9,1 persen.
“Pemerintah perlu menerapkan kebijakan lain yang dapat memperkuat pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. Implementasi rencana pelarangan penjualan rokok ketengan semakin mendesak. Kebijakan sisi nonharga pun diperlukan dengan merevisi PP 109/2012. Kebijakan harus dilakukan secara konsisten dan persisten,” tuturnya.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Poster pengumuman larangan menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun dan perempuan hamil dipasang di salah satu gerai mini market di Jakarta, Selasa (3/11). Larangan menjual rokok kepada anak di bawah umur nasih belum efektif karena mereka masih bisa mendapatkan akses membeli rokok secara bebas.
Analisis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Sarno menuturkan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan tetap konsisten dalam kebijakan cukai hasil tembakau. Dari usulan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) diharapkan harga rokok bisa meningkat. Dengan kebijakan CHT tahun 2023 dan 2024 diperkirakan prevalensi merokok anak bisa turun menjadi 8,92 persen pada 2023 dan 8,79 persen pada 2024.
“Kami juga melakukan penyesuaian dengan rokok elektrik sebesar 15 persen maupun pengolahan tembakau lainnya sebesar enam persen setiap tahun untuk lima tahun ke depan. Pelarangan rokok batangan juga telah diusulkan untuk masuk dalam rancangan peraturan presiden mengenai peta jalan pengelolaan produksi hasil tembakau,” ujarnya.