Maraknya jajanan yang minim gizi atau ”junk food” masih menjadi hambatan perbaikan gizi anak Indonesia. Meski bisa berdampak negatif pada kesehatan anak dalam jangka panjang, makanan ini masih banyak dikonsumsi.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Murid SDN 03 /05 Muara Angke, Penjaringan, Jakarta, menerima pembagian makanan tambahan untuk anak sekolah berupa susu UHT dan bubur kacang hijau, Senin (2/4).
JAKARTA, KOMPAS — Nutrisi esensial yang sangat penting untuk anak kerap terabaikan karena konsumsi kebanyakan anak-anak didominasi makanan junk food yang tinggi kalori. Padahal, rutin mengonsumsi junk food dapat menyebabkan kelebihan kalori, lemak, dan karbohidrat sehingga anak rentan terkena penyakit.
Makanan yang memiliki kalori, lemak, dan gula yang tinggi itu menjadi masalah dalam upaya memperbaiki asupan gizi anak. Selain itu, banyak keluarga masih kurang memenuhi kebutuhan asupan protein hewani untuk anak-anaknya.
Menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, pemilihan makanan pada anak sering kali tidak memenuhi porsi seimbang karena cenderung tinggi lemak dan gula. Kondisi ini semakin menyulitkan upaya mengatasi masalah gizi anak yang telah lama ada, seperti stunting (tengkes).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama atau kronis, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi. Kebutuhan protein hewani terbukti mampu merangsang pertumbuhan sel-sel penting di tubuh anak baik fisik, kognitif, maupun psikisnya.
Piprim menjelaskan, protein hewani, seperti daging, telur, dan ikan, sangat penting dalam pencegahan tengkes karena mengandung asam amino yang tidak bisa ditemukan pada protein nabati seperti kacang-kacangan. ”Sayangnya, makanan kudapan atau jajanan anak-anak kebanyakan junk food yang tinggi tepung dan gula. Dari sisi kandungan makronutrien saja sudah tidak mencukupi sehingga susah cegah stunting,” katanya dalam temu media secara daring, di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pelajar di salah satu sekolah dasar di kawaan Tanah Abang, Jakarta, membeli jajanan di pedagang kaki lima setelah pulang sekolah, Selasa (26/1/2016). Kewaspadaan terhadap bahan makanan yang dijual dapat mencegah anak-anak sekolah terhindar penyakit.
Hasil survei Status Gizi Indonesia (SGI) 2021 menunjukkan, satu dari empat anak Indonesia mengalami tengkes dan satu dari 10 anak mengalami gizi kurang walau prevalensi tengkes telah menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 24,4 persen pada 2021. Pemerintah menargetkan prevalensi tengkes ini bisa menurun setidaknya 3 persen per tahun untuk mencapai angka 14 persen pada 2024.
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, upaya penurunan tengkes dilakukan dengan, salah satunya, memberikan zat gizi yang baik, terutama protein hewani kepada anak. Orangtua juga harus memahami makanan sumber protein hewani bagi anak karena protein hewani mengandung asam amino esensial lengkap yang bermanfaat mendukung pembentukan semua hormon pertumbuhan.
”Perlu pemahaman dan dukungan orangtua untuk memberi anaknya makanan yang bergizi dan aman karena sering kali jajanan tidak mengandung gizi yang cukup, bahkan mengandung zat berbahaya yang kerap tidak diperhatikan orangtua,” katanya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ibu memberi makan bayinya dengan bubur sehat saat peluncuran Gebyar Lomba Balita Sehat di Halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/1/2022).
Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastrohepatologi IDAI Muzal Kadim menambahkan, makanan dengan kandungan gula atau lemak yang sangat tinggi bisa memicu peningkatan kadar kolesterol serta terjadinya gangguan hati. Banyak jajanan yang tidak aman dikonsumsi menyasar anak-anak, salah satunya jajanan yang menggunakan nitrogen cair yang baru-baru ini menyebabkan masalah kesehatan pada sejumlah anak.
Menurut dia, pengawasan utama asupan makanan anak ada pada orangtua di rumah, baru disusul oleh sekolah. Orangtua menjadi pihak utama yang setiap hari dapat leluasa memeriksa apa saja jenis makanan yang dikonsumsi anaknya. Sementara sekolah memiliki usaha kesehatan sekolah (UKS) yang dapat bekerja sama dengan puskesmas untuk memeriksa status gizi anak.
Upaya penurunan tengkes dilakukan dengan, salah satunya, memberikan zat gizi yang baik, terutama protein hewani kepada anak.
KOMPAS/SRI REJEKI
Bubur kampiun yang diolah lebih modern dengan penggunaan nitrogen cair.
Keracunan jajanan
Beberapa waktu lalu, terjadi kasus keracunan pangan pada anak di sejumlah daerah setelah mengonsumsi jajanan yang menggunakan nitrogen cair. Kementerian Kesehatan mencatat, sejak kasus pertama pada Juni 2022 sampai 12 Januari 2023, ada 25 anak yang dilaporkan mengalami keracunan pangan jajanan yang kadang disebut ”chiki ngebul” itu. Sebanyak 10 anak bergejala, sedangkan sisanya tidak. Kini, pasien sudah sembuh dan telah beraktivitas seperti sediakala.
”Kejadian keracunan makanan ini menjadi alarm darurat bagi semua pihak untuk memperkuat pengawasan serta keamanan konsumsi makanan pada anak-anak,” kata Piprim.
Piprim mengingatkan setiap orangtua untuk selalu memberikan makanan yang sehat bagi anaknya serta menjaga keseimbangan asupan gizinya. Tujuannya agar tidak memicu anak menjadi kekurangan gizi ataupun obesitas.
Nadia menambahkan, anak-anak masih dalam pertumbuhan sehingga makanan sehat bergizi lebih bermanfaat sehingga perlu diutamakan daripada jajanan. Orangtua juga perlu memastikan anak tidak sembarangan mengonsumsi makanan.