Keanggotaan Kaldera Toba di UNESCO Divalidasi Ulang Tahun Ini
Keanggotaan Geopark Kaldera Toba di UNESCO akan divalidasi ulang tahun ini dan bisa dicabut jika tidak memenuhi kriteria. Saat diterima pada 2020, UNESCO memberikan enam rekomendasi, tetapi belum dilaksanakan maksimal.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Keanggotaan Taman Bumi atau Geopark Kaldera Toba di UNESCO Global Geopark akan dinilai ulang tahun ini. Keanggotaan bisa dicabut jika tidak melaksanakan konsep pembangunan berbasis geopark. Saat diterima menjadi anggota pada 2020, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB ini memberikan enam rekomendasi, tetapi belum dilaksanakan maksimal hingga saat ini.
Organisasi Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) juga menghadapi keterbatasan anggaran dan pengunduran diri sejumlah pengurus dalam beberapa bulan terakhir. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan bisa mengambil langkah cepat agar Geopark Kaldera Toba bisa tetap menjadi anggota UNESCO Global Geoparks (UGGp).
Pemerhati lingkungan Danau Toba yang juga Koordinator Bidang Edukasi, Penelitian, dan Pengembagan BP TCUGGp Wilmar Simandjorang, Selasa (10/1/2023), mengatakan, keanggotaan Geopark Kaldera Toba dalam UGGp sangat penting untuk pembangunan kawasan itu sendiri. Kaldera Toba juga akan dipromosikan UNESCO kepada 177 anggota UGGp di 46 negara.
Pembangunan berbasis taman bumi atau geopark bukan hanya tentang aspek pariwisata. Konsep pembangunannya mencakup tiga pilar, yakni pemberdayaan masyarakat lokal, edukasi, dan konservasi. Pembangunannya memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan.
Kaldera Toba tercipta dari letusan supervulkanik Gunung Api Toba purba 74.000 tahun lalu. Itu merupakan letusan paling dahsyat di dunia dalam 2,5 juta tahun terakhir. Karena itu, Kaldera Toba bisa menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia, khususnya di bidang geologi.
Wilmar mengatakan, UNESCO menerima Kaldera Toba sebagai anggota UGGp dengan tetap melampirkan enam rekomendasi yang harus dijalankan, yakni pengoperasian pusat informasi, penyediaan air bersih dan toilet bersih, papan informasi, toko suvenir dari hasil lokal, konservasi lingkungan, dan sosialisasi rencana induk. ”Sampai saat ini rekomendasi itu belum dilaksanakan secara maksimal di lapangan,” katanya.
Wilmar mengingatkan, keanggotaan UGGp tidak mudah didapat. Pendaftaran keanggotaan itu digagas sejak 2009. Pada 2013, dibentuk tim percepatan dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba. Kaldera Toba diajukan pertama kali ke UNESCO pada 2015, tetapi belum diterima karena pemberdayaan masyarakat lokal masih rendah.
Kemudian, diajukan kembali pada 2018, tetapi masih diminta untuk memperbaiki sejumlah aspek, khususnya pembuatan rencana induk pembangunan kawasan. Geopark Kaldera Toba akhirnya diterima melalui sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, 7 Juli 2020. Kaldera Toba merupakan anggota ke-5 UGGp di Indonesia setelah Geopark Kaldera Batur, Gunung Sewu, Ciletuh-Palabuhanratu, dan Rinjani.
Kepengurusan
Kepengurusan BP TCUGGp yang ditetapkan Gubernur Sumut itu juga tidak berjalan maksimal, yang ditandai pengunduran diri sejumlah pengurusnya. Terakhir, koordinator bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, Ombang Siboro, mengajukan permohonan pengunduran diri pada awal tahun ini.
”Sejak diangkat pada Oktober 2021, pengurus BP TCUGGp tidak pernah kunjungan kerja resmi untuk melihat langsung 16 geosite yang ada di Kawasan Geopark Kaldera Toba,” kata Ombang.
Anggaran tetap ada, tetapi terbatas karena bersumber dari Disbudpar Sumut.
Dia mengatakan, selama ini tidak ada dukungan anggaran yang memadai dari Pemprov Sumut sehingga kegiatan tidak bisa berjalan. Selain itu, pembayaran honor untuk pengurus juga sering tertunda.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, yang juga Ketua Umum (ex officio) BP TCUGGp Zumri Sulthony mengatakan, mereka sudah melakukan sejumlah persiapan untuk penilaian ulang Geopark Kaldera Toba sebagai anggota UGGp. ”Dari tahun lalu, kami sudah buat persiapan. Kami undang pakar geopark yang menjadi perwakilan UNESCO, melaksanakan kelompok diskusi terarah (FGD), membuat panel informasi di geosite, dan beberapa kali kunjungan ke lapangan,” ujarnya.
Zumri tidak menampik adanya sejumlah persoalan dalam kepengurusan BP TCUGGp, khususnya dalam keterbatasan anggaran dan pengunduran diri pengurus. ”Anggaran tetap ada, tetapi terbatas karena bersumber dari Disbudpar Sumut. Enggak mungkin juga anggarannya jadi lebih besar dari dinas itu sendiri,” katanya.
Menurut Zumri, pemerintah kabupaten di tujuh kabupaten juga tidak memberikan anggaran yang memadai. Hanya Pemkab Samosir yang membiayai kegiatan mereka di Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba di Sigulatti.
Sementara itu, BP TCUGGp tidak bisa leluasa menerima bantuan anggaran dari lembaga lain karena harus melalui prosedur yang panjang sebab strukturnya melekat di organisasi perangkat daerah. Mereka sedang menggagas agar organisasi itu bisa berdiri sendiri tanpa melekat di pemerintahan.