Untuk mencegah wabah campak, butuh capaian cakupan imunisasi minimal 95 persen agar menjadi kekebalan kelompok. Jika hal itu tidak tercapai, kejadian luar biasa penyakit tersebut sulit dihindari.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak yang menderita campak dapat mengalami berbagai komplikasi yang berujung pada kematian. Padahal, hingga kini belum ada pengobatan campak. Untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut dan membentuk kekebalan kelompok, cakupan imunisasi dasar lengkap mesti terpenuhi.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Anggraini Alam menjelaskan, cakupan imunisasi yang rendah menyebabkan kekebalan kelompok (herd immunity) tidak tercapai. Apalagi, banyak warga menganggap infeksi campak telah hilang sehingga kewaspadaan menjadi turun.
Selain itu, hingga kini tidak ada pengobatan untuk penyakit campak. Namun, penyakit tersebut dapat dicegah dengan imunisasi dasar lengkap pada anak. Menurut Anggraini, kematian tertinggi pada infeksi campak terutama disebabkan radang paru atau pneumonia.
”Efek pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab menurunnya capaian imunisasi nasional. Karena itu, semakin banyak yang tidak divaksinasi, maka kian rentan risiko terinfeksi,” ujar Anggraini pada temu media mengenai kejadian luar biasa (KLB) campak, Kamis (19/1/2023).
Anggraini menambahkan, data yang diterima dari Kementerian Kesehatan menyebutkan terjadi peningkatan kasus campak mencapai 32 kali lipat pada tahun 2022. Dari 132 orang pada 2021 menjadi 3.341 kasus pada tahun 2022.
Cakupan imunisasi yang rendah menyebabkan kekebalan kelompok tidak tercapai. Apalagi, banyak warga menganggap infeksi campak telah hilang sehingga kewaspadaan menjadi turun.
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ada 3.341 kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2022. Adapun penetapan kejadian luar biasa (KLB) yang dilaporkan sebanyak 223 kabupaten atau kota dari 31 provinsi. ”Penjelasan secara detail akan dipaparkan pada besok (Jumat),” ujarnya.
Juru bicara Kemenkes, M Syahril, dalam keterangan pers tertulis, Rabu (11/1/2023), mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, seperti melindungi generasi dari kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Apalagi, capaian imunisasi nasional tahun 2022 belum mencapai target. Salah satunya disumbang dari provinsi di luar Jawa dan Bali dengan capaian per provinsi masih di bawah 35 persen.
Ahli kesehatan masyarakat dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Narila Mutia Nasir, menyampaikan, imunisasi merupakan pencegahan terbaik untuk melindungi anak dari campak. Karena itu, penting sekali untuk memberikan vaksin kepada anak.
Sebagian besar anak yang telah divaksin akan kebal terhadap campak seumur hidupnya. Untuk mencegah wabah, dibutuhkan capaian cakupan imunisasi campak minimal 95 persen supaya menjadi kekebalan kelompok. Jika anak tidak divaksin, risiko terjadinya penularan penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I) bisa terjadi.
Kejadian luar biasa penyakit berbahaya tersebut pun akan sulit dihindari. ”Tugas semua pihak agar target imunisasi nasional dapat tercapai. Masyarakat dapat terus disadarkan akan pentingnya imunisasi melalui upaya promosi, sedangkan pemerintah menyiapkan pelayanan imunisasi yang dapat dijangkau masyarakat,” katanya.
Kenali gejala campak
Campak merupakan penyakit infeksi virus paramyxovirus yang dapat menular melalui udara. Anggraini menyebutkan, penyakit campak terbagi tiga fase pada tubuh, seperti ditandai muncul gejala berupa demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit yang disertai dengan batuk atau pilek. Kemudian, terjadi ruam merah di bagian tubuh dan mengalami mata merah.
Ruam berawal dari belakang telinga yang kemudian merembet ke bagian tubuh lainnya seperti tangan dan kaki. Anggraini meminta agar masyarakat mewaspadai gejala dan pemicu penularan yang berpotensi menjadi wabah.
”Campak berpotensi wabah karena penularannya melalui udara dan sangat mudah menular. Jadi, saat ada demam dan ruam dapat diperiksa ke fasilitas kesehatan agar lebih dini ditangani,” katanya.