Protein Hewani Penting, Pastikan Porsinya juga Cukup
Pemenuhan protein hewani sangat penting diberikan dalam menu makanan pendamping ASI. Pemberian sumber protein hewani pun perlu dipastikan jumlahnya cukup sesuai dengan kebutuhan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·6 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Anak-anak makan nasi putih tanpa lauk atau yang biasa nereka sebut nasi kosong di Kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke, Papua, Kamis (10/11/2022).
Pada setiap porsi makanan pendamping ASI pada anak, asupan protein hewani harus menjadi “pemain utama” yang dikonsumsi. Asupan lainnya, seperti buah dan sayur justru hanya menjadi “pemain cadangan”. Hal tersebut penting untuk memastikan tumbuh kembang anak bisa optimal. Risiko terjadinya kurang gizi dan tengkes pun bisa dicegah.
Kebutuhan protein hewani yang amat penting pada usia anak ini yang juga mendorong Kementerian Kesehatan untuk memilih tema Hari Gizi Nasional 25 Januari 2023 “Protein Hewani Cegah Stunting”. Dengan memastikan asupan protein hewani bisa mencukupi, persoalan kurang gizi hingga tengkes atau stunting diharapkan bisa teratasi.
Protein hewani lebih unggul dibandingkan dengan protein nabati seperti tahu dan tempe karena kandungan komposisi asam amino esensialnya lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Tidak hanya itu, protein hewani juga kaya akan mikronutrien seperti vitamin B12, vitamin D, DHA, zat besi, dan zink.
Kandungan mikronutrien itu memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk menjaga daya tahan tubuh, membangun sistem saraf dan otak yang optimal, pembentukan sel darah merah, membantu penyerapan kalsium, serta mendukung pencernaan yang baik.
Protein hewani lebih unggul dibandingkan dengan protein nabati seperti tahu dan tempe karena kandungan komposisi asam amino esensialnya lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menuturkan, asam amino esensial yang terkandung dalam protein hewani diperlukan untuk menunjang pertumbuhan tinggi badan anak. Asam amino esensial dapat merangsang protein mTORC1 pada tubuh yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan tulang, otot rangka, sistem darah, dan perkembangan organ.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ibu memberi makan bayinya dengan bubur sehat saat peluncuran Gebyar Lomba Balita Sehat di Halaman Balaikota Surabaya, Jawa Timur, Januari 2022.
“Oleh karena itu, pangan kaya akan protein hewani perlu disosialisasikan secara masif, khususnya untuk mencegah dan mengatasi stunting (tengkes) pada tahap dini,” katanya di Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Konsumsi protein hewani semakin penting pada anak usia 6-24 bulan yang mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI). Pada anak usia 6-12 bulan, pemberian sayur dan buah justru tidak disarankan untuk diberikan. Sayur dan buah hanya menjadi tambahan untuk pengenalan tekstur dan rasa.
Pemberian sayur dan buah pada MPASI untuk anak usia tersebut dikhawatirkan dapat membuat pemenuhan protein hewani menjadi tidak optimal. Anak bisa terlanjur kenyang dengan sayur dan buah yang diberikan, sementara kebutuhan protein hewani belum tercukupi.
Kekurangan protein hewani pada MPASI dapat menyebabkan malnutrisi pada anak yang bisa berdampak pada terganggunya tumbuh kembang anak. Zat besi yang terkandung dalam protein hewani juga penting dalam pembentukan hemoglobin pada sel darah merah. Hemoglobin dibutuhkan untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ibu memberi makan bayinya dengan bubur sehat saat peluncuran Gebyar Lomba Balita Sehat di Halaman Balaikota Surabaya, Jawa Timur, Januari 2022.
Adapun lauk pauk yang menjadi sumber protein hewani, antara lain, daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging bebek, hati ayam, ikan, udang, cumi-cumi, telur, serta susu dan hasil olahannya. Berbagai sumber protein hewani tersebut memiliki kandungan protein yang berbeda jumlahnya. Komposisi asam amino pun berbeda. Itu sebabnya, konsumsi protein hewani perlu bervariasi.
Makanan pendamping
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB University Hardinsyah menuturkan, adanya protein hewani dalam MPASI tidak cukup. Manfaat yang didapatkan tidak akan optimal apabila jumlah yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. “Ada (protein hewani) saja itu belum baik. Harus dipastikan sesuai porsinya” katanya.
Menu makanan untuk anak sebaiknya tidak diberikan secara asal ada lauk, asal ada sayur, dan asal ada nasi. Makanan dengan lauk pauk sumber protein hewani tidak cukup hanya diberikan pada satu kali makan. Sumber pangan tersebut perlu disediakan setiap kali makan, setidaknya 2-3 kali sehari sesuai dengan kebutuhan energi harian.
Jumlah energi dari MPASI yang dibutuhkan pada anak akan berbeda tergantung dengan usianya. Pada anak usia 6-8 bulan, jumlah energi yang dibutuhkan per hari sebesar 200 kilokalori (kkal). Pemberian makan bisa dilakukan 2-3 kali setiap hari dengan 1-2 kali selingan.
