Penculikan Anak Harus Jadi Pembelajaran Semua Pihak
Kejahatan penculikan masih terus mengancam anak-anak. Perlindungan terhadap anak-anak harus menjadi perhatian bersama.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
Kasus penculikan Malika Anastasya, bocah perempuan berusia enam tahun, pada 7 Desember 2022 menarik perhatian publik. Bocah yang dibawa pelaku dengan gerobak pemulung ditemukan polisi di pertokoan Haji Kohar, Rukun Warga 005 Kelurahan Jurangmangu Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Kamis (5/1/2023), menemui langsung Malika, yang tengah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Kramatjati, Jakarta Timur. Bintang hendak memastikan bahwa sang bocah mendapat penanganan setelah menjadi korban penculikan.
”Kasus penculikan anak ini harus menjadi perhatian dan pembelajaran bagi semua pihak. Kejadian ini dapat dialami oleh siapa saja,” ucapnya.
Menurut Bintang, pencegahan merupakan kunci utama dalam menuntaskan kasus-kasus dalam perlindungan anak. Pemerintah membutuhkan dukungan dan gerakan bersama dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, lingkungan sekitar, dan terutama keluarga.
Ia memberikan apresiasi atas kerja kepolisian yang cepat menangkap terduga pelaku penculikan. Selanjutnya, Kementerian PPPA memberikan pendampingan sesuai dengan kebutuhan korban serta memastikan pemenuhan dan perlindungan hak korban, baik dari sisi hukum maupun kesehatan.
Korban yang diculik oleh Iwan (42) dipekerjakan sebagai pemulung. Malika bahkan tidak diberi makan dan kerap mengalami kekerasan berupa cubitan di sekitar paha juga sering diancam.
Mengenai kondisi anak, Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA menjelaskan, korban telah menjalani visum secara fisik dan psikologis pada 3 Januari 2023. Berdasarkan hasil visum et repertum, ada beberapa luka memar, terutama di bagian atas pinggul sebelah kiri.
Korban yang diculik oleh Iwan (42) dipekerjakan sebagai pemulung. Malika bahkan tidak diberi makan dan kerap mengalami kekerasan berupa cubitan di sekitar paha, juga sering diancam.
Karena itulah, Kementerian PPPA akan melakukan asesmen lanjutan terhadap korban agar dapat memberikan pelayanan dan pemenuhan hak yang sesuai. Selain itu, mengawal proses hukum yang berlaku agar pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebelum kasus di Gunung Sahari, pada pertengahan 2022, sekitar Mei 2022 juga terungkap penculikan terhadap 12 anak yang dilakukan oleh pelaku di beberapa tempat di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain menculik, pelaku penculikan, Abby (28), melakukan tindak pidana pencurian dan pencabulan pada tiga anak.
Kasus penculikan anak harus menjadi alarm bagi para orangtua, terutama di kota-kota besar untuk meningkatkan pengawasan pada anak-anak.
Jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada awal masa pandemi, Maret 2020 menemukan tren penculikan anak turun. Namun, sejumlah responden mengaku masih ada kasus penculikan satu sampai tiga kali kejadian di daerah mereka.
Adapun motif pelaku dalam menculik anak pun beragam. Persoalan ekonomi jadi alasan mayoritas penculik. Hampir separuh responden mengatakan bahwa motif pelaku adalah untuk dijual organ tubuhnya.
Penculikan tak jarang berujung pada perdagangan anak. Sisanya mengatakan penculikan jadi alat meminta tebusan. Bahkan, korban kadang dijadikan sebagai pengemis.
Karena itulah, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama orangtua yang memiliki anak sangat penting. Salah satunya dengan mengantar-jemput anak saat berangkat dan pulang sekolah.
Di luar itu, pengawasan pada anak-anak di saat berada di rumah juga penting. Terutama pada orangtua yang bekerja dan meninggalkan anak di rumah.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menilai, upaya menghadirkan multilayanan oleh negara bagi anak-anak dalam memastikan pemenuhan hak anak dan perlindungan menjadi tantangan bagi masa depan anak dan keluarga.
”Negara memiliki kewajiban dalam melindungi anak sampai sebelum usia 18 tahun. Semoga sinergi dan kolaborasi yang sudah dilakukan oleh pemangku kebijakan bisa memberikan contoh terbaik dalam menyelesaikan secara utuh persoalan anak dan keluarga rentan lainnya di Indonesia,” kata Jasra, Jumat.
Melindungi anak-anak dari berbagai kejahatan, termasuk penculikan, menjadi tanggung jawab bersama. Kesadaran masyarakat harus terus dibangun, terutama di lingkungan yang rawan kekerasan terhadap anak.
Memberikan pendampingan kepada keluarga-keluarga yang hidupnya mencari nafkah secara berpindah-pindah seperti pemulung, pengamen, bahkan pengemis juga tidak boleh dilupakan negara. Tentu saja, peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga penting dalam mencegah kekerasan anak.