Suara dari Istana untuk PRT Muncul, Proses di DPR Kini Dinanti
Perjalanan RUU PPRT akhirnya menemukan titik terang. Sikap pemerintah yang disampaikan langsung Presiden Jokowi menjadi jalan kiranya segera ditangkap para wakil rakyat di Senayan. Harapannya UU PPRT segera disahkan.

Presiden Jokowi didampingi Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, serta Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani, menyampaikan dukungan pemerintah terhadap pekerja rumah tangga, Rabu (18/1/2023). Presiden Jokowi memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera berkoordinasi dan konsultasi dengan DPR terkait pembahasan RUU PPRT.
Suara dari istana terkait urgensi kehadiran Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga akhirnya muncul ke publik. Presiden Joko Widodo, pekan lalu, di Istana Merdeka, menegaskan komitmen pemerintah yang berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga.
Selanjutnya, Presiden Jokowi menyatakan untuk mempercepat penetapan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera berkoordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua pemangku kebijakan.
RUU PPRT tidak hanya kita berfokus memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga saja, juga pengaturan terkait dengan pemberi kerja, majikan dan penyalur.
Menurut Presiden, percepatan penetapan UU PPRT tersebut penting karena jumlah PRT di Indonesia yang diperkirakan mencapai 4 juta jiwa rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.

”Sudah lebih dari 19 tahun RUU PPRT belum disahkan,” ujar Presiden Jokowi yang didampingi Menaker Ida Fauziyah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, serta Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani.
Di akhir pernyataannya, Presiden menegaskan kembali pentingnya kehadiran payung hukum di atas Peratuan Menteri Ketenagakerjaan untuk mengatur PRT yang rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.
Pernyataan Presiden Jokowi tersebut seperti oase di tengah perjalanan panjang PRT dalam memperjuangkan UU PPRT. Selama hampir mencapai dua dekade, upaya mereka berulang kali menghadapi ”kebuntuan” saat berproses legislasi RUU PPRT di DPR.
Baca juga: Pernyataan Presiden Menjawab Kebuntuan RUU PPRT
Perintah Presiden Jokowi untuk percepatan penetapan UU PPRT tentu saja memberi energi baru bagi para PRT dan Koalisi Sipil untuk UU PPRT. Selain itu, hal ini sekaligus sebagai angin segar yang memberikan harapan dan membangun opmistisme bahwa negara akan hadir melindungi PRT yang selama ini luput dari perhatian.

Optimistis semakin kuat karena komitmen dan upaya keras Presiden Jokowi dan pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap PRT didukung penuh para menteri terkait.
Sudah lama digagas
Menaker Ida Fauziah mengakui RUU PPRT sudah lama digagas dan diinisasi oleh DPR untuk menjadi UU. Tercatat semenjak DPR periode 2004-2009 dan seterusnya hingga akhirnya kembali menjadi prioritas Program Legislasi Nasional pada 2019-2024.
Terkait PRT, selama ini belum ada UU yang secara khusus mengatur PRT. Sejauh ini yang ada hanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015. ”Kami memandang bahwa peraturan yang lebih tinggi di atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu diperlukan dan sudah saatnya memang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu diangkat lebih tinggi menjadi undang-undang,” tegas Ida.
Dalam RUU PPRT, juga mengatur perlindungan sosial baik baik jaminan sosial kesehatan maupun jaminan sosial ketenagakerjaan. Namun, Menaker menegaskan bahwa RUU PPRT hanya mengatur perlindungan PRT di dalam negeri. Sementara untuk pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri sudah diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan PMI.

