Berbagai wilayah di Indonesia tengah menghadapi cuaca ekstrem hingga menimbulkan banjir. Kehadiran sistem peringatan dini bencana terkait kondisi atmosfer ekstrem sangat dibutuhkan sebagai upaya antisipasi dan mitigasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Beberapa wilayah di Indonesia saat ini tengah mengalami cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan intensitas lebat disertai angin dan petir. Secara umum, cuaca ekstrem merupakan terjadinya salah satu atau lebih unsur cuaca yang bersifat sangat tinggi ataupun rendah. Kategori ekstrem ini juga bisa merujuk pada statistik kejadian tersebut yang berbeda dari rata-rata.
Beberapa contoh cuaca ekstrem yang kerap terjadi yaitu suhu tinggi seperti gelombang panas, musim dingin atau badai salju esktrem, angin kencang, dan hujan ekstrem disertai petir. Contoh cuaca ekstrem yang sering dialami di Indonesia sebagai negara maritim di iklim tropis yakni angin kencang atau puting beliung dan hujan ekstrem.
Cuaca ekstrem ini juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi di Indonesia seperti banjir dan longsor. Bahkan, dampak dari cuaca ekstrem ini akan sangat signifikan bila tidak ada upaya antisipasi dan mitigasi sebelumnya.
Kondisi inilah yang melatarbelakangi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan satellite disaster early warning system atau Sadewa. Sadewa merupakan sistem informasi peringatan dini bencana terkait kondisi atmosfer ekstrem yang didukung satelit penginderaan jauh dan model dinamika atmosfer.
Ketua Tim Reaksi Analisis KebencanaanBRINAnis Purwaningsih menjelaskan, Sadewa pertama kali dikembangkan tahun 2010 oleh para peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) sebelum melebur ke BRIN. Saat itu, sistem ini dikembangkan dengan dukungan fasilitas pemantauan awan dari satelit MTSAT (multi-functional transport satellite) secara langsung atau real time dan fasilitas komputasi di Lapan.
Sadewa dapat memantau kondisi atmosfer secara real time, memprediksi kemungkinan terjadinya hujan ekstrem, dan memberikan informasi peringatan dini kepada pihak-pihak yang terkait dengan penanggulangan bencana.
”Sadewa dapat memantau kondisi atmosfer secara real time, memprediksi kemungkinan terjadinya hujan ekstrem, dan memberikan informasi peringatan dini kepada pihak-pihak yang terkait dengan penanggulangan bencana,” ujar Anis dalam keterangan tertulis, Rabu (28/12/2022).
Awalnya, sistem peringatan dini bencana berbasis satelit ini dikembangkan untuk wilayah Jawa Barat. Versi pengembangan pertama yang diberinama Sadewa 1.0 ini memberikan informasi pengamatan awan dari satelit, indeks konveksi, dan cuaca. Adapun aplikasi client-server dibangun dengan bahasa pemrograman visual basic.
Satu tahun berselang atau tepatnya pada 2011, versi Sadewa 2.0 dikembangkan dengan basis web dan GoogleMap. Dalam versi kedua ini, Sadewa telah memiliki modul basis data MySQL dan manajemen aplikasi. Pengembangan ini termasuk modul estimasi hujan untuk wilayah Jabar, modul prediksi hujan statistik berbasis ANFIS, dan modul SMS-Gateway.
Sadewa akhirnya dapat digunakan untuk memantau kondisi di seluruh wilayah Indonesia dalam pengembangan versi ketiga tahun 2012. Sistem bernama Sadewa 3.0 ini memiliki model prediksi hujan numerik dengan resolusi 50 kilometer dan pengembangan antarmuka dengan model pergerakan tanah atau potensi longsor.
Pengembangan versi Sadewa 3.0 selama 2013-2015 ini juga telah meningkatkan prediksi numerik dengan resolusi 5 kilometer menggunakan sistem komputasi kinerja tinggi (HPC). Selain itu, dilakukan juga peningkatan estimasi curah hujan dengan neural network dan penambahan informasi tentang daerah atau zona pertemuan angin antar-tropis (ITCZ).
