Hari Raya Imlek yang Terus Berubah
Imlek tahun ini jatuh pada 22 Januari 2023. Setiap tahunnya, waktu Imlek selalu berubah-ubah. Meski berubah, waktu Imlek selalu jatuh antara 21 Januari dan 19 Februari atau di dekat waktu datangnya musim semi di China.
Imlek tahun ini jatuh pada Minggu, 22 Januari 2023. Kali ini, Imlek maju sepuluh hari dibandingkan dengan tahun lalu yang berlangsung pada 1 Februari 2022. Tahun depan, perayaan Imlek akan mundur 19 hari dan jatuh pada 10 Februari 2024. Maju mundur Imlek ini merupakan konsekuensi sistem kalender lunisolar atau suryacandra agar Imlek selalu hadir di musim yang sama.
Rata-rata, Tahun Baru China atau Imlek akan jatuh 10-12 hari lebih awal dibandingkan Imlek tahun sebelumnya. Namun, saat Imlek pada tahun berjalan jatuh kurang dari 10-12 hari sesudah tanggal 21 Januari, maka Imlek tahun berikutnya akan mundur 18-20 hari. Setiap tahunnya, Imlek akan senantiasa jatuh antara tanggal 21 Januari dan 19 Februari.
Meski Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda dalam kalender Gregorian atau kalender Masehi, tetapi akan selalu berada di dekat waktu datangnya musim semi (lì chūn) di China pada 4 Februari. Awal musim semi di China itu terletak di antara dua patokan posisi Matahari (jié atau qì), yaitu dà hán (dingin maksimum) yang terjadi pada 21 Januari dan yǔ shuǐ (hujan air) pada 19 Februari.
Sistem penyebutan tahun berdasarkan nama binatang shio dan elemennya itu membuat kalender China sulit dipisahkan dari aspek astrologinya atau fengsui.
Dalam astronomi China, satu putaran Bumi mengelilingi Matahari dibagi dalam 24 posisi Matahari dan masing-masing memiliki lebar 15 derajat. Nama setiap jié ditentukan berdasarkan fenomena musim di China. Dalam sistem koordinat ekliptika menurut bidang edar Bumi mengelilingi Matahari, dà hán berada di bujur ekliptika 300 derajat dan yǔ shuǐ 330 derajat. Awal musim semi (lì chūn) terjadi saat Matahari berada di bujur ekliptika 315 derajat.
”Awal musim semi di China lebih awal sekitar 45 hari dibandingkan awal musim semi menurut astronomi Barat yang jatuh saat Matahari berada di ekuinoks Maret antara 19 Maret-21 Maret,” kata peneliti astronomi di Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bandung, Andi Pangerang Hasanuddin, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/1/2023).
Data Time and Date menyebut Bulan (moon) baru akan terjadi pada 22 Januari 2023 pukul 04.53 waktu Beijing. Sejak China mengadopsi sistem kalender Gregorian pasca-Revolusi China 1912, awal hari di China ditetapkan sama dengan ketentuan dalam kalender Gregorian, yaitu mulai pukul 00.00. Maka, hari terjadinya fase Bulan baru itu ditetapkan sebagai awal bulan (month).
Dengan demikian, awal bulan pertama dalam kalender Tionghoa tahun ini jatuh pada 22 Januari 2023.
”Jika dipadankan dengan konsep astronomi modern atau Barat, Imlek akan selalu terjadi saat Matahari berada di arah rasi Akuarius,” katanya.
Meski demikian, Helmer Aslaksen dalam ”The Mathematics of the Chinese Calendar”, 2010, menyebut Imlek umumnya akan terjadi antara 21 Januari dan 19 Februari. Namun, Imlek bisa juga terjadi antara 21 Januari dan 21 Februari. Dalam perhitungan 1.000 tahun Imlek antara tahun 1645 dan 2644 yang dilakukan Aslaksen, diketahui hanya ada 18 kali Imlek yang jatuh pada 21 Januari dan 10 kali Imlek pada 20 Februari. Sementara Imlek pada 21 Februari, hanya terjadi satu kali dalam seribu tahun, yaitu tahun 2319.
