Sekolah Vokasi Berbenah untuk Tingkatkan Mutu Lulusan
Sekolah vokasi jadi andalan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha dan dunia industri yang terampil dan berkarakter baik. Sekolah vokasi pun berbebah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia kerja.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Pendidikan vokasi terus bertransformasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang relevan dengan dunia usaha dan dunia industri. Di SMK Wikrama Bogor, seperti terlihat pada Kamis (26/1/2023), siswa jurusan pemasaran dilatih untuk menguasai kompetensi penjualan secara daring, salah satunya live streaming di media sosial, untuk meningkatkan penjualan daring.
BOGOR, KOMPAS — Kesiapan lulusan pendidikan vokasi untuk memasuki dunia kerja yang sesungguhnya masih dikeluhkan kalangan dunia usaha dan dunia industri. Tidak hanya terkait kompetensi, tetapi juga karakter unggul dan budaya kerja yang masih minim. Sekolah-sekolah vokasi pun berbenah untuk menghadirkan dunia kerja yang nyata sebagai bagian pembelajaran.
Kepala SMK Wikrama Bogor Iin Mulyani saat menerima kunjungan peserta Unite for Education Sustainability Forum Tahun 2023 yang digelar Bank Permata di Bogor, Kamis (26/1/2023), mengatakan, awalnya SMK Wikrama yang didirikan di tahun 1996 hanya memiliki 34 siswa dan menyewa tempat yang kecil. ”Kami merasakan dulu sekolah vokasi masih dipandang sebelah mata. Kami dari pintu ke pintu menanyakan peluang magang dan kerja untuk siswa. Ada yang merespons, ada yang belum paham,” kata Iin.
Namun, komitmen untuk memberikan layanan pendidikan yang menguatkan kemampuan dan karakter siswa membuat sekolah kejuruan ini berkembang. Kini, SMK Wikrama yang merupakan SMK Pusat Keunggulan dengan skema pemadanan ini memiliki bangunan sendiri di lahan seluas hampir setengah hektar dengan total 1.800 siswa.
Keberadaan Tefa tidak hanya mengasah kompetensi kesiapan kerja di industri yang relevan, tetapi juga mendorong siswa untuk belajar kewirausahaan.
Menurut Iin, sekolah vokasi harus mampu mengenali potensi setiap siswa dan memahami kebutuhan pengguna lulusan, yakni dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Dengan pembelajaran di sekolah yang diselaraskan dengan kebutuhan industri, kata Iin, kini lebih 70 persen lulusan siswa setempat terserap kerja di bawah tiga bulan setelah lulus.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Lulusan pendidikan vokasi dididik untuk siap bekerja sesuai standar dunia usaha dan dunia industri. Siswa SMK Wikrama Bogor bidang perhotelan, Kamis (26/1/2023), berlatih membereskan kamar tidur di hotel secara nyata.
Meskipun berada di lingkungan permukiman yang padat dengan kondisi jalan menuju sekolah selebar satu mobil, SMK Wikrama dengan jurusan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, pemasaran dan perkantoran, serta hospitality ini bisa dilirik banyak industri terkait. Kelas industri pun bisa dihadirkan sekolah dengan hadirnya para praktisi industri sehingga guru dan siswa menyesuaikan kompetensi dan karakter lulusan yang dibutuhkan industri.
Pembentukan karakter siswa dilakukan dengan melibatkan siswa secara aktif. Para siswa, misalnya. wajib turun tangan menjaga kebersihan sekolah, membersihkan kamar mandi, dan lingkungan sekolah secara bergantian. Para siswa pun diberi tanggung jawab bekerja sesuai bidang keahlian dengan hadirnya teaching factory (Tefa) atau industri mini untuk pembelajaran di sekolah.
Guru Bidang Pemasaran SMK Wikrama, Rina Finanti, mengatakan adanya Tefa yang dijalankan dengan standar DUDI membuat siswa terlatih dengan budaya kerja dan lingkungan kerja sejak di sekolah. ”Siswa terus mendapat latihan yang berulang. Ketika mereka magang jadi lebih siap dan perusahaan pun merasa selaras. Ketika kembali ke sekolah, pengalaman magang bisa memperkaya siswa lagi saat bekerja di Tefa sekolah," ujar Rina.
Siswa pemasaran, misalnya, diajarkan untuk menguasai pemasaran daring. Bahkan, kini, kompetensi menjadi live streamer di media sosial dilatih di sekolah. Para siswa pun langsung menjual barang-barang yang dititipkan UMKM ke sekolah secara daring.
”Para siswa sudah terbiasa untuk praktik langsung di Tefa. Mereka semakin kompeten sehingga diincar banyak perusahaan yang butuh tenaga penjualan yang mampu memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan penjualan produk barang dan jasa,” kata Rina.
