Peran masyarakat sangat kuat sebagai agen kontrol sosial di media sosial. Sebab, saat ini banyak bermunculan konten-konten di media sosial yang merugikan publik.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat berperan besar mengubah pola pikir dan perilaku di media sosial. Sebab, media sosial sering kali disalahgunakan oknum tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan irasional yang tidak mendidik publik.
Saat ini publik dibuat resah dengan aksi oknum kreator konten yang menyakiti diri sendiri demi mendapatkan hadiah atau gift berbentuk koin virtual. Koin ini nantinya dapat ditukarkan dengan sejumlah uang hingga belasan juta rupiah.
Berbagai tindakan irasional dilakukan untuk menarik iba dari banyak penonton, seperti mandi lumpur, menampar pasangan, sampai meminum air di toilet. Terbaru, wanita paruh baya melakukan siaran langsung dari sore hingga malam hari mengguyur badannya dengan air dingin.
Sembari melakukan siaran langsung, wanita ini melihat hadiah yang diterimanya. Ia langsung mengguyur tubuhnya dengan air menggunakan gayung dan ember besar saat penonton memberikan hadiah. Kemudian jika dia diberi satu koin, dia mengguyur tubuhnya kembali dengan gayung.
Masyarakat bisa menjadi agen kontrol sosial dengan melaporkan konten, tidak ikut menonton, dan tidak memberikan hadiah. Selain itu, memberikan komentar saran dan kritik yang membangun pada kolom komentar.
Lain lagi dengan 100 koin yang diberikan penonton, dengan semangatnya dia akan mengguyur tubuhnya dengan air dalam ember besar. Hal ini dilakukan dengan latar kebun dikelilingi kolam air yang keruh.
”Terima kasih gift-nya, Kakak. Semoga berkah,” ujar ibu itu sambil mengguyurkan air hingga menggigil pada Jumat (6/1/2023) siang.
Aksi ini tidak hanya dilakukan oleh satu akun, tetapi terdapat empat akun berbeda dengan format dan konsep yang sama. Perbedaan hanya terlihat pada orang yang melakukan aksi secara live. Ada remaja, ibu paruh baya, hingga wanita lansia. Siaran langsung dilakukan dalam waktu yang lama, bahkan ada yang melakukannya sampai 24 jam.
Beragam reaksi warganet yang menyaksikan siaran langsung terlihat pada kolom komentar. Ada yang mengecam, menyuruh pulang, mendoakan, sampai akhirnya kasihan dan memberikan gift agar siaran langsung bisa dihentikan.
Melansir dari aplikasi Tiktok, gift Tiktok Universe adalah fitur hadiah yang bisa diberikan kepada penyelenggara siaran langsung atau host di Tiktok. Fitur ini nantinya akan menjadi saldo uang bagi host yang tengah melakukan siaran langsung.
Setiap hadiah dalam Tiktok memiliki harga yang berbeda. Hadiah terbesar adalah Tiktok Universe sebesar 34.999 koin, dengan harga 1 koin Tiktok sebesar Rp 250, yang jika dirupiahkan menjadi Rp 8.242.000 untuk satu hadiah.
Selain Tiktok Universe, beberapa hadiah ini juga bernilai besar, seperti hadiah Singa dengan harga 29.999 koin atau Rp 7.499.750 dan hadiah Roket dengan 20.000 koin atau Rp 5 juta.
Sementara itu pihak Tiktok Indonesia belum memberikan tanggapan terkait fenomena di aplikasi yang berbasis di China itu.
Menanggapi fenomena ini, dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Syaifudin, mengatakan, di era digital saat ini sugesti masyarakat untuk mendapatkan pendapat ekonomi dengan mudah semakin kuat. Namun, dalam perkembangan hingga saat ini, menurut dia, terjadi penyalahgunaan manfaat karena dalam mencari pendapatan masyarakat akhirnya rela melakukan tindakan irasional.
Syaifudin menambahkan, ada pola pikir bahwa sesuatu yang dianggap unik dapat membuat suatu konten akan viral atau menarik penonton, kemudian secara otomatis dianggap akan semakin banyak pendapatan yang ia dapat.
Dari sinilah, menurut dia, bermunculan ide-ide kreator konten yang sebenarnya membahayakan dirinya, tidak mendidik bagi para penonton, dan bisa saja melanggar hukum yang ada.
Kontrol sosial
Syaifudin menilai, peran masyarakat sangat kuat untuk menghentikan tren ini dengan menjadi agen kontrol sosial. Masyarakat dapat mengontrol tren-tren yang muncul di masyarakat, termasuk tren yang meresahkan serta merugikan.
”Masyarakat bisa menjadi agen kontrol sosial dengan melaporkan konten tersebut, tidak ikut menonton dan tidak memberikan hadiah, memberikan komentar saran dan kritik yang membangun pada kolom konten tersebut,” katanya. Ia menambahkan, dengan begitu, tren buruk ini dengan sendirinya akan hilang.
Peran pemerintah juga diperlukan dengan mengawasi konten yang dianggap melanggar hukum dan tidak mendidik sesuai laporan masyarakat. Pemerintah bisa melakukan tindakan tegas dengan menutup akun yang melanggar sesuai kesepakatan dengan perusahaan aplikasi.
Berbeda dengan Syaifudin, psikolog klinis dewasa dan konseling keluarga Nirmala Ika Kusumaningrum dari Enlightmind Jakarta berpendapat, fenomena ini tidak bisa dilihat dari faktor ekonomi saja, tetapi juga aktualisasi diri.
”Apalagi konten juga dilakukan anak muda. Saya sebagai psikolog prihatin. Masih banyak hal yang bisa dilakukan dengan media sosial jika ingin mendapatkan pendapatan lebih,” kata Nirmala.
Menurut dia, peran serta lingkungan keluarga serta pendidikan menjadi penting agar dapat mengubah pola pikir dan perilaku bermedia sosial. Dengan demikian, selain tidak merugikan diri sendiri, efek buruk dari tindakan yang dilakukan tidak ditiru oleh orang lain.