Kelinci Air
Kalender Tionghoa adalah kalender lunisolar atau suryacandra, yaitu perpaduan antara sistem penanggalan Bulan dan penanggalan Matahari. Pola kalender lunisolar ini juga digunakan pada kalender Yahudi dan Hindu. Panjang bulan ditetapkan berdasarkan periode revolusi Bulan memutari Bumi sekitar 29,5 hari, sedangkan panjang tahunnya menggunakan periode revolusi Bumi mengelilingi Matahari, yaitu 365,25 hari.
Baca juga: Mengapa Desember Jadi Bulan Ke-12 dalam Kalender Masehi?
Periode revolusi Bulan itu membuat panjang satu bulan kalender China hanya ada 29 hari atau 30 hari, sama dengan kalender Islam atau Hijriah dan Jawa. Bedanya, awal bulan kalender Islam ditentutan berdasarkan kenampakan Bulan sabit tipis pertama, sedangkan kalender Tionghoa berdasarkan waktu terjadinya Bulan baru alias terjadinya konjungsi, yaitu kesegarisan Matahari-Bulan-Bumi menurut waktu Beijing, China. Adapun panjang bulan kalender Jawa dipatok 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap.
Sementara itu, panjang satu tahun kalender China juga terdiri atas 12 bulan dengan panjang 353-355 hari. Jika tahun kabisat dalam kalender Masehi dilakukan dengan menambah 1 hari yang diletakkan pada bulan Februari, tahun kabisat kalender China ditetapkan dengan menambah 1 bulan. Dengan demikian, tahun kabisat kalender China memiliki 13 bulan dengan jumlah hari antara 383 hari dan 385 hari.
Penambahan satu bulan itu untuk menyesuaikan dengan panjang satu tahun dalam kalender Masehi. Jika tidak ada penambahan, Imlek akan maju terus seperti penentuan Idul Fitri dalam kalender Islam. Penambahan bulan kabisat ini juga untuk menjaga agar Imlek selalu jatuh di dekat awal musim semi di China.
Untuk penamaan tahun, kalender China tidak menggunakan angka tahun yang terus bertambah setiap tahunnya seperti pada kalender lain. Ahli matematika yang banyak meneliti soal kalender Peter J Meyer dalam tulisannya, ”The Structure of the Chinese Calendar”, 2003, menyebut penamaan tahun dalam kalender China menggunakan siklus 60 tahunan.
Nama setiap tahun dalam siklus 60 tahunan itu dibuat berdasarkan perpaduan nama lima jenis elemen (kayu, api, tanah, logam, air) dan 12 jenis binatang shio (tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing, dan babi). Sebagai gambaran, tahun pertama dalam siklus tersebut dinamai tikus kayu, tahun kedua kerbau api, dan tahun ke-60 disebut babi air.
Sistem penyebutan tahun berdasarkan nama binatang shio dan elemennya itu membuat kalender China sulit dipisahkan dari aspek astrologinya atau fengsui. Kondisi ini berbeda dengan sejumlah kalender lain, seperti kalender Masehi, Hijriah, atau Jawa, yang fungsi astronomis-matematisnya sudah dipisah dengan fungsi astrologinya.
Baca juga: Kalender Islam dan Kalender Jawa, Produk Budaya yang Kian Terpinggirkan
Namun, karena tahun dalam kalender China berjalan bersamaan dengan kalender Masehi meski tidak tepat sepenuhnya, maka nama tahun Masehi sering disebutkan bersamaan dengan tahun China. Alhasil, tahun 2023 disebut tahun Kelinci Air.
”Di China pun, penyebutan tahun yang umum digunakan adalah tahun Masehi,” kata Andi.
Beberapa versi kalender China sebenarnya memiliki angka tahun berbeda meski kurang populer. Di Indonesia, seperti ditulis Kompas, 18 Februari 2015, sistem kalender China yang digunakan mengacu pada kalender yang dipakai umat Khonghucu. Dalam penanggalan mereka, Imlek 22 Januari 2023 bertepatan dengan 1 Zheng Yue (Hokian: Chia Gwee) 2574 Kongzili (Hokian: Khongculek).
Tahun Kongzili adalah sebutan yang mengacu pada tahun kelahiran Nabi Kongzi (Hokian: Khongcu) pada 551 sebelum Masehi. Nabi Kongzi adalah nabi dan rasul terbesar serta terakhir dalam agama Khonghucu.
