Kasus Baru Tengkes Meningkat pada Usia 11-23 Bulan
Meski prevalensi tengkes secara nasional dilaporkan menurun, angka kasus tengkes baru pada usia 11-23 bulan justru meningkat. Untuk itu, fokus intervensi perlu diperkuat pada kelompok usia tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Petugas puskesmas dan kader posyandu Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengukur tinggi badan Sandi Santiago Numlene (5) yang tengkes.
JAKARTA, KOMPAS — Prevalensi tengkes anak balita secara nasional dilaporkan menurun pada 2022. Namun, jika diamati secara detail, angka kasus tengkes baru pada kelompok usia 12-23 bulan justru meningkat. Untuk itu, intervensi harus lebih diperkuat, terutama pada masa persiapan kehamilan hingga anak usia bawah dua tahun.
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, jumlah anak tengkes pada 2021 pada usia 0-11 bulan sebanyak 565.479 anak. Dari jumlah itu, ekspektasi jumlah anak tengkes pada 2022 atau satu tahun setelahnya pada anak usia 12-23 bulan diperkirakan tetap, yakni 565.479 anak. Namun, pada 2022 dilaporkan angka tengkes pada usia tersebut justru meningkat menjadi 978.930 anak.
”Jadi, pada usia 12-23 bulan itu ternyata banyak kasus stunting (tengkes) baru di situ,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi dalam konferensi pers pemaparan laporan hasil Survei Status Gizi Indonesia 2022, di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
”Penambahan anak stunting terjadi pada kelompok usia di bawah dua tahun. Pada usia itu yang harus menjadi kewaspadaan dan perhatian bersama,” kata Endang. Stunting atau tengkes merupakan gagal tumbuh kembang karena kurang gizi.
Menurut dia, intervensi untuk mempercepat penurunan tengkes pun perlu lebih difokuskan pada usia di bawah dua tahun. Artinya, penguatan perlu dilakukan pada calon ibu hamil, ibu hamil, ibu menyusui, serta bayi yang mendapatkan air susu ibu (ASI) secara eksklusif dan makanan pendamping ASI.
Jadi, pada usia 12-23 bulan itu ternyata banyak kasus stunting (tengkes) baru di situ. Penambahan anak stunting baru terjadi pada kelompok usia di bawah dua tahun.
Pada fase tersebut, yakni pada 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi masa krusial untuk mencegah adanya kasus tengkes baru. ”Kita harus waspada di titik-titik mana kita masih perlu meningkatkan usaha kita,” ucap Endang.
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS
Para ibu menimbang berat badan anak balitanya di di Posyandu Kenanga, Kelurahan Loktabat Selatan, Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada Kamis (11/8/2022).
Laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menyebutkan, angka tengkes secara nasional menurun menjadi 21,6 persen atau turun 2,8 persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah telah menargetkan setidaknya angka tengkes bisa menurun 3 persen setiap tahun untuk mencapai target 14 persen pada 2024.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Syarifah Liza Munira mengatakan, hasil SSGI 2022 juga menunjukkan bahwa pada bayi lahir sudah ditemukan 18,5 persen mengalami tengkes. Selain itu, angka tengkes mengalami peningkatan signifikan hingga 1,6 kali dari usia 6-11 bulan ke usia 12-23 bulan.
”Itu sebabnya, dua titik kelompok usia itu memiliki peran strategis untuk diintervensi terkait upaya penurunan angka stunting. Jika kita lihat di titik pertama adalah bayi lahir sehingga penting dilakukan intervensi di masa kehamilan atau sebelumnya. Sementara pada titik kedua itu merupakan usia yang mendapat MPASI (makanan pendamping ASI),” tuturnya.
ASI eksklusif
Syarifah menambahkan, tengkes yang dialami oleh seorang anak bisa disebabkan oleh sejumlah faktor. Beberapa faktor yang dapat mencegah terjadinya tengkes, antara lain, pemberian inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia enam bulan, pemberian sumber protein hewani untuk MPASI pada anak usia 6-23 bulan, pemberian susu dan olahannya, serta adanya konseling gizi.
KEMENTERIAN KESEHATAN
Faktor penyebab tengkes
Dari faktor penyebab tersebut diketahui bahwa sebagian besar mengalami peningkatan. Pada pemberian sumber protein hewani meningkat dari 35,3 persen pada 2021 menjadi 69,9 persen pada 2022. Selain itu, pemberian ASI juga meningkat dari 73,5 persen menjadi 96,4 persen pada 2022.
Akan tetapi, proporsi pemberian ASI tersebut sebagian besar tak tuntas untuk pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan. Proporsi pemberian ASI eksklusif hingga enam bulan menurun cukup signifikan dari 48,2 persen pada 2021 menjadi 16,7 persen pada 2022. Padahal, pemberian ASI eksklusif ini penting bagi tumbuh kembang anak.
Nutrisi anak pada usia 0-6 bulan bisa tercukupi dengan pemberian ASI tanpa tambahan apa pun. Jika tidak diberikan ASI secara eksklusif, berbagai nutrisi yang diperlukan oleh anak tidak bisa didapatkan.
Endang mengatakan, gerakan untuk kembali meningkatkan pemberian ASI eksklusif perlu lebih masif. Dengan pemberlakuan aturan bekerja dari kantor secara penuh selama masa pandemi Covid-19 ini dinilai turut memengaruhi penurunan angka pemberian ASI eksklusif di masyarakat.
Selain itu, pemberian nutrisi pada ibu menyusui harus diperhatikan. Pada setiap porsi makan ibu menyusui juga harus kaya akan protein hewani. Dalam setiap ”Isi Piringku” untuk ibu menyusui per hari, mesti terdiri dari enam porsi makanan pokok, empat porsi sayuran, empat porsi buah, empat porsi protein hewani, dan empat porsi protein nabati.
Pastikan konsumsi air putih minimal 14 gelas per hari untuk mencegah dehidrasi. Konsumsi gula, garam, dan lemak pun perlu dibatasi.
Secara terpisah, peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kencana Sari memaparkan, kecukupan gizi perlu dipastikan sejak janin di dalam kandungan, bahkan dimulai dari calon ibu di masa remaja. Ibu sehat akan melahirkan anak sehat pula. Untuk itu, perlu fokus intervensi untuk meningkatkan mutu gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan.
”Kebijakan pemerintah yang ada sudah banyak. Yang penting adalah memastikan upaya tersebut diimplementasikan dengan baik. Dengan kerja sama berbagai sektor yang ditunjuk akan sangat membantu pencapaian yang optimal,” kata Kencana.