Mikrobioma Penderita Diabetes Berbeda dengan Populasi Sehat
Orang yang mengalami obesitas dan diabetes tipe 2 di Indonesia memiliki komposisi mikrobioma usus spesifik dan berbeda dengan populasi sehat. Hal ini terutama dipengaruhi oleh perubahan pola makan dan gaya hidup.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagaimana negara Asia lainnya, Indonesia saat ini menghadapi masalah nasional dengan meningkatnya obesitas dan diabetes pada penduduknya. Serangkaian penelitian terbaru menunjukkan, mereka yang mengalami obesitas dan diabetes tipe 2 memiliki komposisi mikrobioma usus spesifik, yang dipengaruhi oleh perubahan pola makan dan gaya hidup.
Kaitan antara mikrobioma pencernaan dan kesehatan populasi ini disampaikan para pembicara ahli dalam 3rd Global Microbiome Network-GloMiNe Symposium for Asia, hari kedua, Kamis (26/1/2023). Simposium diselenggarakan Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN) bersama the Microbiota Vault, dan Rutgers-The State University of New Jersey, diikuti para peneliti mikrobioma dari berbagai negara.
Jiro Nakayama,peneliti dari Kyushu University, Jepang, menyampaikan tentang serangkaian riset yang telah dilakukannya bersama tim terkait mikrobioma di 10 negara Asia, sebagai bagian dari The Asian Microbiome Project (AMP) yang dimulai sejak 2009. Hal ini dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara diet yang berbeda, mikrobioma usus, dan kesehatan.
Mikrobioma menjadi jembatan yang menghubungkan antara diet dan kesehatan.
“Hasil penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi mengubah mikrobioma usus orang Asia dengan perubahan pola makan,“ katanya.
Dalam penelitian terbaru, Nakayama berupaya mencari kaitan mikrobioma usus yang telah berubah ini terhadap kesehatan orang Asia, dengan berfokus pada obesitas dan diabetes sebagai penyakit gaya hidup, yang disebabkan oleh perubahan pola makan.
Dalam laporan penelitian yang diterbitkan di jurnal Microorganisms (2021), Nakayama dan tim memaparkan mengenai kaitan karakteristik mikrobioma penderita obesitas dan diabetes di Indonesia. Kajian yang dilakukan bersama Endang Sutriswati Rahayu dari Universitas Gadjah Mada ini mengambil sampel mikrobioma dari 75 orang dewasa di Kota Yogyakarta.
Hasilnya ditemukan, penderita obesitas dan diabetes tipe 2 memiliki karakteristik mikrobioma yang berbeda, yaitu adanya genera bakteri Bacteroides yang berlebihan menggantikan Prevotella, yang biasanya dominan pada orang Indonesia yang sehat. Tingkat spesies Prevotella menurun secara signifikan pada subyek diabetes tipe 2 dengan tubuh kurus.
Menurut beberapa penelitian, Bacteroides menunjukkan korelasi antagonis dengan Prevotella. Keberadaan Bacteroides dikaitkan dengan risiko tinggi diabetes tipe 2 karena peningkatan kadar lipopolisakarida dalam darah, menyebabkan penurunan sensitivitas insulin, sementara Prevotella bersifat antagonis terhadap pembentukan dan fungsi enterotipe Bacteroides.
Nakayama dan tim mengatakan, Prevotella sangat bergantung pada karbohidrat dalam makanan dan merupakan penghasil propionat yang kuat dengan fermentasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Sementara itu, propionat terlibat dalam pengaturan nafsu makan, metabolisme glukosa, dan mengurangi peradangan.
Nutrigenomik
Ju-Sheng Zheng dari Westlake University, China, memaparkan kaitan diet dengan kesehatan, terutama kaitannya dengan diabetes tipe 2. “Mikrobioma menjadi jembatan yang menghubungkan antara diet dan kesehatan,“ katanya.
Zheng mengatakan, mikrobioma usus terutama dibentuk oleh pola makan, yang bervariasi dan biasanya dipengaruhi oleh wilayah geografis. Beberapa kajian yang dilakukannya berupaya mengidentifikasi mikrobiota usus secara prospektif terkait dengan sifat glikemik dan diabetes tipe 2 dalam populasi yang beragam secara geografis, dan memeriksa kaitan faktor makanan atau gaya hidup dengan mikrobioma usus.
Dalam kajian terbaru dipublikasikan di jurnal Diabetologia (2022), Zheng dan tim telah mengidentifikasi 25 genera mikroba usus pada populasi di China yang berhubungan positif atau terbalik dengan sifat glikemik. Selain itu, ditemukan beberapa genera mikroba yang mendukung sifat glikemik secara konsisten dikaitkan dengan kebiasaan makan yang sehat, yaitu konsumsi sayuran, buah, ikan, dan kacang-kacangan yang lebih tinggi.
Dari kajian ini, Zheng menyimpulkan, beberapa mikrobioma usus secara prospektif terkait dengan sifat glikemik dan diabetes tipe 2 dalam populasi yang beragam secara geografis, dan menyoroti potensi diagnosis atau terapi berbasis mikrobiota usus untuk diabetes tipe 2.
Menurut Zheng, nutrisi yang optimal dan didorong oleh pola makan yang sehat, sangat penting untuk mencegah dan mengobati diabetes tipe 2. Selain itu, faktor makanan berinteraksi erat dengan mikrobioma usus untuk memodulasi kesehatan metabolisme manusia secara umum, tetapi khususnya yang terkait dengan diabetes tipe 2.
Zheng mengatakan, heterogenitas antarindividu yang cukup besar telah diamati sebagai respons terhadap makanan yang berbeda dan potensi pengembangan diabetes tipe 2. Ini menyiratkan bahwa rekomendasi diet “satu ukuran untuk semua“ saat ini tidak memenuhi kebutuhan spesifik individu.
Menurut Zheng, kemanjuran pengobatan diet tertentu untuk sekelompok individu belum tentu efektif diterapkan pada tingkat individu. Keterbatasan ini memerlukan pendekatan baru dalam nutrisi presisi atau nutrigenomik.