Selain itu, ada juga yang menyebut tahun kalender China berdasarkan tahun pertama pemerintahan Kaisar Kuning pada tahun 2698 sebelum Masehi (SM). Namun, siklus 60 tahunan diyakini baru ditemukan pada 2637 (SM) di masa pemerintahan Kaisar Huang. Dengan acuan ini, tahun 2023 dianggap sama dengan tahun 4721 dalam kalender China.
Kabisat
Tahun 2023 adalah tahun kabisat dalam kalender China, artinya akan ada 13 bulan dalam satu tahun. Penggunaan tahun kabisat ini untuk memastikan tahun baru Imlek akan selalu jatuh di sekitar datangnya musim semi di China.
Penambahan bulan kabisat ini penting sehingga kalender bisa tetap digunakan masyarakat di wilayah subtropis atau daerah lintang tinggi untuk bertani yang sangat bergantung kepada musim. Dengan demikian, fungsi keagamaan, astrologi atau peramalan, serta pertanian masyarakat China cukup mengacu pada satu kalender saja. Sementara dalam kalender Jawa, masyarakat menggunakan kalender Pranatamangsa untuk bertani.
Baca juga: Kalender Masehi Masih Menyimpan Kesalahan
Untuk menentukan sebuah tahun disebut kabisat atau bukan, menurut Meyer, ditentukan berdasarkan jumlah fase Bulan baru dari awal bulan ke-11 pada tahun sebelumnya dalam kalender China hingga awal bulan ke-11 dalam tahun berjalan. Jika dalam masa itu terdapat 13 fase Bulan baru, tahun itu ditetapkan sebagai tahun kabisat.
Selain itu, kata Andi, penentuan tahun kabisat juga bisa mengacu pada pola tertentu. Dalam 19 tahun kalender China, terdapat tujuh tahun kabisat dengan tahun kabisat diletakkan pada tahun ke-3, 6, 8, 11, 14, 17, dan 19. Dengan demikian, pola jarak antartahun kabisat itu adalah 3-3-2-3-3-3-2.
Meski tahun kabisat memiliki 13 bulan dalam setahun, tidak ada bulan yang bernama bulan ke-13. Dalam kalender China, nama bulan disesuaikan dengan nomor urutannya, seperti bulan ke-1 atau zhēngyuè, ke-2 (èryuè), hingga ke-11 (dōngyuè). Khusus bulan ke-12 diberi nama làyuè yang artinya bulan terakhir.
Penempatan bulan kabisat itu akan disisipkan pada bulan yang hanya memiliki satu posisi Matahari (jié) karena dalam bulan yang tidak kabisat akan memiliki dua jié. Tahun 2023 ini, bulan yang hanya memiliki satu jié adalah bulan ke-1, yaitu hanya lì chūn. ”Namun, karena bulan sisipan tidak boleh ditempatkan pada bulan ke-1 atau bulan ke-12, maka bulan kabisat tahun ini ditempatkan pada bulan ke-2,” katanya.
Karena bulan ke-2 (èryuè) tahun 2023 ditetapkan sebagai bulan kabisat, maka nama bulan ke-2 disebut dua kali dalam satu tahun. Bulan ke-2 pertama akan jatuh antara 20 Februari 2023-21 Maret 2023 atau memiliki panjang 30 hari, sedangkan bulan ke-2 berikutnya bertepatan dengan 22 Maret 2023-19 April 2023 atau mempunyai 29 hari.
Baca juga: Maju Mundur Imlek
Dengan demikian, panjang tahun 2023 pada kalender China kali ini adalah 385 hari. Bandingkan dengan panjang tahun 2022 kalender China yang hanya 355 hari.
Sama seperti sistem kalender lainnya, termasuk kalender Masehi sekalipun, kalender China juga memiliki ketidaktepatan yang berpotensi menimbulkan kerumitan di masa depan. Namun, kalender China menunjukkan, serumit apa pun aturan yang digunakan dalam sebuah kalender dan seberapa banyak variasi kalender, adanya otoritas tunggal dan wilayah hukum yang jelas membuat sebuah kalender tetap bisa dimanfaatkan untuk mengatur ritme hidup manusia.