”Tiga Dosa Besar” Pendidikan Masih Perlu Diintervensi
Sekolah aman dan inklusif mendukung terwujudnya pendidikan berkualitas. Namun, ”tiga dosa besar” pendidikan, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, masih marak terjadi di dunia pendidikan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. Namun, upaya menghapus ”tiga dosa besar” pendidikan, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, masih perlu diintervensi dan diakselerasi oleh semua pemangku kepentingan.
Transformasi untuk menghadirkan iklim sekolah yang aman menjadi bagian dari terobosan Merdeka Belajar. Selain menghasilkan regulasi seperti Permendikbduristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS), upaya edukasi dan kampanye untuk membangun kesadaran terhadap isu ”tiga dosa besar” pendidikan dan implementasinya juga terus dilakukan di sepanjang tahun 2022.
Berdasarkan hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada pertengahan Desember 2022 yang disampaikan ke Komisi X DPR, ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan untuk perbaikan. Komitmen perguruan tinggi untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKS perlu ditingkatkan, antara lain melalui sosialisasi, internalisasi, dan pemantauan secara periodik.
Proses penanganan kasus oleh satgas masih berjalan lambat karena adanya faktor-faktor yang memengaruhi, antara lain konflik kepentingan, kapabilitas sumber daya manusia, keterbatasan anggaran dan sarana prasarana, serta kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan yang tidak masuk dalam kategori Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Nizam, Senin (16/1/2023), menyatakan, pembentukan Satgas PPPK di perguruan tinggi negeri dan swasta terus didorong. ”Komitmen untuk menghadirkan perguruan tinggi yang aman dan inklusif harus terus diperjuangkan bersama,” kata Nizam.
Ditemukan pula keterbatasan Kemendikbudristek yang tidak dapat mengintervensi langsung kasus-kasus yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Intervensi hanya dapat dilakukan setelah ada kerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian/lembaga, dan organisasi masyarakat sipil terkait. Untuk itu, diperlukan penguatan koordinasi dan dukungan sumber daya yang memadai.
Kampanye holistik
Evaluasi Kemendikbudristek juga menyatakan, survei manfaat kampanye perlu diperluas ke semua provinsi di Indonesia untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh. Berdasarkan hasil survei terhadap peserta didik di 16 provinsi, dengan adanya 116 konten pencegahan kekerasan, terdapat peningkatan pemahaman peserta didik tentang isu kekerasan dengan rincian sebanyak 95,57 persen peserta didik memahami isu intoleransi, 93,50 persen peserta didik memahami isu kekerasan seksual, serta 92,58 persen peserta didik memahami isu perundungan.
Perundungan yang mengakibatkan mereka mencari lembaga pendidikan yang membuat mereka lebih nyaman. Perundungan adalah dosa besar yang harus diperangi oleh sekolah.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Hendarman mengungkapkan, pencegahan tiga dosa besar pendidikan membutuhkan peran dari seluruh ekosistem satuan pendidikan. Kemendikbudristek telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi persoalan tiga dosa besar pendidikan ini, salah satunya dengan melibatkan Unicef.
”Kita juga menjalankan program ROOTS melalui kerja sama dengan Unicef. Ini merupakan program penanggulangan tindak perundungan di sekolah. Program ini fokus pada upaya membangun iklim yang aman di sekolah dengan mengaktivasi peran siswa sebagai agen perubahan,” kata Hendarman.
Merujuk data Unicef, Program Roots merupakan program global pencegahan kekerasan di kalangan teman sebaya yang berfokus pada upaya membangun iklim yang aman di sekolah. Intervensi di Indonesia diadaptasi dari program di Amerika Utara yang disebut Roots 5 dan berfokus untuk membangun iklim positif sekolah melalui kegiatan yang dipimpin oleh siswa.
Erlinda, mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2014-2017 yang kini menjadi Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, mengungkapkan, persoalan ”tiga dosa besar” dalam pendidikan sangat mendominasi ketika ia menjabat di KPAI. Menurut dia, para pemangku kepentingan harus berkolaborasi untuk melakukan kampanye ataupun pencegahan atas kemungkinan tindak kekerasan pada anak.
”Kita cukup beruntung, untuk ’tiga dosa besar’ ini, salah satunya kekerasan seksual, kita sudah punya payung hukum yang sangat luar biasa karena tidak hanya dibahas penanganan kasus itu sendiri, tapi juga ada pencegahan, termasuk psikososial, trauma healing, termasuk mitigasi,” kata Erlinda beberapa waktu lalu.
Kepala SMPN 9 Bulukumba Abdul Aziz mengungkapkan, pertama kalinya ia dan guru-guru di sekolah mendengar kata perundungan, persepsi yang muncul adalah istilah pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik.
”Ketidakpahaman ini membuat kami melakukan pembiaran terhadap pelaku bullying. Kami awalnya tidak paham bagaimana ciri serta jenis dari bullying tersebut. Pernah terjadi siswa kami memutuskan untuk keluar dari sekolah karena sering diolok-olok oleh temannya. Kami pada waktu itu belum paham itu bagian dari tindakan bullying,” kata Aziz.
Kemudian, setelah sekolahnya mendapat pelatihan dari Yayasan Indonesia Mengabdi mengenai bullying, mereka baru mengerti bahwa perundungan harus dicegah dan diperangi. Untuk itulah, sekolah menghadirkan beberapa program guna mencegah tindakan tersebut, mulai dari membentuk Tim Disiplin Positif, melakukan sosialisasi kepada orangtua murid, membentuk agen perubahan, hingga mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler.
Guru di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Homeschooling Bintang Harapan, Bandung, Prihatini, menyampaikan, hampir sebagian besar murid yang masuk ke sekolahnya adalah korban perundungan. ”Perundungan yang mengakibatkan mereka mencari lembaga pendidikan yang membuat mereka lebih nyaman. Perundungan adalah dosa besar yang harus diperangi oleh sekolah,” katanya.