Menteri PPPA menegaskan, hadirnya RUU PPRT selain sebagai bentuk pengakuan terhadap PRT, juga sebagai perlindungan dari negara. Perlindungan tersebut tidak saja terkait dengan diskriminasi kekerasan, upah, dan sebagainya, tetapi juga mengatur perlindungan secara luas.
”RUU PPRT tidak hanya kita berfokus memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga saja, juga pengaturan terkait dengan pemberi kerja, majikan dan penyalur,” ujar Darmawati.
Ia pun menilai draf RUU PPRT sudah cukup mengakomodasi berbagai masukan semua pihak.
Baca juga: Pemimpin Agama Mengetuk Hati DPR, Segera Sahkan RUU PPRT
Bicara tentang komitmen pemerintah terkait mendorong proses percepatan RUU PPRT menjadi UU, Jaleswari menyatakan beberapa waktu lalu Kantor Staf Presiden membentuk Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT yang dipimpin Wakil Menkumham, dan Menaker sebagai leading sector didukung kementerian/lembaga, menyelesaikan draf RUU PPRT yang akan disandingkan dengan UU lainnya.

Sejumlah PRT, Selasa (14/12/2021), menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD di Senayan dengan cara merantai diri bersama-sama, seraya menyampaikan orasi kepada para wakil rakyat. Mereka mendesak DPR segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT.
Langkah tersebut dilakukan karena pemerintah menyadari dari perjalanan RUU PPRT dari konteks waktu sudah sangat lama.
”RUU PPRT menjadi sebuah keniscayaan karena mengingat waktunya lebih dari 18 tahun yang sudah dibahas dan tentu saja dalam pembahasan itu, banyak sekali perubahan-perubahan yang signifikan berdasarkan masukan dari berbagai stakeholder,” kata Jaleswari.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah berkolaborasi, berdialog, serta berkonsultasi dengan seluruh pemangku, termasuk masyarakat sipil, media, dan DPR.
Kolaborasi tersebut dilakukan pemerintah seperti arahan Presiden saat mendorong pembahasan dan pengesahan UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Pemecah kebuntuan
Perintah Presiden soal percepatan RUU PPRT menjadi UU sangat dinantikan. PRT dan Koalisi Sipil untuk UU PPRT sangat optimistis pernyataan Presiden Jokowi, sama seperti dalam proses legislasi UU TPKS, menjadi pemecah kebuntuan.
Baca juga: Lindungi Pekerja Rumah Tangga, Pemerintah Harapkan UU PPRT Segera Terwujud
Belajar dari UU TPKS, perintah Presiden Jokowi kepada kementerian/lembaga terkait RUU PPRT secara tidak langsung juga sebuah ”permintaan” kepada para anggota DPR, terutama dari koalisi partai pendukung pemerintah, untuk segera merampungkan RUU PPRT menjadi UU.
Karena itulah, selain apresiasi dan ucapan terima kasih, pasca-pernyataan Presiden Jokowi tersebut mengalir berbagai dukungan kepada pemerintah dan DPR agar segera melanjutkan proses legislasi RUU PPRT. DPR juga diingatkan agar membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya selama proses pembahasan RUU PPRT.
Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai pernyataan Presiden menunjukkan komitmen politik yang kuat dari pemerintah untuk memberikan pengakuan dan pelindungan bagi para PRT di Indonesia. Pernyataan Presiden harus ditindaklanjuti dengan komitmen serupa di DPR untuk menjadikan RUU PPRT sebagai usul inisiatif DPR agar dapat melangkah ke tahap pembahasan antara pemerintah dan DPR.

