Gempa, Pemberi Sinyal Perubahan Rotasi Inti Bumi
Penelitian terbaru di jurnal Nature Geoscience mengungkapkan, rotasi inti Bumi, hampir berhenti sekitar tahun 2009 dan kemudian berbalik ke arah yang berlawanan.
Manusia telah menginjakkan kaki hingga ke Bulan dan berancang-ancang ke planet lain. Namun, bagian terdalam Bumi yang berjarak ribuan kilometer di bawah kaki kita berpijak masih diliputi misteri. Kini, penelitian terbaru melaporkan, bahwa kita berada di tengah-tengah perubahan arah rotasi inti Bumi.
Penelitian yang dipublikasikan dua ilmuwan dari School of Earth and Space Sciences, Peking University, Yi Yang dan Xiaxodong Song, di jurnal Nature Geoscience pada Senin (23/1/2023), telah mengejutkan banyak orang. Kedua peneliti menyebutkan, rotasi inti Bumi hampir berhenti sekitar tahun 2009 dan kemudian berbalik ke arah yang berlawanan.
Ini mungkin terdengar seperti plot film blockbuster tentang kehancuran dunia. Tapi jangan terlalu khawatir. Tepatnya tidak ada apokaliptik yang dihasilkan dari siklus perputaran planet ini, yang kemungkinan telah terjadi selama jutaan tahun.
Para peneliti yang mengusulkan model ini bertujuan untuk memajukan pemahaman kita tentang tempat terdalam Bumi dan hubungannya dengan bagian dunia lainnya.
Baca juga: Inti Bumi Mulai Berputar ke Arah Sebaliknya
Pengamatan gempa
Misteri bagian terdalam di planet kita ini baru mulai terkuak setelah seismolog Denmark, Inge Lehmann menemukan, inti luar bumi yang cair menyelimuti logam padat yang berputar di bagian terdalam.
Pada tahun 1929, saat memeriksa data seismograf yang dikumpulkan setelah gempa besar di Selandia Baru, Lehmann memperhatikan bahwa seismograf yang ditempatkan di Kota Swerdlovsk (Yekaterinburg) dan Irkutsk Rusia mengumpulkan gelombang seismik dengan amplitudo yang lebih tinggi dari yang dia perkirakan. Dia juga menemukan bahwa beberapa gelombang yang menjauh dari fokus gempa tampak "bengkok".
Pada saat itulah, dia menyadari bahwa inti bumi membelokkan gelombang sekunder (S) dan beberapa gelombang primer (P), sehingga menciptakan zona bayangan di belakang inti, ketika gelombang tersebut berjalan keluar dari fokus gempa ke antipodanya di sisi lain planet ini.
Pada tahun 1936, Lehmann menerbitkan temuannya dalam sebuah makalah yang mengemukakan model tiga cangkang interior Bumi, yang terdiri dari mantel, inti luar, dan inti dalam. Gelombang seismik yang bergerak melalui setiap cangkang memiliki kecepatan yang berbeda tetapi konstan.
Teori Lehmann ini terkonfirmasi dengan kemajuan seismograf sejak 1970-an, yang memberikan bukti tegas tentang keberadaan inti terdalam Bumi. Batas antara inti dalam dan luar, yang terjadi pada kedalaman kira-kira 5.100 kilometer (km), dikenal sebagai diskontinuitas Lehmann.
Perubahan kecepatan gelombang mengungkapkan bahwa inti planet, terdiri dari pusat padat, sebagian besar terbuat dari besi dan nikel, di dalam cangkang besi cair dan elemen lainnya. Saat besi dari inti luar mengkristal di permukaan inti dalam, ia mengubah kerapatan cairan luar, mendorong gerakan berputar yang mempertahankan medan magnet bumi.
Tidak ada apokaliptik yang dihasilkan dari siklus perputaran planet ini, yang kemungkinan telah terjadi selama jutaan tahun.
Inti luar cair pada dasarnya memisahkan inti dalam selebar 2.400 km dari bagian planet lainnya, sehingga inti dalam dapat berputar dengan kecepatannya sendiri.
Temuan Lehmann ini telah membuka jalan bagi banyak penelitian lain. Karena begitu jauh dan suhu panas yang setara permukaan Matahari, inti Bumi tetap menjadi salah satu lingkungan yang paling sedikit dipahami di planet kita.
Xiaodong Song dan Paul G Richards dari Columbia University mempelajari gempa bumi yang berasal dari wilayah yang sama selama tiga dekade dan energinya terdeteksi oleh stasiun pemantauan yang jaraknya ribuan kilometer.
Hasil pengamatan panjang ini dilaporkan di jurnal Nature pada Juli 1996 yang menunjukkan bahwa, sejak 1960-an, waktu tempuh gelombang seismik yang berasal dari gempa bumi tersebut telah berubah. Hal ini menunjukkan bahwa inti dalam Bumi berputar lebih cepat daripada mantel planet, lapisan yang berada tepat di luar inti luar.
Studi selanjutnya menyempurnakan perkiraan tingkat rotasi itu dan menyimpulkan bahwa inti dalam berputar lebih cepat daripada mantel sekitar sepersepuluh derajat per tahun.
Wei Wang dan John E. Vidale, keduanya ilmuwan Bumi dari University of Southern California, memberi penjelasan menarik mengenai hal ini di jurnal Science Advance edisi Juni 2022. Dengan menggunakan data gelombang seismik yang dihasilkan oleh ledakan uji coba nuklir AS pada tahun 1969 dan 1971, Wang dan Vidale melaporkan bahwa antara tahun-tahun tersebut, inti dalam Bumi telah berotasi lebih lambat daripada mantel. Hanya setelah tahun 1971, kata mereka, inti dalam Bumi mulai berputar dengan kecepatan super.
Baca juga: Apa Jadinya jika Bumi Berhenti Berputar?
Berubah arah
Sekarang, Yang dan Song mengatakan bahwa inti dalam Bumi telah menghentikan putarannya relatif terhadap mantel. Mereka mempelajari gempa bumi sebagian besar dari antara tahun 1995 dan 2021, dan menemukan bahwa rotasi super inti dalam Bumi telah berhenti sekitar tahun 2009.
Mereka mengamati perubahan di berbagai titik di seluruh dunia, yang menurut para peneliti adalah fenomena di seluruh planet yang sebenarnya terkait dengan rotasi inti, dan bukan hanya perubahan lokal pada permukaan inti bagian dalam.
Data mengisyaratkan bahwa inti dalam bahkan mungkin sedang dalam proses bergeser kembali ke arah subrotasi. Jika demikian, sesuatu mungkin terjadi pada gaya magnet dan gravitasi yang mendorong rotasi inti dalam. Perubahan semacam itu mungkin menghubungkan inti dalam dengan fenomena geofisika yang lebih luas seperti peningkatan atau penurunan panjang hari di Bumi.
Namun, masih banyak pertanyaan sebelum kita bisa memperkirakan implikasinya, seperti bagaimana mempertemukan pelambatan rotasi yang dilaporkan Yang dan Song dengan beberapa perubahan cepat yang dilaporkan oleh peneliti lain. Satu-satunya jalan keluar dari kekacauan ini adalah menunggu lebih banyak gempa terjadi.
“Sejarah panjang perekaman data seismik yang berkelanjutan sangat penting untuk memantau gerakan jantung planet”, kata Yang dan Song, kepada Nature.
Ya, kita hanya harus lebih sabar menunggu untuk perlahan lebih memahami Bumi yang telah berumur setidaknya 4,543 miliar tahun ini.