Sisi Lingkungan Hidup Tetap Diabaikan dalam Perppu Cipta Kerja
Perppu tentang Cipta Kerja dinilai tetap mengabaikan aspek lingkungan hidup. Bahkan, penerbitan perppu ini juga diyakini akan semakin meningkatkan pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan korporasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
IRMA TAMBUNAN
Kerusakan lingkungan akibat tambang emas liar di Desa lubuk Bedorong, Limun, Sarolangun, Jambi, pertengahan November 2021.
Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai tetap mengabaikan aspek lingkungan hidup. Bahkan, penerbitan perppu ini juga diyakini akan semakin meningkatkan pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan korporasi bidang sumber daya alam.
Sama seperti Undang-Undang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, Perppu Cipta Kerja juga mengatur isu lain di luar ekonomi dan ketenagakerjaan. Beberapa cukup signifikan diatur dalam perppu ini ialah isu lingkungan hidup termasuk sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanahan atau agraria.
Melihat jauh sebelum UU Cipta Kerja disahkan pada 2020, akademisi dan aktivis memandang bahwa sejumlah ketentuan dalam draf RUU tersebut akan mengancam kelestarian hutan dan lingkungan hidup. Bahkan, pengesahan UU Cipta Kerja juga dinilai akan semakin menjauhkan harapan masyarakat terhadap reforma agraria sejati.
Hal yang dikhawatirkan selama ini yaitu ketentuan terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup akan menjadi bias dengan keinginan untuk percepatan perizinan atau investasi.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mempertanyakan alasan penerbitan Perppu Cipta Kerja yang dinilai mendesak. Padahal, penerbitan Perppu Cipta Kerja saat ini dinilai akan semakin meningkatkan pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan korporasi di bidang sumber daya alam.
”Dalam Perppu Cipta Kerja, khususnya Pasal 110 a dan b, memberikan waktu kepada perusahaan yang merampok sumber daya alam ini untuk melengkapi perizinannya hingga 2 November 2023. Ini merupakan bentuk pembangkangan eksekutif terhadap MK,” ujarnya dalam konferensi pers terkait desakan pencabutan Perppu Cipta Kerja di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
DANIAL ADE KURNIAWAN
Eksploitasi tambang batubara hampir menguasai penuh Desa Mulawarman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, November 2018.
Walhi mencatat, selama ini masih banyak perusahaan yang diyakini bertanggung jawab terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan. Namun, mayoritas perusahaan tersebut sampai saat ini tidak pernah mendapat penegakan hukum yang setimpal.
Menurut Zenzi, pada awal pemerintah Presiden Joko Widodo, terdapat 829 perusahaan yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan dalam UU Perkebunan, UU Kehutanan, serta UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, terdapat pula lebih dari 1.600 perusahaan pertambangan yang melakukan pelanggaran serupa.
”Pada awal pemerintahan juga telah diingatkan terkait begitu besarnya dampak lingkungan yang sudah terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam di Indonesia selama lebih dari empat dekade. Pada 2014-2015, hak paling mendasar manusia juga hampir tidak bisa dipenuhi oleh negara ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan,” tuturnya.
Jika mengikuti keputusan MK, kata Zenzi, seharusnya proses penegakan hukum hingga 2025 bisa dilakukan untuk lebih dari 2.000 perusak lingkungan tersebut. Namun, dengan dikeluarkannya perppu ini, seluruh perusahaan tersebut kembali diberi kesempatan untuk memperbaiki tata kelola dan perizinannya hingga 2 November 2023.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Kader dan simpatisan Partai Buruh aksi unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2022).
Berkaca dari kondisi tersebut, Zenzi menegaskan bahwa selain pembangkangan terhadap putusan MK, penerbitan Perppu Cipta Kerja juga telah menunjukkan upaya negara dalam mengabaikan cita-cita yang tertuang dalam konstitusi. Padahal, seharusnya hukum dan segala peraturan perundang-undangan digunakan untuk mengontrol usaha dan mewujudkan keadilan.
”Oleh karena itu, kami menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perppu Cipta Kerja dan mengeluarkan aturan untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Hal ini perlu dilakukan agar rakyat melihat bahwa pemimpin menghormati konstitusi,” katanya.
Konsep perlindungan
Tenaga Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (PSLH-UGM), Wahyu Yun Santoso, berpandangan bahwa secara konsep, beberapa ketentuan yang dulu tertuang dalam UU Cipta Kerja memiliki tujuan yang lebih baik untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Salah satu contoh konsep tersebut yakni terkait dengan integrasi tiga persyaratan standar perizinan berusaha yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Tiga persyaratan itu mencakup kesesuaian penataan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan gedung.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Kader dan simpatisan Partai Buruh aksi unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2022).
Meski demikian, integrasi tiga persyaratan ini dinilai sulit diimplementasikan karena belum optimalnya basis data dari sistem online single submission (OSS) khususnya di setiap daerah. Pada akhirnya, konsep integrasi dalam upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang lebih baik akan merujuk pada rekomendasi dari pihak yang berwenang.
”Hal yang dikhawatirkan selama ini yaitu ketentuan terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup akan menjadi bias dengan keinginan untuk percepatan perizinan atau investasi,” kata Wahyu dalam siniar yang ditayangkan di akun PSLH-UGM.
Wahyu menyepakati bahwa penyederhanaan proses perizinan berusaha di bidang lingkungan hidup menjadi sesuatu yang mendesak. Namun, ia kembali menekankan bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja bukan sebuah konsep yang sesuai untuk menjembatani penguatan dalam upaya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.