”Pimpinan DPR harus segera mengagendakan pengesahan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR dalam sidang paripurna terdekat,” ujar komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, bersama komisioner lainnya, Theresia Iswarini, Siti Aminah Tardi, Rainy Maryke Hutabarat, dan Olivia Salampessy dalam pernyataan pers, sesaat setelah pernyataan dukungan Presiden pada RUU PPRT.
Komnas Perempuan mencatat, kerentanan berlapis perempuan yang merupakan jumlah terbanyak dan terus bertambah di sektor kerumahtanggaan dalam kondisi tanpa pengakuan dan pelindungan yang utuh dari pemerintah.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat ada 2.344 kasus PRT dari 2005-2022 yang dilaporkan oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, termasuk laporan langsung di Komnas Perempuan. Adapun kekerasan terhadap PRT beragam mulai dari kekerasan fisik hingga gaji tidak dibayar.
Urgensi ratifikasi Konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi PRT dan urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai UU.
Komitmen Presiden untuk melakukan percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi UU juga diapresiasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang juga mendorong DPR segera menyetujui RUU PPRT sebagai RUU Inisitiaf DPR dalam sidang paripurna terdekat.
DPR dan pemerintah juga diharapkan mempertimbangkan hasil kajian Komnas HAM sebagai salah satu rujukan dalam pembahasan RUU PPRT, antara lain soal urgensi ratifikasi Konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi PRT dan urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai UU.
Komnas HAM menilai ratifikasi Konvensi ILO 189 dapat mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak PRT. Ratifikasi konvensi tersebut juga dapat menjadi norma rujukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU PPRT.

Sejumlah perempuan yangg tergabung dalam Koalisi Sipil untuk Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Karena itu, Ketua Komnas HAM Atnike Sigiro mengatakan, selain mendukung penuh dan melakukan upaya percepatan pengesahan RUU PPRT, Komnas HAM juga mendorong Kemenaker agar menjadi pihak yang menginisiasi ratifikasi Konvensi ILO 189.
Selama ini Komnas HAM banyak menerima pengaduan kasus PRT dalam dan luar negeri yang mengalami pelanggaran HAM, antara lain gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, kekerasan seksual, berhadapan dengan hukum serta permohonan bantuan perlindungan dan bantuan hukum.
Perjalanan panjang
Sepanjang tahun 2017-2022, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mendokumentasikan setidaknya 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT, seperti kekerasan ekonomi (tidak digaji, dipotong agen semena-mena), kekerasan psikis, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.
Bagi PRT, menurut Lita Anggraini, Koordinator Nasional JALA PRT, pernyataan Presiden Jokowi soal percepatan RUU PRT menjadi UU menjadi babak awal mewujudkan UU yang akan melindungi PRT setelah hampir 20 tahun berjuang.
Baca juga: Kawal Pembentukan UU PPRT untuk Lindungi Pekerja Rumah Tangga
Awalnya JALA PRT berjalan sendirian, sejak 2004 hingga 2017. Setelah itu, dukungan mulai datang, seperti Maju Perempuan Indonesia (MPI), Institut Sarinah, Kongres Wanita Indonesia (Kowani), hingga akhirnya sejumlah organisasi masyarakat sipil membentuk Koalisi Sipil untuk UU PRT.

Salah satu poster yang dibawa Koalisi Sipil untuk Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ketika menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Berbagai upaya dilakukan JALA PRT untuk menyuarakan RUU PRT yang bolak-balik masuk daftar Prolegnas DPR tetapi selalu mandek di jalan. Aksi dilakukan di kantor Kemenaker, DPR, hingga ke Istana Kepresidenan Jakarta. Dukungan pun mengalir, bahkan para pemimpin lintas agama bersuara mendesak DPR agar segera sahkan RUU PPRT jadi UU.
Dia mengakui tidak mudah menyuarakan isu PRT yang merupakan isu kelompok marginal, yang berbeda dengan isu lain orang cepat memberikan dukungan. Kendati demikian, Lita dan PRT tidak pernah putus asa meski jatuh bangun memperjuangkan RUU PPRT.
Namun, keyakinan bahwa perjuangan RUU PPRT akan berujung kini semakin kuat. Jalan menuju ke sana kini terbuka seiring munculnya suara dari istana. Pihak DPR pun sebenarnya memberi sinyal yang kuat. Beberapa anggota DPR yang selama ini juga ikut mendukung RUU PPRT, seperti Willy Aditya (Fraksi Nasdem) dan Luluk Nur Hamidah (Fraksi PKB), optimistis suara Presiden Jokowi akan mendorong DPR segera menyelesaikan proses legislasi RUU PPRT.
Maka, tindak lanjut para wakil rakyat kini dinanti....