Pembangunan Nasional 2025-2045 Perlu Menguatkan Aspek Lingkungan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 diharapkan lebih memperhatikan lingkungan dalam pembahasannya. Aspek tersebut juga perlu digali permasalahannya hingga ke akar.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Suasana pembahasan isu lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan pada acara Kick Off Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJPN 2025-2045 di Jakarta, Kamis (26/1/2023). Acara itu dihadiri pihak pemerintahan, swasta, akademisi, dan organisasi non-pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS – Aspek lingkungan hidup mulai masuk dalam tahap pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional atau RPJPN 2025-2045. Pembahasan itu akan berlangsung dari Januari 2023 hingga Juni 2023. Seluruh inovasi dan inisiatif progresif dinilai penting untuk masuk dalam agenda pembangunan masa depan.
Perihal tersebut dibahas dalam acara Kick Off Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJPN 2025-2045 di Jakarta, Kamis (26/1/2023). Acara itu dihadiri oleh pihak pemerintahan, swasta, akademisi, dan organisasi non-pemerintah untuk mengumpulkan isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pendekatan pembangunan masa depan Indonesia akan beralih dari reformasi menjadi transformasi. Konsep ini mengedepankan tiga fokus perubahan, mulai dari sosial, ekonomi, hingga tata kelola yang didukung stabilitas dan ketahanan ekologi.
”RPJPN 2025-2045 akan menjadi arah Indonesia untuk bergerak dan membangun strategi di tengah ketidakpastian global. Menurut rencana, Undang-Undang RPJPN ditetapkan September 2023,” ujarnya.
Fokus utamanya meningkatkan status Indonesia dari lower-middle income (pendapatan nasional bruto (PNB) sekitar 1.046-4.095 dollar AS) ke upper-middle income (PNB 4.096-12.695 dollar AS) dalam dua tahun pascakrisis akibat pandemi Covid-19. Dalam 20 tahun berikutnya diharapkan mampu mengubah status Indonesia menjadi high income (PNB di atas 12.695 dollar AS).
Sementara itu, tantangan yang dihadapi adalah triple planetary crisis, yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati, dapat mengancam masa depan bumi dan manusia. Laporan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2022 memperkirakan 50-75 persen penduduk dunia berpotensi terdampak kondisi iklim yang mengancam jiwa pada 2100.
Dampak perubahan iklim ini sudah terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebanyak 468 hektar kawasan di sana tenggelam secara permanen akibat dari penurunan tanah yang dipadukan dengan fenomena banjir.
Hasil Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 2022 juga menobatkan polusi udara sebagai penyebab penyakit dan kematian dini bagi 4,2 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Selain itu, studi Intergovernmental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Service (IPBES) juga menunjukkan, sekitar 1 juta spesies tumbuhan dan hewan terancam punah.
Bencana alam
Ahli perencanaan kota dari Universitas Indonesia, Hendricus Andy Simarmata, menuturkan, kondisi krisis iklim yang terjadi berpotensi meningkatkan bencana alam di Indonesia. Walakin, setiap daerah akan berbeda dampak yang dirasakan.
”Ada yang berdampak langsung, seperti kerusakan fisik, ada juga yang berdampak pada sosial, seperti kelaparan dan lainnya,” katanya.
Oleh karena itu, kata Andy, dibutuhkan sistem sosial masyarakat yang mampu menyiapkan diri saat bencana tak terprediksi. Pada saat yang bersamaan juga perlu meningkatkan kapasitas daya dukung infrastruktur dalam menghadapi bencana. Khusus pulau-pulau kecil di Indonesia harus lebih matang, mulai dari sumber daya manusia dan sistem tanggap bencana karena mereka terdampak paling besar.
Menurut Manajer Program dan Spesialis Advokasi Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) Mercy Corps Denia Syam, pola pikir dalam perspektif kebencanaan harus melihat hingga ke akar permasalahan. Dia mencontohkan banjir yang selama ini masih dipandang sebagai genangan sehingga responsnya hanya berbentuk penanganan.
”Sementara penyebab banjir masih belum disentuh secara mendalam hingga ke akarnya. Respons terhadap banjir harus menyentuh tahap pencegahan dan penanggulangan baik jangka menengah maupun jangka panjang,” kata Denia.
Dampak perubahan iklim ini sudah terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebanyak 468 hektar kawasan di sana tenggelam secara permanen akibat dari penurunan tanah yang dipadukan dengan fenomena banjir.
Wakil Ketua Dewan Eksekutif Filantropi Indonesia Suzanty Sitorus, menyebutkan, RPJPN 2025-2045 perlu memperhatikan pola pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang selama ini fokus pada aspek ekonomi harus ditambah dengan perspektif lingkungan.
Upaya membangun juga tidak selalu membuat hal baru. Peningkatan efisiensi sumber daya merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu dimasukkan dalam RPJPN 2025-2045. Sumber pendanaan pembangunan dapat berasal dari pemerintah, swasta, filantropi, dan bantuan internasional.
Sumber dana disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan Indonesia dan diatur sedemikian rupa untuk menciptakan efisiensi. Keterlibatan elemen non-pemerintah juga mampu berperan sebagai katalisator dan fasilitator pembangunan pada sektor yang belum disentuh negara.