Perpustakaan Daerah NTT Terus Berbenah dengan Layanan Digital
Perpustakaan daerah di NTT terus berbenah menuju layanan digital. Perpustakaan e-perpust NTT ini harus bisa bekerja sama dengan semua pegiat literasi di desa-desa.
KUPANG, KOMPAS — Kemajuan dunia digitalisasi mengharuskan Perpustakaan Daerah Nusa Tenggara Timur pun pun terus berbenah, guna menyesuaikan diri dengan layanan digital yang tengah berkembang. Kini, perpustakaan NTT melakukan pendataan ulang semua buku yang ada untuk masuk dalam dunia digital.
Layanan e-perpustakaan harus bisa terkoneksi dengan para pegiat literasi di desa-desa untuk meningkatkan SDM secara merata sekaligus menekan hoaks di masyarakat.
Gedung perpustakaan provinsi dengan tiga lantai di tengah Kota Kupang, Rabu (18/1/2023) tampak sepi. Pagi itu, sekitar tujuh pengunjung berada di lantai dua dan lantai tiga gedung itu. Mereka mencari informasi atau data yang dibutuhkan. Lantai dasar menyediakan buku bacaan anak-anak.
Kepala Dinas Perpustakaan Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Kanisius Mau mengatakan, jumlah pengunjung yang hadir langsung di perpustakaan menurun. Konsumen sudah terlayani secara daring. Juga bertepatan dengan hari libur sehingga kehadiran pelajar, mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat umum terbatas.
”Kami sudah mulai dengan layanan digital sejak 2020, saat pandemi Covid-19. Terus berpacu meski masih menghadapi sejumlah masalah seperti sumber daya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana pendukung, dan lainnya. Tetapi kami terus berupaya memberi layanan terbaik bagi masyarakat NTT, baik secara online maupun manual,” kata Kanisius.
Baca juga : Perpustakaan Daerah NTT di Kota Kupang Hanya Dikunjungi Pelajar
Perpustakaan ini didirikan 23 Mei 1956, dengan sebutan perpustakaan negara. Kini perpustakaan terbesar di Nusa Tenggara Timur itu memasuki usia 67 tahun. Usia yang tidak mudah. Perpustakaan ini tentunya menjadi panutan, contoh, dan acuan dari 22 perpustakaan kabupaten/kota di NTT, juga sponsor literasi di masyarakat.
Berbenah
Menurut Kanisius, perpustakaan provinsi ini terus berbenah. Ia berhasil meraih 10 besar dalam posisi ranking empat nasional, 2022. Kategori perpustakaan dengan inovasi di bidang layanan pinjam buku antar di tempat secara gratis (Lapbutis), dan layanan internet atau digital. Penghargaan ini terus memacu perpustakaan yang sudah berusia 67 tahun ini untuk terus berbenah.
Inovasi di bidang digital ini juga berkat dukungan dari Perpusnas. Pojok baca secara online dan manual sebanyak dua unit, yakni di Polda NTT, dan satu lagi di Bandara El Tari Kupang.
Bantuan buku-buku umum dan sekolah serta bantuan 11 unit komputer khusus untuk perpustakaan. Selain itu, juga ada bantuan lima unit komputer dari Bunda Baca, Julie Laiskodat, untuk mendukung kegiatan operasional perpustakaan.
Bantuan Perpusnas lain berupa dua unit mobil Perpustakaan yang terus bergerak melakukan pelayanan di daratan Timor barat. Dua unit mobil ini membawa buku-buku bacaan anak-anak, buku sekolah, buku tentang pertanian-peternakan, dan buku-buku umum lain.
Mobil itu parkir selama satu pekan di beberapa desa dan sekolah. Layanan mobile ini dilakukan secara bergilir bagi semua sekolah dan desa di daratan Timor barat.
Baca juga : Pendidikan Literasi Memberdayakan Kesejahteraan Hidup Masyarakat NTT
Ia mengatakan, semangat baca masyarakat masih rendah. ”Tetapi dengan keseringan kunjungan, mereka bisa tertarik membaca dan mengambil informasi dari bacaan-bacaan itu. Mereka bisa fotokopi, mencatat informasi yang mereka butuhkan, dan foto dengan ponsel pribadi. Ini, kebanyakan dilakukan anak-anak sekolah, terutama tingkat SMA,” kata Kanisius.
Masyarakat bisa mengakses secara daring di www.arpus.nttprov.go.id dan melalui https://eperpustntt.moco.co.id.
