Fungsi BRIN seharusnya hanya berfokus sebagai organisasi yang dapat mengimplementasikan jalannya riset dan inovasi. Namun, saat ini, BRIN menjalankan fungsi kebijakan dan implementasi yang rentan disalahgunakan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Karyawan melintasi Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Jumat (25/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah upaya perlu dilakukan untuk memperbaiki tata kelola riset saat ini. Salah satunya memastikan kehadiran lembaga pengawasan independen. Ini agar Badan Riset dan Inovasi Nasional bisa berfokus sebagai organisasi yang dapat mengimplementasikan jalannya riset dan inovasi.
Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Gunadi menilai tiga fungsi BRIN secara bersamaan, yakni membuat kebijakan, mengimplementasikan, dan mengontrol jalannya riset, membuat BRIN menjadi lembaga yang superbody. Karena itu, BRIN membutuhkan lembaga lain yang dapat memonitoring dan mengevaluasi jalannya tata kelola riset.
Karena itu, perlu penataan ekosistem riset seperti perbaikan masalah birokratisasi anggaran untuk pendanaan riset hingga pemisahan antara kebijakan dan implementasi. Sebab, penyatuan kebijakan dengan implementasi, apalagi ditambah fungsi pengawasan, melanggar prinsip tata kelola sehingga rentan penyelewengan kekuasaan.
Masalah penataan riset tidak bisa diselesaikan hanya dengan penggantian kepemimpinan.
”Seharusnya perkembangan dan ekosistem riset yang dilakukan oleh lembaga seperti BRIN dapat menjauhi unsur politisasi,” ujar Gunadi yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada saat dihubungi di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
FAKHRI FADLURROHMAN
Mesin pembersih udara kotor yang mengandung bakteri dan debu buatan siswa dari SMA Narada dipamerkan di Gedung ICC, Cibinong Science Center, Bogor, Kamis (27/10/2022). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar pameran riset dan invoasi dalam acara InaRI Expo 2022 dengan tema Digital, Blue, & Green Economy Digital, Blue, & Green Economy: Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi
Penataan riset harus segera dilakukan karena pembentukan BRIN bertujuan untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam pengembangan ekosistem riset yang baik. Pemerintah dan semua pihak dapat memikirkan bersama untuk upaya penguatan ekosistem riset agar dapat bermanfaat serta berkelanjutan di Indonesia.
Ia menyampaikan, selama dua tahun terbentuknya lembaga ini, program dari BRIN yang dijalankan mestinya tidak hanya berbasis kinerja atau hanya menghasilkan keluaran seperti publikasi ilmiah (paper). Apalagi, dalam keluaran hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, BRIN dapat mendorong para periset agar menghasilkan luaran seperti buku, kekayaan intelektual (paten) ataupun hak cipta.
Terkait desakan mengganti Kepala BRIN, menurut Gunadi, masalah penataan riset tidak bisa diselesaikan hanya dengan penggantian kepemimpinan. Apalagi, kondisi ekosistem riset di Indonesia belum berjalan dengan baik. Mestinya ekosistem riset yang baik itu adalah dengan menata, mengelola, menempatkan sumber daya, dan mendanai riset-riset secara berkualitas dan terpadu.
Sebelumnya, rekomendasi penggantian Kepala BRIN ini merupakan salah satu hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan BRIN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Selain mengganti Kepala BRIN, Komisi VII juga merekomendasikan untuk melakukan audit khusus anggaran BRIN tahun 2022 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam RDP tersebut, Komisi VII berpandangan bahwa berbagai persoalan terkait tata kelola riset tidak kunjung usai sejak BRIN dibentuk pada 2021 sampai saat ini. Komisi VII juga mempertanyakan pertanggungjawaban salah satu program kerja BRIN dengan anggaran mencapai Rp 800 miliar, tetapi realisasinya hanya tercatat kurang dari Rp 100 miliar.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (31/1/2023) menyebutkan, BRIN yang dipimpin oleh Laksana Tri Handoko telah gagal mengonsolidasikan lembaga, sumber daya manusia (SDM), dan anggaran. Akibatnya, kegagalan itu memunculkan berbagai kejadian kurang baik terkait BRIN.
Sejak awal pembentukan BRIN hingga sekarang proses transisional belum selesai, baik dari aspek SDM, organisasi kelembagaan, maupun anggaran. Kapasitas implementasi program, kata Mulyanto sangat lemah dan tidak implementatif sehingga muncul beberapa permasalahan terkait BRIN.
FAKHRI FADLURROHMAN
Pengunjung mendatangi salah satu stan riset dan inovasi di Gedung ICC, Cibinong Science Center, Bogor, Kamis (27/10/2022). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar pameran riset dan invoasi dalam acara InaRI Expo 2022 dengan tema Digital, Blue, & Green Economy: Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi.
Salah satunya, pernyataan salah satu peneliti BRIN terkait cuaca buruk yang menyebabkan kepanikan di masyarakat.Hal ini menunjukkan ketiadaan koordinasi dan validasi data langsung sehingga pernyataan akan ada badai besar di Banten muncul ke publik.
Menurut Mulyanto, BRIN tak memiliki kewenangan diseminasi atau penyebaran informasi ke publik terkait kebencanaan, termasuk prakiraan cuaca. Apalagi, prakiraan cuaca akan terjadinya bencana tersebut disampaikan secara pribadi oleh peneliti BRIN lewat media sosial. Informasi itu tak disampaikan BRIN sebagai lembaga resmi yang menyebarkannya ke publik.
”Keinginan untuk mengintegrasikan lembaga riset akhirnya tidak terjadi. Yang bisa dilakukan kepala BRIN saat ini hanya menggabungkan status kelembagaan saja. Di dalamnya konsolidasi anggaran, program, tidak jalan,” kata Mulyanto.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Jumat (25/11/2022).
Sementara dalam hal alokasi anggaran BRIN sebesar Rp 6 triliun pada 2022 dinilai tidak tepat sasaran sehingga banyak anggaran yang terbuang secara percuma. Pihaknya mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas salah satunya mengganti Kepala BRIN.
Andi Yuliani Paris, anggota KomisiVII DPR Fraksi Partai Amanat Nasional, mengatakan, desakan pemberhentian Laksana Tri Handoko sebagai Kepala BRIN muncul karena sosok tersebut dinilai telah merusak ekosistem riset dan inovasi yang sudah lama dibangun. Peleburan lembaga-lembaga riset ke BRIN selama ini juga merupakan kebijakan yang tidak tepat. Selain Lembaga Eijkman, sejumlah lembaga riset, seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), juga mengalami hal yang sama.
Di samping itu, BRIN saat ini hanya berfokus pada pengembangan publikasi ilmiah tanpa menghasilkan inovasi. Padahal, inovasi itu penting karena dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
”Inovasi dengan menghasilkan sebuah produk atau barang harus dapat dilakukan oleh BRIN selama dua tahun berdiri. Hal ini sudah ada dalam visi-misi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin menghasilkan lebih banyak inovasi dari lembaga tersebut,” ucapnya.
Dalam kesempatan sebelumnya Kepala BRIN Tri Laksana Tri Handoko menyatakan belum bisa memberikan tanggapan secara lengkap terkait rekomendasi DPR tersebut. Namun, saat RDP berlangsung, Handoko menegaskan bahwa BRIN akan segera melakukan investigasi internal terkait hal-hal yang menjadi masukan Komisi VII DPR (Kompas.id, 31 Januari 2023).