Sanksi Emisi Gas Buang Kendaraan Belum Diterapkan secara Tegas
Upaya penurunan emisi melalui uji emisi kendaraan dinilai belum tegas mewajibkan pengguna kendaraan memenuhi baku mutu emisi.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga kini, sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi di wilayah perkotaan. Upaya penurunan emisi gas lewat aturan uji emisi kendaraan dinilai belum tegas mewajibkan pengguna kendaraan memenuhi baku mutu emisi gas buangan pembakarannya. Hal ini bisa berdampak nyata terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data World Air Quality Report, rata-rata konsentrasi partikulat pencemaran udara berukuran 2,5 mikrogram (PM2,5) di Indonesia pada 2021 sebesar 34,3 mikrogram per meter kubik (μg/m3).
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, baku mutu udara ambien nasional harian PM2,5 yang ditetapkan masih sebesar 55 μg/m3 dan 15 μg/m3 untuk rata-rata tahunan. Padahal, pedoman kualitas udara terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2021 mensyaratkan rata-rata tahunan konsentrasi PM2,5 hanya 5 μg/m3.
”Artinya, aturan standar konsentrasi PM2,5 Indonesia masih belum merujuk pada pedoman WHO. Bahkan, rata-rata konsentrasi pencemaran udara juga melebihi aturan standar yang telah dibuat pemerintah sampai dua kali lipat. Ini membuktikan kebijakan pemerintah belum memastikan udara bersih sebagai hak masyarakat,” kata Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Syafrudin saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Menurut Syafrudin, belum semua daerah menerapkan uji emisi kendaraan bermotor sebagai upaya mengatasi pencemaran udara. Padahal, aturan uji emisi sudah jelas mewajibkan pemilik kendaraan bermotor untuk merawat kendaraannya.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur sejumlah ketentuan uji emisi. Pasal 210 Ayat (1 dan 2) menyebutkan setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah.
Kemudian, Pasal 211 dan Pasal 212 mewajibkan setiap pemilik atau pengemudi kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan. Mereka juga wajib memperbaiki kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
”Seharusnya kendaraan yang tak memenuhi baku mutu emisi dapat ditilang. Dengan demikian, ada efek jera sehingga muncul kesadaran masyarakat untuk merawat kendaraannya agar senantiasa memenuhi baku mutu emisi,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro menyatakan, saat ini sedang menyusun Rencana Peraturan Menteri LHK tentang Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor. Aturan itu salah satunya akan mengatur bagi setiap orang yang mengoperasikan kendaraan bermotor harus melampirkan hasil uji emisi sebagai persyaratan administratif pembayaran pajak kendaraan bermotor.
”Dengan adanya peraturan ini kita harapkan kewajiban uji emisi dan pemenuhan baku mutu emisi akan dapat diterapkan dengan konsisten di semua daerah,” ujarnya.
Adapun terkait acuan kondisi kualitas udara ideal yang dibuat oleh WHO, menurut Sigit, setiap negara dapat menggunakan acuan tersebut dengan menyesuaikan kondisi geografis, topografi, sosial, dan ekonomi negara masing-masing berdasar kajian yang komprehensif. Oleh karena itu, pedoman tersebut bukan merupakan standar yang mengikat secara hukum.
”Pedoman WHO itu harus menjadi tujuan akhir. Kita ingin ada kemajuan secara bertahap dalam perbaikan kualitas udara. Saat ini, rata-rata tahunan PM2,5 berada pada 15 µg/m3 dan rata-rata harian berada pada 55 µg/m3,” tuturnya.
Masih rendah
DKI Jakarta mempunyai kewajiban uji emisi kendaraan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Jakarta. Syarat lolos uji emisi ini ditujukan untuk mengendalikan kualitas udara di Jakarta karena sektor transportasi hingga kini menjadi penyumbang terbesar polusi di Ibu Kota.
Menurut Syafruddin, rata-rata tahunan konsentrasi PM2,5 di DKI Jakarta adalah 46,1 μg/m3 pada 2019. Hal serupa juga terjadi di kota-kota besar lain dengan kisaran konsentrasi PM2,5, yakni 40 μg/m3.
”Tidak adanya sanksi denda atau penilangan mengisyaratkan pemerintah hanya menunggu agar tumbuh kepatuhan atau kesadaran untuk melakukan uji emisi. Padahal, di DKI Jakarta ada sekitar 4 juta mobil dan 17 juta sepeda motor,” ujarnya.
Sementara itu, Yogi Ikhwan dari Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menjelaskan, hingga kini rencana penegakan hukum (sanksi tilang) terhadap kendaraan yang belum uji emisi atau tidak lulus uji emisi masih berkoordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Dengan sanksi berupa penilangan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban uji emisi yang masih rendah.
Adapun aturan dalam pergub, pemilik kendaraan yang tidak melakukan uji emisi atau memiliki emisi gas buang melebihi ambang batas akan diberikan sanksi disinsentif. Sanksi itu berupa pengenaan tarif parkir maksimal, yakni Rp 250.000 untuk sepeda motor dan Rp 500.000 untuk mobil.
Sampai hari ini, data DLH DKI Jakarta yang tercatat di aplikasi e-Uji Emisi, uji emisi yang sudah dilakukan sebanyak 780.900 mobil di 366 lokasi pelaksana uji emisi dan 67.612 sepeda motor di 115 lokasi. Jumlah teknisi bersertifikat yang terlibat total 1.008 orang.
Salah satu bengkel yang siap menyediakan layanan uji emisi adalah Nawilis yang berlokasi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bengkel ini melayani uji emisi untuk sepeda motor dan mobil.
Kepala Bengkel Nawilis Tanah Abang Ardiana (24) mengatakan, tarif untuk uji emisi mobil di Bengkel Nawilis Rp 150.000 dan untuk sepeda motor Rp 100.000. Tarif ini berdasarkan kesepakatan manajemen, bukan ketentuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Meskipun menyediakan pelayanan uji emisi kendaraan, tidak setiap hari ada pelanggan yang melakukan uji emisi. Menurut Ardi, hal ini tergantung pada waktu-waktu tertentu seperti ada tindakan razia oleh Pemprov DKI Jakarta, sehingga masyarakat menjadi tergerak untuk memeriksa kendaraan mereka dalam uji emisi.