Menghadapi Pandemi Berikutnya Butuh Sistem Kesehatan yang Kuat
Pandemi terus muncul dan berulang dalam sejarah peradaban manusia. Dibutuhkan strategi matang dan sistem kesehatan yang kuat agar manusia lebih siap menghadapi ancaman pandemi yang mengintai di masa depan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Suasana pasien yang menempati instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasbullah Abdulmadjid di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (3/2/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 telah memunculkan sikap paradoks di masyarakat, ada yang penuh ketakutan, tetapi tidak sedikit yang abai dan terkesan menyepelekan. Perlu strategi matang dan sistem kesehatan yang kuat agar lebih siap menghadapi ancaman pandemi di masa depan. Terlebih, pandemi terus muncul dan berulang dalam sejarah peradaban manusia.
Hal ini mengemuka dalam peluncuran buku Covid-19 Merekam Jejak Perjalanan Indonesia Bangkit dari Serangan Covid-19 yang ditulis Ahmad Baidhowi, Arief Koes Hernawan, dan Bambang Priyo Jatmiko. Buku tersebut diterbitkan Penerbit Buku Kompas dan peluncurannya digelar di Bentara Budaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Menurut Ahmad Baidhowi, penulis buku sekaligus praktisi komunikasi, pandemi Covid-19 telah membuka pandangan semua orang bahwa krisis di sektor kesehatan bisa memicu krisis di sektor lainnya. Tidak hanya memukul sektor perekonomian, pandemi juga berdampak pada sektor pendidikan hingga mengubah perilaku sosial masyarakat.
”Saat ini, semua negara saling terhubung. Konektivitas dan globalisasi itu yang membuat pandemi Covid-19 menyebar secara cepat dan masif sehingga krisis di berbagai sektor tak bisa dihindari,” ucapnya.
Baidhowi menambahkan, sejak kasus Covid-19 meningkat tajam, muncul kepanikan dan kericuhan di berbagai kota di dunia. Salah satunya, aksi memborong barang kebutuhan pokok yang disebabkan ketakutan tidak dapat membeli barang atau berkurangnya pasokan.
Pandemi Covid-19 selama tiga tahun ini telah banyak mengubah paradigma sehat masyarakat. Karena itu, pandangan yang berubah tentu akan mendorong perubahan perilaku.
Hingga 30 September 2022 atau dua setengah tahun pandemi berlangsung, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, secara global jumlah kasus Covid-19 sudah menembus angka 622 juta atau setengah miliar penduduk dengan jumlah korban jiwa mencapai 6,5 juta jiwa. Menurut Baidhowi, penyebaran virus SARS-CoV-2 yang cepat dan tidak terduga tersebut membuat semua pihak kesulitan mencari strategi yang tepat dalam mengatasi pandemi.
”Dalam menghadapi pandemi, Indonesia dan dunia harus berefleksi ke depan. Kekurangan yang ada mesti diperbaiki agar lebih siap menghadapi endemi ataupun pandemi di masa-masa yang akan datang,” kata Baidhowi.
HIDAYAT SALAM
Pengajar di Universitas Krisnadwipayana Amanda Setyorini (dari kiri), psikolog sekaligus pengajar di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Eunike Tyas Suci, dan Ahmad Baidhowi, penulis buku sekaligus praktisi komunikasi, saat peluncuran buku Covid-19: Merekam Jejak Perjalanan Indonesia Bangkit dari Serangan Covid-19 di Bentara Budaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Psikolog sekaligus pengajar di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Eunike Tyas Suci, mengungkapkan, perilaku masyarakat berubah selama pandemi terutama dalam hal kesehatan. Perubahan paradigma atau pandangan masyarakat mengenai konsep kesehatan tertentu itu dikenal dengan psikologi kesehatan.
Salah satu contohnya, kebijakan pemerintah yang kerap menjalankan protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah penyebaran virus, seperti perilaku hidup sehat dengan menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, dan memakai masker. Prokes menjadi salah satu upaya modifikasi perilaku.
Tyas mengatakan, pandemi Covid-19 selama tiga tahun ini telah banyak mengubah paradigma sehat masyarakat. Karena itu, pandangan yang berubah tentu akan mendorong perubahan perilaku.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sebagian besar pengunjung tetap menggunakan masker saat mengisi liburan di sebuah mal di Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (1/1/2023).
”Psikologi kesehatan sudah selayaknya ikut terlibat dalam upaya promosi, prevensi, dan rehabilitasi kesehatan. Apalagi hasilnya yang tidak selalu bisa dirasakan secara langsung, maka dibutuhkan komitmen jangka panjang,” katanya.
Amanda Setyorini, pengajar di Universitas Krisnadwipayana, menuturkan, buku ini menggambarkan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia sehingga dapat menjadi referensi sekaligus refleksi bagi para pengambil kebijakan, pemangku kepentingan, dan masyarakat. Melalui buku ini, Indonesia mempunyai dokumentasi terkait lini masa pandemi dan cara manusia beradaptasi menghadapinya.
”Yang menjadi penting dipahami dalam buku ini adalah perubahan mindset. Pandemi membawa sisi ancaman dan peluang. Karena itu, kita yang bisa mengarahkan ingin membawa ke arah yang mana,” ujarnya.