Kurangi Beban TPA, Pengelolaan Sampah dari Hulu Mesti Ditingkatkan
Komitmen untuk tidak membangun lagi TPA mulai tahun 2030 bertujuan mengurangi polusi gas metana penyebab emisi gas rumah kaca. Kegiatan pengurangan dan pengelolaan sampah juga harus dilakukan maksimal oleh semua pihak.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
HIDAYAT SALAM
Aktivitas warga saat melakukan penimbangan sampah rumah tangga di Bank Sampah Mekar Sari, Jakarta, Rabu (1/02/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menargetkan tidak ada penambahan tempat pembuangan akhir atau TPA baru pada 2030. Untuk mengurangi beban TPA, pengelolaan sampah dari hulu harus saling terkait antara tempat pembuangan sampah 3R, bank sampah, pihak swasta, dan aspek penunjang lain.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan, target tidak ada lagi pembangunan TPA mulai tahun 2030 bertujuan mengurangi polusi gas metana yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, kegiatan pengurangan dan pengelolaan sampah harus dilakukan maksimal dengan melibatkan semua pihak.
”Kami terus mengajak masyarakat untuk semakin sadar terhadap persoalan sampah sehingga tidak lagi menghasilkan sampah,” katanya saat konferensi pers di Kantor KLHK, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Rosa menyatakan, pemerintah akan terus menambah TPA yang dapat mengimplementasikan metode pengelolaan sanitary landfill atau pengelolaan sampah dengan cara menimbun dan menutup sampah pada cekungan yang besar serta memanfaatkan gas metana pada 2025. Penimbunan terbuka sampah saat ini telah menghasilkan gas metana sebagai gas rumah kaca yang lebih berbahaya ketimbang karbon dioksida.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat untuk menumbuhkan budaya mengelola sampah secara mandiri juga terus dilakukan. Pemilahan sampah di tingkat rumah tangga dibutuhkan karena separuh dari total sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik.
”Pengelolaan sampah itu dengan dua cara, yakni pengurangan dari sumber atau pendekatan hulu dan penanganan sampah. Upaya pendekatan dari sumber ini akan terus dimaksimalkan karena di negara maju, seperti Denmark, TPA hanya menampung 6 persen sampah dan sisanya dikelola. Seharusnya Indonesia bisa melakukan hal serupa,” ucapnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ramli menimbang sampah plastik botol minuman di bank sampah RW 003, Kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (12/9/2017).
Secara terpisah, juru kampanye urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar, menilai, paradigma pengelolaan sampah dalam peraturan hingga kebijakan masih berfokus pada penanganan di hilir, seperti proyek pembangkit listrik tenaga sampah dan pemanfaatan sampah menjadi refused derived fuel. Sementara pendekatan pengelolaan sampah dari hulu untuk mengurangi sampah, seperti pelarangan plastik sekali pakai, belum semua diterapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perlu usaha maksimal dari pemerintah guna memenuhi ambisi pengurangan dan penanganan sampah pada 2025.
”Jika tidak ada komitmen untuk mengurangi sampah yang dihasilkan, hanya akan menambah beban sampah di TPA,” ujarnya.
Pemerintah memiliki komitmen mengurangi sampah 30 persen dan menangani sampah 70 persen pada 2025. Merujuk data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diakses pada 1 Februari 2023, jumlah timbulan sampah mencapai 18,3 juta ton per tahun. Sampah yang terkelola 77,28 persen dengan rincian pengurangan sampah 26,73 persen dan penanganan sampah 50,55 persen. Masih ada 22,72 persen sampah yang tidak terkelola.
Menurut Ghofar, yang terpenting saat ini adalah membenahi infrastruktur dan pengelolaan sampah dengan memperbanyak tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) dan pusat daur ulang sampah (PDUS). Pengelolaan sampah seharusnya juga saling terkait antara TPS3R, bank sampah, pihak swasta, dan aspek penunjang lain.
HIDAYAT SALAM
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati saat konferensi pers di Kantor KLHK, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
”Perlu usaha maksimal dari pemerintah guna memenuhi ambisi pengurangan dan penanganan sampah pada 2025,” kata Ghofar.
Sampah rumah tangga
Bank sampah bertujuan mengurangi timbulan sampah dan beban tempat pemrosesan akhir. Salah satunya, Bank Sampah Mekar Sari yang berlokasi di Kecamatan Mampang Prapatan DKI Jakarta. Menurut Ketua Bank Sampah Mekar Sari Djuraidah Machmud (63), pemilahan sampah dilakukan berdasarkan golongan sampah yang tidak bisa didaur ulang, seperti sisa makanan, sampah cair, serta sampah yang bisa didaur ulang, seperti plastik kemasan, besi, dan kardus.
”Semakin banyak warga yang memilah sampah, maka sama-sama menguntungkan, seperti sampah berkurang dan warga juga dapat uang,” katanya.
Adapun Co-founder dan Chief Operating Officer Garda Pangan Dedhy Bharoto Trunoyudho mengutarakan, sampah yang dihasilkan dari rumah tangga dan lingkungan dapat dipilah sesuai kategori masing-masing. Sisa makanan dapat dijadikan kompos karena pengomposan sisa-sisa makanan dapat mengurangi jumlah sampah yang ada dengan cukup signifikan.
”Sampah rumah tangga berupa sisa-sisa makanan dapat dijadikan kompos yang berguna sebagai pupuk atau penyubur tanah,” ujar Dedhy.