Protein Hewani Sangat Dianjurkan sebagai Makanan Pendamping ASI
Protein hewani merupakan kebutuhan utama yang harus tersedia pada setiap makanan pendamping ASI yang diberikan kepada anak. Pemberian sayur dan buah justru tidak disarankan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sayur dan buah tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai menu makanan pendamping ASI kepada anak usia 6 bulan sampai 12 bulan. Porsi pangan dengan kandungan protein hewani justru harus diutamakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tengkes.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam jumpa media terkait Hari Gizi Nasional 2023 menuturkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menyarankan pemberian sayur dan buah diberikan sebagai makanan pendamping ASI (MPASI) kepada anak. Pemberian sayur dan buah dikhawatirkan dapat membuat asupan protein hewani menjadi tidak optimal.
”Tujuan pokok kita yakni agar kebutuhan protein hewani pada anak-anak sejak mendapatkan MPASI bisa adekuat. Sayur dan buah sebaiknya tidak diberikan kecuali hanya untuk mengenali rasa saja, bukan sebagai makanan utama. Protein hewani harus menjadi prioritas dalam MPASI,” katanya.
Untuk itu, Piprim menyarankan, pemberian makanan tambahan dalam pelayanan posyandu pun sebaiknya lebih banyak berupa pangan protein hewani, seperti telur, ikan, dan unggas. Pemberian kacang hijau dan biskuit sebaiknya tidak terlalu banyak. Protein hewani sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencegah dan mengatasi tengkes (stunting) pada tahap dini.
Tujuan pokok kita yakni agar kebutuhan protein hewani pada anak-anak sejak mendapatkan MPASI bisa adekuat. Sayur dan buah sebaiknya tidak diberikan kecuali hanya untuk mengenali rasa saja bukan sebagai makanan utama. Protein hewani harus menjadi prioritas dalam MPASI. (Piprim B Yanuarso)
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB University Hardinsyah menuturkan, pangan hewani telah terbukti berperan penting dalam pemenuhan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dalam pencegahan tengkes. Pangan hewani memiliki keunikan yang mendukung pertumbuhan seorang anak.
Protein hewani kaya akan asam amino, lemak yang baik, serta kaya akan vitamin dan mineral. Adapun sumber pangan hewani tersebut seperti, telur, ikan, daging, susu dan produk turunannya, bahkan ulat dan serangga.
”Dari penelitian terbukti bahwa anak umur 6 bulan sampai 23 bulan yang biasa makan telur lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak biasa makan telur. Namun, perlu diperhatikan sebaiknya pemberian protein hewani bisa beragam,” katanya.
Hardinsyah menuturkan, protein hewani yang dikonsumsi sebaiknya juga berasal dari pangan lokal. Hal tersebut bisa disesuaikan dengan ketersediaan yang mudah diakses. Selain itu, pemenuhan gizi tetap perlu disertai dengan stimulasi yang baik pada anak untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Selain pada anak, Wakil Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Budi Wiweko menyampaikan, pemberian protein hewani pun penting bagi ibu hamil. Pemenuhan protein hewani sebaiknya juga disiapkan setidaknya 100 hari sebelum masa kehamilan.
”Konsumsi protein tinggi sangat penting untuk persiapan sel telur. Tidak hanya pada perempuan, protein tinggi juga perlu bagi pria untuk pembentukan sperma yang berkualitas. Dengan begitu, embrio yang terbentuk pun bisa baik dan tentunya janin pun menjadi berkualitas,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022, konsumsi protein per kapita di penduduk Indonesia masih rendah. Asupan makanan kini masih didominasi kelompok karbohidrat seperti padi-padian dan umbi-umbian.
Pada Maret 2022, rata-rata konsumsi karbohidrat seperti padi-padian mencapai 19,8 gram per kapita per hari. Sementara konsumsi pangan protein hewani seperti ikan, udang, dan cumi sebesar 9,58 gram per kapita per hari. Angka tersebut lebih rendah pada pangan hewani jenis daging sebesar 4,79 gram per kapita per hari serta telur dan susu sebesar 3,37 gram per kapita per hari.
Pelaksana Tugas Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Ni Made Diah menuturkan, pemerintah berupaya meningkatkan konsumsi protein hewani di masyarakat. Saat ini, konsumsi protein hewani di Indonesia, seperti telur, daging, serta susu dan produk turunannya termasuk yang terendah di dunia.
”Kita akan terus mendorong berbagai pihak untuk bisa membantu mengedukasi masyarakat akan pentingnya protein hewani sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting. Konsumsi protein hewani diperlukan, baik sebelum anak lahir yaitu melalui ibu hami, maupun setelah anak lahir melalui ibu menyusui dan pemberian MPASI mulai anak usia enam bulan,” katanya.