Sekalipun Terjadi La Nina, 2022 Menjadi Rekor Tahun Terpanas
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa mengonfirmasi tercapainya rekor tahun terpanas pada 2022 meskipun terjadi pendinginan dari pola cuaca La Nina yang berlangsung sejak 2020.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Suhu bumi terus memanas dan delapan tahun terakhir menjadi tahun-tahun terpanas yang pernah tercatat. Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa mengonfirmasi tercapainya rekor tahun terpanas pada tahun 2022 meskipun terjadi pendinginan dari pola cuaca La Nina yang telah berlangsung sejak 2020.
Laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), lembaga di bawah PBB, yang dirilis Kamis (12/1/2023), menyebut, suhu rata-rata global pada tahun 2022 rata-rata 1,15 (1,02-1,27) derajat celsius di atas tingkat pra-industri (1850-1900).
Tahun 2022 adalah tahun kedelapan berturut-turut (2015-2022) di mana suhu global tahunan telah mencapai setidaknya 1 derajat celsius di atas tingkat pra-industri.
”Pada tahun 2022, kami menghadapi beberapa bencana cuaca dramatis yang merenggut terlalu banyak nyawa dan mata pencarian serta merusak keamanan serta infrastruktur kesehatan, pangan, energi, dan air,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.
Pada tahun 2022, kami menghadapi beberapa bencana cuaca dramatis yang merenggut terlalu banyak nyawa dan mata pencarian.
Sebagian besar wilayah Pakistan dilanda banjir dengan kerugian ekonomi yang besar dan korban jiwa. Gelombang panas pemecah rekor telah diamati di China, Eropa, Amerika Utara dan Selatan. Kekeringan berkepanjangan di ”Tanduk Afrika” menimbulkan kerentanan terhadap bencana kemanusiaan.
Menurut data yang dikumpulkan oleh WMO, pada 2015 hingga 2022 menjadi delapan tahun terpanas yang pernah tercatat. Dengan tren ini, ambang batas penambahan suhu 1,5 derajat celsius sesuai dengan Perjanjian Paris diperkirakan akan segera terlampaui.
Tren peningkatan suhu ini terjadi bersamaan dengan peristiwa La Nina yang mendinginkan bumi, memasuki tahun ketiga. La Nina yang diperkirakan akan berakhir tahun ini akan menambah tren pemanasan jangka panjang akibat rekor tingkat gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer kita terus bertambah.
Berdasarkan data WMO, sekitar 60 persen kemungkinan bahwa La Nina akan bertahan selama Januari-Maret 2023 dan berikutnya akan terjadi kondisi netral ENSO.
Taalas menyoroti peristiwa cuaca ekstrem pada tahun 2020, merujuk pada banjir yang menenggelamkan sepertiga wilayah Pakistan, gelombang panas yang memecahkan rekor di China, Eropa, dan Amerika, serta kekeringan berkepanjangan di Tanduk Afrika. Hal ini terkait dengan laju pemanasan akibat terus bertambahnya emisi karbon.
Pemanasan global dan tren perubahan iklim jangka panjang lain akan berlanjut. Kepala Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) Bill Nelson menggambarkan, tren laju pemanasan global mengkhawatirkan. ”Kebakaran hutan makin intensif, angin topan makin kuat, kekeringan mendatangkan malapetaka, permukaan laut naik,” kata Nelson.
Russell Vose, Kepala Pemantauan Iklim NOAA, mengatakan, ada kemungkinan 50-50 bahwa akan ada satu tahun pada tahun 2020-an dengan suhu di atas 1,5 celsius. Meski demikian, rata-rata pemanasan 1,5 celsius yang berkelanjutan tidak diproyeksikan terjadi hingga akhir tahun 2030-an atau 2040-an.
Meningkat dua kali
Rekor tahun terpanas pada 2022 juga juga teramati oleh layanan pemantauan iklim Uni Eropa, Copernicus, di berbagai belahan dunia, yang memicu terjadinya bencana.
Pakistan dan India utara tahun lalu dilanda gelombang panas musim semi selama dua bulan dengan suhu terus-menerus jauh di atas 40 derajat celsius (104 derajat Fahrenheit), diikuti di Pakistan oleh banjir yang menutupi sepertiga wilayah negara, memengaruhi 33 juta orang, dan menyebabkan kerugian ekonomi hingga 30 miliar AS.
Perancis, Inggris, Spanyol, dan Italia juga mencetak rekor suhu rata-rata baru untuk tahun 2022, dengan Eropa mengalami tahun terpanas kedua. Suhu di Eropa meningkat lebih dari dua kali lipat rata-rata global selama 30 tahun terakhir, dengan tingkat peningkatan tertinggi dari benua mana pun di dunia.
”Tahun 2022 adalah satu lagi tahun iklim ekstrem di seluruh Eropa dan global,” kata Wakil Kepala Layanan Perubahan Iklim Copernicus Samantha Burgess dalam pernyataan tertulis.
Sebelumnya, 24 ilmuwan dari 16 lembaga di dunia melaporkan temperatur laut terus memecahkan rekor pada 2022 yang berdampak pada ekosistem terestrial hingga meningkatkan cuaca ekstrem di jurnal Advances in Atmospheric Sciencei pada Rabu (11/1/2023).
Sepanjang tahun 2022, ada penambahan sekitar 10 zetta joule atau setara dengan 100 kali produksi listrik dunia ke laut daripada yang terjadi pada tahun 2021.
Joule merupakan satuan untuk mengukur panas. Zetta joule artinya ada 21 angka nol di belakangnya satuan joule ini. Energi panas 10 zetta joule ini setara dengan kira-kira 100 kali produksi listrik dunia pada tahun 2021 (28.466 TWH/terawatt hour), sekitar 325 kali produksi listrik China tahun 2021 (8.537 TWH), dan hampir 634 kali produksi listrik Amerika Serikat tahun 2021 (4.381 TWH).