Optimalisasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan untuk Pemulihan DAS
Beberapa daerah aliran sungai atau DAS masih memiliki lahan kritis yang bisa meningkatkan risiko bencana banjir. Sepanjang 2022, pemulihan DAS dilakukan dengan rehabilitasi hutan dan lahan hingga 77.103 hektar.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Sampai saat ini, beberapa daerah aliran sungai atau DAS masih memiliki lahan kritis yang bisa meningkatkan risiko bencana banjir. Pemulihan DAS pun terus dilakukan dengan upaya rehabilitasi hutan dan lahan hingga 77.103 hektar sepanjang 2022. Upaya ini dapat meningkatkan tutupan lahan juga menahan laju sedimentasi.
Berdasarkan peta klasifikasi DAS nasional, secara keseluruhan Indonesia memiliki 42.210 DAS. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37.721 DAS dipertahankan dan 4.489 DAS lainnya dilakukan pemulihan. Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, sebanyak 108 DAS menjadi prioritas untuk dipulihkan.
Sementara merujuk data terakhir dari Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK tahun 2018, terdapat 2,3 juta hektar lahan kritis dari 15 DAS di berbagai wilayah. Dua DAS, yakni Kapuas (Kalimantan Barat) dan Musi (Sumatera Selatan), memiliki lahan kritis terluas mencapai lebih dari 700.000 hektar.
Pada 2023 RHL akan didorong dengan pola swakelola atau pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaksana sehingga menjadi stimulus peningkatan pendapatan mereka.
Selain itu, tiga DAS di Jawa juga tercatat memiliki lahan kritis hingga lebih dari 100.000 hektar. Tiga DAS tersebut adalah Brantas (Jawa Timur) dengan luas lahan kritis 100.064 hektar, Citarum (Jawa Barat) seluas 197.626 hektar, dan Solo (Jawa Tengah) seluas 103.057 hektar.
Data pembaruan lahan kritis dari sejumlah DAS prioritas penanganan telah dilakukan pada 2022. Namun, data tersebut belum dipublikasikan karena masih dalam proses penetapan.
Dalam refleksi akhir tahun 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhir Desember lalu, Direktur Jenderal PDASRH KLHK Dyah Murtiningsih mengatakan, pengelolaan DAS menggunakan pendekatan yang mengintegrasikan DAS dan wilayah pesisir secara terpadu. Melalui pendekatan ini, pemulihan daya dukung DAS dilakukan dengan program pemulihan lahan kritis yang membentang dari wilayah hulu sampai wilayah pesisir.
Sejumlah intervensi program yang dilakukan dalam melaksanakan pengelolaan DAS ini, antara lain, perencanaan dan pengawasan, rehabilitasi perairan darat dan hutan termasuk mangrove, serta didukung program perbenihan tanaman hutan. Semua program ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya hutan dan lingkungan hidup.
”Rencana umum rehabilitasi hutan dan lahan menjadi baseline untuk perencanaan rehabilitasi selama 10 tahun ke depan. Sasaran rehabilitasi ini di lokasi prioritas, yaitu lahan kritis, daerah resapan air, dan daerah rawan bencana,” kata Dyah.
Sepanjang 2022, Ditjen PDASRH telah melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) seluas 77.103 hektar. Capaian tersebut meliputi RHL vegetatif (30.975 hektar), penghijauan melalui 1.075 unit kebun bibit rakyat (26.875 hektar), 7 unit usaha pelestarian sumber daya alam (50 hektar), rehabilitasi mangrove (1.210 hektar), RHL di ibukota negara baru (1.117 hektar), dan rehabilitasi DAS (16.876 hektar).
”Capaian pelaksanaan RHL ini, selain meningkatkan tutupan lahan, juga menahan laju sedimentasi. Kemudian juga mengurangi aliran permukaan sekaligus menjadi bagian dari upaya penambahan cadangan karbon dalam rangka pemenuhan target FoLU Net Sink (penyerapan karbon bersih) tahun 2030,” kata Dyah.
Program RHL juga didukung dengan penyediaan bibit dan perbenihan tanaman hutan. Capaian persemaian permanen dan pusat persemaian tahun 2022 mencapai 59 juta batang. Disediakan pula bibit produktif sebanyak 17 juta batang dan 166 unit kebun bibit desa.
Pemberdayaan masyarakat
Menurut Dyah, selain untuk kegiatan penanaman RHL, bibit dari persemaian tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat secara gratis. Pemanfaatan bibit oleh masyarakat ini di antaranya untuk penghijauan, edukasi, dan penanaman secara swadaya.
Dyah menyadari, sepanjang 2022 KLHK masih perlu meningkatkan hasil yang memberikan kontribusi secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, pada 2023 RHL akan didorong dengan pola swakelola atau pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaksana sehingga menjadi stimulus peningkatan pendapatan mereka.
”Kami mengedepankan prinsip MRV (pengukuran, pelaporan, dan verifikasi) pada RHL. Kami juga terus mengembangkan geotagging (penanda lokasi geografi) tanaman untuk memastikan bibit yang tertanam dengan georeferensi secara spasial,” ucapnya.
Kegiatan pemantauan RHL dilakukan melakukan teknologi pesawat nirawak (drone) dan citra satelit resolusi tinggi. Peran pemangku dari pengelola kawasan menjadi sangat penting dalam upaya pemeliharaan tanaman RHL karena KLHK hanya mengalokasikan anggaran sampai tahun ketiga.
Selain itu, dalam upaya pengawasan dan pengelolaan DAS yang real time dan terbaru, Ditjen PDASRH juga tengah membangun Sistem Informasi Pengelolaan DAS (SIPDAS). SIPDAS juga akan terintegrasi dan diharmonisasi dengan sistem informasi lingkungan lainnya.
Perekayasa di Pusat Riset Hidrodinamika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Khusnul Setia Wardani dalam diskusi tentang pengelolaan DAS dan jalur kanal sungai beberapa waktu lalu mengatakan, upaya merehabilitasi hulu sungai dapat dilakukan dengan pendekatan agroforestri. Selain mengurangi tanah longsor dan masalah pengendalian sedimen yang masuk ke sungai, sistem ini juga dapat menarik wisatawan.
Khusnul juga menyebut bahwa berbagai upaya yang sudah dilakukan di luar negeri, seperti Jepang dan Belanda, dapat menjadi contoh dalam pengelolaan daerah aliran dan jalur kanal sungai yang berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan sungai dengan pendekatan satu perencanaan dan manajemen untuk DAS panjang yang meliputi banyak daerah.
”Upaya pengurangan sedimen yang masuk ke badan sungai tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Hal ini memerlukan proses yang harus didukung semua pihak,” tuturnya.