Sementara pada bayi usia 9-11 bulan, jumlah energi harian yang dibutuhkan dari MPASI sebesar 300 kkal dengan frekuensi pemberian makan 3-4 kali sehari. Pada bayi usia 12-23 bulan, jumlah energi yang dibutuhkan dari MPASI per hari sebesar 550 kkal dengan pemberian 3-4 kali setiap hari.
Selain protein hewani, penambahan lemak pada MPASI juga diperlukan untuk menambah densitas energi. Lemak tersebut dapat berupa minyak kelapa, minyak jagung, dan santan. Bayi membutuhkan asupan protein dan lemak lebih banyak serta serat yang lebih sedikit dibandingkan dengan usia dewasa.
Ahli gizi dan dietetik Endang Budiwiarti mengatakan, penggunaan gula dan garam pada MPASI perlu diperhatikan. Asupan gula dan garam harus dibatasi di bawah lima persen dari total kalori pada anak usia di bawah dua tahun. Pada anak usia 0-12 bulan, kebutuhan garam kurang dari satu gram per hari atau kurang dari 400 miligram natrium.
Itu sebabnya, anak sebaiknya tidak diberikan makanan dengan asupan gula dan garam berlebih yang bersumber dari makanan olahan kemasan, seperti daging atau ikan olahan, mie instan, biskuit berlapis gula, roti, dan minuman kemasan. Keripik, camilan manis, dan jus siap saji juga harus dihindari.
Endang menuturkan, pada anak usia 0-24 bulan sebaiknya mendapatkan MPASI yang diolah sendiri di rumah. Selain asupan gizinya bisa dipastikan, kebersihannya pun lebih terjamin. Tekstur MPASI bisa disesuaikan dengan usia anak. Untuk anak usia 6-8 bulan bisa diberikan dengan bentuk yang lembut. Makanan bisa dihaluskan dengan cara disaring atau diblender.
Pada anak usia 9-11 tahun, tekstur makanan bisa lebih kasar. Makanan yang sudah dimasak bisa dicincang kasar. Sementara pada anak usia 12-23 bulan, makanan bisa cukup dipotong kecil-kecil untuk memudahkan anak dalam mengonsumsinya.
Menu MPASI
Endang menyampaikan, menu MPASI yang bisa diberikan pada anak usia 6-8 bulan dalam sekali makan antara lain: beras putih sebanyak 10 gram dengan hati ayam 25 gram, minyak kelapa 5 gram, dan bayam 10 gram. Dengan porsi sekali makan tersebut bisa memenuhi energi 100-125 kkal dengan persentase protein 15-20 persen dan lemak 45 persen. Menu lain yang bisa digunakan juga, yakni beras putih 10 gram, telur ayam 30 gram, tempe kedelai 10 gram, wortel 10 gram, dan santan 30 gram.
Sementara menu MPASI yang bisa diberikan untuk anak usia 9-11 bulan, yaitu kentang 50 gram, daging ayam 20 gram, tahu 15 gram, labu kuning 15 gram, dan margarin 5 gram. Pada menu makan tersebut bisa memenuhi kebutuhan 125-140 kkal dari kebutuhan hari dengan protein 15-20 persen dan lemak 45 persen.
KEMENTERIAN KESEHATAN
Menu MPASI
Pada anak usia 12-23 bulan, menu makan yang dapat diberikan untuk sekali makan, seperti makaroni 25 gram, daging sapi 25 gram, susu segar 20 gram, wortel 20 gram, dan margarin 5 gram. Dengan menu satu porsi tersebut mengandung energi sekitar 200 kkal dengan protein 15-20 persen dan lemak 45 persen. Itu artinya anak perlu mendapatkan 3 kali makan dengan porsi yang sama agar kebutuhan energi harian sebesar 550 kkal bisa tercukupi.
Menu selingan pun juga perlu disiapkan, seperti perkedel kentang isi daging, puding mangga, ataupun nugget ikan. “Dalam menyusun menu MPASI perlu diperhatikan tekstur, variasi, dan penyajian makanan,” kata Endang.
Pemenuhan nutrisi pada anak sejak usia dini sangat penting untuk mencegah terjadinya kurang gizi hingga tengkes. Kebutuhan protein hewani harus diutamakan pada menu makan anak, terutama pada anak usia 6-24 bulan. Selain itu, pastikan anak pada usia 0-6 bulan mendapatkan ASI eksklusif.
Protein hewani ini tidak hanya dibutuhkan untuk usia anak dalam MPASI, melainkan juga pada remaja, ibu hamil, dan ibu menyusui. Dengan memenuhi asupan gizi seimbang sesuai dengan usia dan kebutuhannya, persoalan tengkes di Indonesia seharusnya dapat diatasi dengan baik. Angka tengkes pun diharapkan bisa terus menurun.