SMK Wikrama mengembangkan Tefa dari pembuatan situs web, gim, hotel, restoran, hingga penjualan produk. Keberadaan Tefa tidak hanya mengasah kompetensi kesiapan kerja di industri yang relevan, tetapi juga mendorong siswa untuk belajar kewirausahaan.
Menyiapkan portofolio
Selain SMK Wikrama, penyiapan lulusan sekolah vokasi yang siap kerja juga dioptimalkan SMK Raden Umar Said (RUS) Kudus, Jawa Tengah. Sekolah yang terkenal dengan keahlian animasinya yang berstandar internasional ini mendirikan Tefa RUS Animation.
Guru SMK RUS Kudus, Agam Amintaha, mengatakan, pendirian Tefa animasi karena kegalauan tidak adanya industri animasi di Kudus. Padahal, sekolah animasi yang didirikan tahun 2005 ini butuh berkolaborasi dengan industri animasi untuk meningkatkan kualitas lulusannya.
”Konsepnya yang bekerja di Tefa semua siswa , tapi dimentori kakak kelas atau alumni yang bergabung di RUS Animation. Dengan mentor sebaya, siswa lebih cepat meningkat kompetensinya,” ujar Agam.
Adanya Tefa RUS Animation yang dikelola secara profesional layaknya industri animasi memberikan keuntungan bagi sekolah untuk mendapatkan umpan balik. Siswa di semester empat mulai diberi kesempatan terlibat di proyek pembuatan animasi yang sebenarnya dengan adanya kelas industri.
”Namun, kami mendapatkan keluhan dari pengawas dengan otomatis menempatkan siswa, ternyata tidak tepat dengan kebutuhan. Akhirnya, untuk bisa ikut di Tefa, dibuat dengan simulasi mencari kerja. Ada rekrutmen pekerja layaknya di industri animasi. Siswa yang belum lulus seleksi, terus dilengkapi sehingga tetap bisa memenuhi standar Tefa,” kata Agam.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Siswa SMK Raden Umar Said, Kudus, mendemonstrasikan kemampuan mereka dalam membuat animasi film saat peluncuran film "Pasoa & Sang Pemberani" di CGV Cinemas Grand Indonesia, Jakarta, akhir Februari 2017.
Menurut Agam, bagi siswa pendidikan vokasi, memiliki portofolio karya sejak di bangku sekolah sangat penting untuk memberi nilai tambah dalam rekrutmen. Lulusan animasi dari sekolah ini diminati industri animasi karena kemampuannya sudah di level menengah.
”Para siswa kami dorong untuk terus memperbanyak portofolio dari membuat proyek animasi yang nyata sesuai permintaan klien. Portofolio itu lebih bernilai untuk masuk ke dunia kerja dibandingkan ijazah,” ujar Agam.
Sementara itu, guru SMK PGRI I Kudus, Fitria Nurvitasari, mengatakan, di sekolah dengan keahlian spa dan kecantikan (beauty) ini juga mendirikan Tefa TAngria Spa & Beauty di lingkungan sekolah. Ada layanan make up, spa dan pijat internasional, serta tata rambut. Sekolah ini juga terkenal dengan kemampuan siswa di bidang make up karakter untuk kebutuhan industri perfilman dan teater.
Permintaan terapis, misalnya, justru tinggi dari dunia internasional. Karena itu, pendidikan vokasi spa dan kecantikan pun diberikan pada siswa dengan standar internasional dan melibatkan sejumlah industri kecantikan terkait. Para siswa pun difasilitasi untuk tertib menyimpan portofolio yang bernilai dalam penilaian oleh perusahaan yang merekrut pekerja baru.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Putu Agus Saskara Yoga (kanan) mendampingi siswa SMK Negeri 1 Denpasar dalam praktik konversi sepeda motor ke mesin listrik di SMK Negeri 1 Denpasar, Senin (24/10/2022).
”Dengan membiasakan siswa untuk terus berlatih sesuai bidangnya, tidak hanya meningkatkan keterampilannya. Sebab, siswa juga harus meningkatkan imajinasinya dan daya kreativitasnya. Termasuk juga mampu untuk melayani pelanggan secara baik,” ujar Fitria.
Fitria mengisahkan, ada masukan dari pengguna yang mengakui bahwa secara kompetensi siswa SMK PGRI 1 ini tidak ada masalah. Namun, soal kepercayaan diri masih kurang sehingga perlu ditingkatkan.
Kehadiran Tefa yang sesuai keahlian SMK PGRI 1 membuat siswa bertanggung jawab untuk melayani pelanggan yang menggunakan jasa mereka. Para guru pun mendapat umpan balik tentang sejumlah softskills yang masih perlu ditingkatkan dalam diri siswa sehingga pembelajaran lewat Tefa terus dievaluasi.