Sungai di Lima Provinsi Mengandung Mikroplastik Tinggi
Ecoton menemukan sungai strategis nasional di 5 provinsi terdeteksi memiliki kandungan mikroplastik tinggi. Provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung, dan Sulawesi Tengah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Prigi Arisandi, peneliti dari tim Ekspedisi Sungai Nusantara, mengidentifikasi sampah yang dibuang sembarangan di area permukiman di Desa Lambaro Neujid, Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (2/6/2022). Identifikasi sampah tersebut bagian dari riset terhadap potensi keberadaan mikroplastik pada sungai dan sumber air di Aceh Besar.
JAKARTA, KOMPAS — Pengelolaan sampah plastik yang buruk masih menjadi permasalahan di sejumlah daerah. Bahkan, sungai strategis nasional di lima provinsi terdeteksi memiliki kandungan mikroplastik tinggi. Pemerintah pusat dan daerah pun terus didorong agar segera membuat kebijakan ataupun strategi guna menyelesaikan masalah persampahan ini.
Tingginya kandungan mikroplastik dari sungai strategis nasional di lima provinsi ini terangkum dalam data yang dihimpun tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022. Ekspedisi dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) ini dilakukan untuk menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional.
Berdasarkan temuan yang dipublikasikan pada 29 Desember 2022, lima provinsi dengan kandungan kontaminasi partikel mikroplastik tertinggi adalah Jawa Timur (6,36 partikel/liter),Sumatera Utara (5,20 partikel/liter),Sumatera Barat (5,08 partikel/liter), Bangka Belitung (4,97 partikel/liter), dan Sulawesi Tengah (4,17 partikel/liter).
Anggaran program tata kelola sampah di setiap daerah juga perlu ditingkatkan sekaligus menyediakan dan memperbanyak fasilitas pembuangan sampah di titik-titik strategis.
Selain itu, kontaminasi mikroplastik pada sungai di Indonesia tahun 2022 sebanyak 49,20 persen merupakan fiber yang bersumber dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundri,dan limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam.
Sementara 25,60 persen kontaminasi lainnya adalah filamen dan 18,60 persen dari fragmen. Filamen berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai, seperti kantong keresek dan botol plastik. Sementara fragmen berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis kemasan saset multilayer, tutup botol, serta botol sampo dan sabun.
ECOTON
Identifikasi mikroplastik pada sungai di Indonesia dari kajian tim Ekspedisi Sungai Nusantara.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi yang juga terlibat dalam ekspedisi ini, Senin (2/1/2022), mengatakan, data yang dihimpun tim ESN menunjukkan masih banyak sungai yang penuh dengan sampah. Padahal, seharusnya sungai-sungai ini sudah bebas sampah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Prigi, data yang dihimpun ini juga menunjukkan minimnya regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah. Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, tercatat hanya 45 persen yang sudah memiliki peraturan daerah persampahan dan retribusinya.
Berangkat dari temuan tersebut, Ecoton pun mendorong pemerintah pusat dan daerah segera membuat kebijakan ataupun strategi untuk menyelesaikan masalah persampahan serta tata kelolanya di indonesia. Sebab, masalah yang disebabkan mikroplastik sangat berbahaya dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup.
Berdasarkan komponennya, plastik tersusun senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida, dan bisphenol A. Apabila tubuh terpapar senyawa tersebut dapat menyebabkan iritasi atau gangguan pernapasan, mengganggu hormon endokrin dan berpotensi menyebabkan kanker.
Sejumlah upaya yang direkomendasikan Ecoton untuk pemerintah antara lain membuat baku mutu atau nilai ambang batas mikroplastik di perairan sungai Indonesia. Di sisi lain, perlu juga melakukan pemulihan lingkungan dan pembersihan sampah plastik yang tercecer ke lingkungan sebagai biang mikroplastik.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Tim Ekspedisi Sungai Nusantara memperlihatkan mikroplastik pada air Sungai Martapura melalui mikroskop di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (1/9/2022). Dari hasil pengecekan, air Sungai Martapura di kawasan Taman Maskot Bekantan sudah terkontaminasi mikroplastik.
Pemerintah daerah juga didorong untuk menerapkan konsep zero waste city dalam tata kelola sampah dengan mendukung pemilahan sampah dari sumbernya. Sementara anggaran program tata kelola sampah disetiap daerah juga perlu ditingkatkan sekaligus menyediakan dan memperbanyak fasilitas pembuangan sampah di titik-titik strategis.
Timbulan sampah
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, timbulan sampan nasional mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, sampah yang terkelola baru mencapai 64,52 persen.
”Terdapat 17,89 persen atau lebih kurang 12 juta ton sampah plastik dengan kondisi belum terpilah dan sampah kertas 8 juta ton. Timbulan sampah terbesar berasal dari rumah tangga dengan komposisi sisa makanan,” ucapnya dalam acara refleksi akhir tahun KLHK.
Vivien menyatakan bahwa berbagai upaya pengelolaan sampah dari aspek regulasi sudah dilakukan melalui Adipura ataupun kebijakan dan strategi daerah (jakstrada). Penanganan ini termasuk yang berasal dari pelaporan sistem informasi pengelolaan sampah nasional.
”Hal yang perlu didorong adalah bagaimana sampah menjadi satu industrialisasi. Apabila dihitung, industrialisasi sampah ini bisa mencapai Rp 1,44 triliun. Hal menarik lainnya adalah sekarang sudah banyak anak muda yang membangun usaha pengelolaan sampah,” katanya.