Pemanfaatan teknologi digital akan memperluas ruang dan waktu pembelajaran. Siswa tak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga bisa menggunakan jaringan internet untuk mengakses materi pelajaran yang lebih kaya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah mengakselerasi transformasi digital di berbagai bidang, termasuk pendidikan. Guru dan peserta didik semakin intens menggunakan berbagai teknologi digital. Hal ini menjadi momentum membangun budaya digital di sekolah untuk mengoptimalkan pembelajaran siswa.
Setelah pandemi mereda, pembelajaran di sekolah kembali berlangsung tatap muka. Menurut President International Council for Open and Distance Education (ICDE) Prof Tian Belawati, pembelajaran daring yang berlangsung sekitar dua tahun dibutuhkan. Oleh karena itu, sekolah didorong menerapkan sistem pembelajaran campuran atau blended learning.
Tian mengutarakan, pemanfaatan teknologi digital akan memperluas ruang dan waktu pembelajaran. Siswa tak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga bisa menggunakan jaringan internet untuk mengakses materi pelajaran lebih banyak. Waktu pembelajaran juga bertambah karena dapat dilakukan di luar sekolah.
”Jadi, ke depan sangat perlu membangun budaya digital,” ujarnya dalam Acer Edu Summit 2023 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Transformasi digital bukan sekadar digitasi atau proses konversi data manual ke dalam format digital. Dalam pembelajaran, misalnya, sebatas mengganti materi pelajaran berbahan kertas menjadi portable document format (PDF).
”Digitalisasi seharusnya sudah membantu kepala sekolah dan guru dalam mengurangi pekerjaan administrasi dengan membuat program-program atau menggunakan aplikasi yang membantu mengotomatisasi,” jelasnya.
Menurut Tian, membangun budaya digital tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Hal ini juga membutuhkan kepemimpinan dan komitmen kuat dari pimpinan sekolah.
Penggunaan teknologi digital mesti dibarengi dengan konten pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini bertujuan agar siswa tidak bosan saat mempelajarinya di rumah.
Selain itu, mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia di sekolah secara berkelanjutan. Kolaborasi antara guru, siswa, dan orangtua pun perlu terus dibiasakan.
”Kunci sukses transformasi digital adalah menyiapkan infrastruktur, meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran, dan mengintensifkan pembelajaran daring,” ucapnya.
Tian yang pernah jadi Rektor Universitas Terbuka pada 2009-2017 mengatakan, sebelum pandemi, amat sulit untuk memasifkan pembelajaran daring. Akibat keterbatasan interaksi fisik selama pandemi, sekolah dipaksa menerapkan pembelajaran jarak jauh dengan memakai beragam aplikasi dan platform.
“Kebiasaan ini harus dilanjutkan. Jangan sampai keburu turun animonya. Teknologi digital memerlukan investasi waktu untuk disukai. Momentum ini jangan sampai hilang,” katanya. Karena itu sekolah didorong agar menerapkan konsep pembelajaran terbalik atau flip learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Dalam konsep ini, materi pembelajaran diberikan kepada siswa secara daring melalui sistem manajemen pembelajaran atau LMS. Sementara interaksi di kelas dimanfaatkan untuk berdiskusi, mengkreasi proyek pembelajaran bersama, dan praktik lapangan.
”Di situlah kesempatan guru membimbing siswa untuk melatih komunikasi, berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kolaborasi,” ujarnya.
Penggunaan teknologi digital mesti dibarengi konten pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini bertujuan agar siswa tidak bosan saat mempelajarinya di rumah. ”Kontennya menarik dan benar. Guru harus bisa menyiapkannya jika memang ingin bertransformasi digital,” ucapnya.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyidi menyebutkan, transformasi digital diperlukan untuk merancang masa depan pendidikan. Karena itu, para guru diajak berbagi pengalaman menggunakan berbagai platform digital sehingga dapat dipelajari bersama.
”Itu sangat penting buat kita semua. Menjadikan teknologi bagian dari cita-cita sekolah dan anak-anak Indonesia untuk meraih mimpinya,” katanya.
Presiden Direktur Acer Indonesia Herbet Ang mengatakan, salah satu tantangan pendidikan di Tanah Air adalah pemerataan. Guru membutuhkan sumber daya yang memadai dalam menerapkan pembelajaran kreatif, inovatif, dan menarik.
”Siswa pun memerlukan pembelajaran beragam yang bisa dipakai secara mandiri di mana pun dan kapan pun. Dengan begitu, ruang belajarnya semakin luas,” katanya.