Awal Tahun, Berbagai Kekerasan pada Anak Kembali Mencuat
Kekerasan terus membayangi kehidupan anak-anak di Tanah Air. Bahkan di dalam rumah pun anak terus menjadi korban. Proses hukum yang memberikan keadilan pada korban harus menjadi perhatian aparat penegak hukum.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
DOKUMENTASI POLRES LUMAJANG
Ilustrasi Kekerasan Anak
Kekerasan terhadap anak, baik dalam lingkup rumah tangga maupun publik, masih terus terjadi di tengah masyarakat. Kendati demikian kesadaran untuk melaporkan kasus yang terjadi juga semakin tumbuh di tengah masyarakat. Media sosial kini menjadi tempat masyarakat untuk mengungkap ke publik sejumlah kasus yang terjadi di lingkungannya.
Pada awal tahun 2023, sejumlah kekerasan terhadap anak mencuat ke publik. Misalnya seorang ibu yang tinggal di Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023), melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya kepada anaknya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebelum dilaporkan ke KPAI, kasus tersebut viral di media sosial.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, Senin (9/1/2023), menyatakan, pihaknya menerima laporan dari ibu yang tinggal di sebuah apartemen di Jakarta Selatan tentang kasus KDRT yang dilakukan ayah kandung kepada anak kandungnya tersebut.
Jika memungkinkan membantu polisi mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan.
Atas laporan tersebut, KPAI berkoordinasi dan mengirimkan surat kepada pihak kepolisian dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta meminta agar proses hukum mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak korban.
”Kekerasan pada anak harus dihentikan, anak-anak sebagai korban kekerasan wajib mendapatkan pendampingan hukum dan pemulihan mental, serta mendapatkan hak perlindungan terhadap identitasnya,” kata Ai Maryati.
SONYA HELLEN SINOMBOR
Laporan Kasus dan Korban Kekerasan terhadap Anak Periode Tahun 2019 hingga Februari 2022 berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak.
KPAI meminta agar anak harus didampingi. Hal ini karena kekerasan yang dialami anak bisa mengakibatkan dampak luas dan berkepanjangan bagi tumbuh kembang anak.
Karena itulah, proses hukum harus dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan, yakni merujuk Pasal 2 dan 90 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pasal 64 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selain berhak atas proses hukum yang adil dan proporsional dengan memperhatikan kondisi anak, Ai menegaskan, anak korban kekerasan berhak mendapatkan informasi perkembangan perkara serta rehabilitasi medis dan sosial secara komprehensif dan berkelanjutan, serta perlindungan identitas dari pemberitaan.
Adapun apabila pelaku penganiayaan adalah orangtuanya, maka pelaku harus dihukum sesuai Pasal 80 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pidananya harus ditambah sepertiga.
Beri perhatian
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polres Jakarta Selatan yang tengah menangani kasus tersebut.
”Berikan kepercayaan kepada kepolisian untuk memprosesnya. Jika memungkinkan membantu polisi mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan,” kata Nahar.
Semenjak awal tahun, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus terungkap. Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati memberikan perhatian atas kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang mencuat di publik.
ERIKA KURNIA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (kanan) didampingi Kapolres Metro Kota Depok Komisaris Besar Imran Edwin Siregar (kiri) menginterogasi A (49), pelaku kekerasan seksual kepada anak kandungnya, DN (11), di Kantor Polres Metro Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (1/3/2022).
Kamis (5/1/2023) lalu, Menteri PPPA meminta kepolisian memproses hukum para pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja di Klapatunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Menteri juga meminta korban mendapat pendampingan dan perawatan di rumah sakit.
Pekan lalu, Menteri PPPA juga mengunjungi sejumlah anak korban kekerasan, mulai dari anak korban penculikan di Gunung Sahari Jakarta hingga anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Kota Binjai, Sumatera Utara. Menteri Bintang meminta agar anak berusia 12 tahun yang kini mengandung delapan bulan mendapatkan perawatan dan perlindungan.
Kekerasan demi kekerasan terus membayangi anak-anak di Tanah Air. Menteri Bintang Darmawati pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, dan mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh undang-undang.