Hanya saja sebagian warga NTT masih kesulitan mengakses web ini karena keterbatasan jaringan telepon atau Wi-Fi, perangkat ponsel atau komputer, dan keterbatasan listrik. Juga belum semua masyarakat memahami web ini karena belum ada sosialisasi secara luas.
Kepala Bidang Layanan dan Pembinaan Perpustakaan Dinas Perpustakaan NTT Dollyres Chandra mengatakan, saat ini rata-rata pengunjung yang datang langsung ke gedung perpustakaan 100 orang per hari. Jumlah ini terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, berkisar 4-5 orang.
Jumlah judul buku di perpustakaan itu sebanyak 10.620 judul dan 244.244 eksemplar. Ada satu judul memiliki 2-5 buku sehingga eksemplar lebih banyak dari judul.
Jumlah 10.620 judul ini termasuk juga buku-buku tentang NTT, baik dari sisi budaya, sejarah, pertanian, peternakan, perikanan, industri, dan sumber daya alam.
Baca juga : Sejumlah 12.000 Judul Buku disalurkan ke Perpustakaan NTT
Ia mengatakan, sebelumnya, sistem kunjungan, peminjaman, dan keanggotaan perpustakaan didata secara manual, sekarang semua pakai system digital melalui e-perpust NTT.
Koleksi masih sedikit. Tetapi pengunjung, terutama anak-anak, sangat senang memanfaatkan TBM ini untuk mengerjakan tugas sekolah, membaca, menulis, dan membuat karangan singkat. (Wilfridus Babun)
”Dengan ini kita bisa kontrol jumlah buku yang ada. Siapa saja yang datang, baca, salin, dan pinjam. Kapan buku dipinjam, kapan kembalikan, dan lainnya,” katanya.
Pembenahan lain, yakni dilakukan ”opname” buku atau pendataan kembali. Berapa jumlah judul buku, jenis buku, eksemplar, buku-buku yang rusak, buku-buku yang baru tiba, dan lain-lain. Semua dilakukan staf perpustakaan. Sebanyak lima ruangan di gedung perpustakaan yang berisikan buku-buku akan dilakukan ”opname”.
Secara daring
Buku-buku di perpustakaan itu memiliki barcode, dipasang staf perpustakaan. Ini untuk menjaga lalu lintas buku. Apakah buku itu masih ada, hilang, rusak, dan lainnya. Barcode itu sekadar mengetahui keberadaan atau pergeseran buku-buku dari perpustakaan itu secara daring.
Selain itu, juga untuk memastikan kepada pengunjung manual dan digital bahwa buku itu ada di perpustakaan. Tidak semua buku dengan barcode bisa dibaca secara daring.
Baca juga : Seniman dan Sastawan NTT Butuh Perhatian Pemerintah
Ia mengatakan, untuk memastikan buku itu bisa dibaca online atau tidak, itu hak pengarang atau penerbit. ”Kami kerja sama dengan mereka untuk mendapatkan soft copy agar bisa masuk di dalam e-perpustNTT. Jadi, tidak semua buku bisa dibaca leluasa secara daring, kecuali judul buku, penerbit, pengarang, dan tahun terbit,” kata Dolly.
Pegiat literasi di Manggarai Flores dan Sumba, P Wilfridus Babun SVD, mengatakan, perpustakaan daerah harus membangun kerja sama dengan semua pegiat literasi melalui web arpusntt.go.id atau e-perpust NTTtadi. Ada pondok baca, teras baca, pojok baca, perpustakaan desa, dan taman bacaan masyarakat (TBM) seperti TBM yang dikelola Wilfridus.
”Saya punya tujuh TBM, tersebar di Manggarai dan Sumba. Buku-buku kami adakan sendiri, juga dapat bantuan dari beberapa donator buku. Jumlahnya masih sedikit. Tetapi pengunjung, terutama anak-anak, sangat senang memanfaatkan TBM ini untuk mengerjakan tugas sekolah, membaca, menulis, dan membuat karangan singkat,” ujarnya.
Ia berharap, perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota bisa membangun kerja sama dengan semua pegiat literasi di NTT. ”Dengan kerja sama di bidang literasi termasuk perpustakaan, SDM secara bertahap bisa maju merata di NTT. Tidak hanya itu, kerja sama antara kegiatan berliterasi di masyarakat, dan perpustakaan juga bisa menekan hoaks yang sedang marak saat ini,” katanya.
Baca juga : Beatrix Yunarti Memberdayakan SDM Generasi Muda di Perbatasan RI-Timor Leste