Waktu prediksi
Sadewa terus dikembangkan hingga mencapai versi 6.0 pada 2018. Dalam versi ini, Sadewa dapat memantau seluruh wilayah Indonesia dengan resolusi spasial 5 kilometer untuk prediksi 72 jam atau 3 hari ke depan. Tim pengembang Sadewa menyebut, Sadewa sampai sekarang hanya dapat menyajikan prediksi hingga 3 hari ke depan karena keterbatasan sumber daya HPC saat ini.
Terkait akurasi, sampai sekarang belum terdapat model cuaca di dunia yang mampu memprediksi cuaca dengan akurasi 100 persen. Sebab, pada dasarnya, cuaca merupakan sistem yang kompleks dan kacau. Hal ini membuat perubahan kecil pun dapat menyebabkan pengaruh besar untuk sistem cuaca tersebut dalam waktu singkat.
Selain itu, akurasi prediksi cuaca akan lebih menurun untuk waktu prediksi yang lebih panjang. Oleh karena itu, saat ini tim pengembang Sadewa lebih memprioritaskan pada peningkatan resolusi horizontal dan vertikal dibandingkan dengan jangkauan prediksi.
Secara keseluruhan, versi terkini dari Sadewa dapat memberikan akses informasi mulai dari suhu puncak awan, uap air, visible, near infrared, awan tumbuh, ITCZ, indeks monsun, hingga radar. Adapun untuk prediksi tiga hari ke depan, pengguna dapat mengakses informasi terkait awan, hujan, suhu permukaan, tekanan, uap air, angin 10 meter, angin 850 milibar, dan angin 200 milibar.
Sadewa dikembangkan dengan pendekatan interaktif dan informatif yang bisa diakses seluruh masyarakat Indonesia. ”Masyarakat dapat mengakses Sadewa melalui tautan sadewa.brin.go.id untuk resolusi 5 kilometer. Sementara sadewa.brin.go.id/sadewabgr untuk resolusi 1 kilometer,” kata Anis.
Pada laman Sadewa, terdapat beberapa pilihan fitur informasi, seperti Hujan, IR1, IR2, IR1-IR2, IR1-IR3, dan COM. Fitur informasi tentang hujan akan menampilkan wilayah Indonesia dan tutupan awannya. Wilayah dengan visualisasi tertutup awan berwarna hitam hingga abu-abumenandakan terdapatpotensi hujan dari intensitas ringan hingga lebat.
Pilihan fitur IR1-IR2 menyajikan informasi tentang wilayah yang tertutup awan sirus (tipis) atau awan kumulonimbus. Wilayah tersebut berpotensi besar diguyur hujan bila terdeteksi tertutup awan cumulonimbus berwarna hijau tua.
Pengembangan lanjutan
Pengembangan Sadewa sebagai sistem peringatan dini bencana tidak berhenti sampai versi 6.0. Ke depan, tim pengembang Sadewa berencana akan mengembangkan kembali dengan beberapa target seperti peningkatan resolusi hingga 1 kilometer untuk seluruh wilayah Indonesia dan 200 meter untuk wilayah tertentu.
Selain itu, pengembangan lainnya yang akan dilakukan yakni meningkatkan jangkauan prediksi Sadewa hingga 6 hari ke depan serta mengintegrasikan model hidrologi dengan model pergerakan tanah. Seluruh sistem tersebut juga akan dikombinasikan dengan kecerdasan buatan atau pembelajaran mesin (machine learning).
Meski demikian, target dan perencanaan pengembangan ini diakui tetap membutuhkan sumber daya komputasi yang lebih besar. Di sisi lain, pengembangan Sadewa juga perlu didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang-bidang terkait.
Sebelumnya, peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Didi Setiadi, dalam diskusi daring menekankan pentingnya melakukan antisipasi atau mitigasi bencana guna mengurangi dampak cuaca ekstrem. Semua pihak, termasuk masyarakat, perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola risiko bencana dengan cara mengkaji dan mengendalikan.
”Seluruh kegiatan ini perlu dilakukan dengan tujuan mengurangi risiko bencana sekecil mungkin. Pengelolaan risiko bencana merupakan tugas kita semua, terutama pemerintah, karena mereka wajib melindungi warganya,” ujarnya.