Kerumunan dan pergerakan masyarakat tidak lagi dibatasi. Namun, warga tetap diminta hati-hati dan waspada karena pemerintah belum mencabut status kedaruratan kesehatan di negeri ini.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Namun, status kedaruratan kesehatan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 belum dicabut.
”Pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. Jadi, tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (30/12/2022) sore.
Pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. Jadi, tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat.
Menurut Kepala Negara, PPKM dicabut setelah pemerintah mengkaji dan mempertimbangkan perkembangan terkait dengan pengendalian Covid-19.
Turut mendampingi Presiden pada kesempatan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Menurut Presiden, kebijakan PPKM dicabut karena Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan Covid-19.
Indonesia dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan kebijakan gas dan rem yang menyeimbangkan penanganan kesehatan dan perekonomian.
Per 27 Desember 2022, hanya ada 1,7 kasus per 1 juta penduduk. Tingkat positivitas mingguan 3,35 persen dan tingkat keterisian tempat tidur atau BOR (bed occupancy rate) berada di angka 4,7 persen. Namun, angka kematian masih 2,39 persen.
Indikator-indikator tersebut, menurut Presiden, berada di bawah standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Semua kabupaten/kota pun sudah berstatus PPKM level 1, yakni pembatasan kerumunan dan pergerakan orang di tingkat paling rendah.
Sepuluh bulan terakhir, Indonesia juga tidak mengalami lonjakan jumlah kasus seperti saat puncak varian Delta pada Juli 2021 dan puncak varian Omicron pada Februari 2022.
Imunitas penduduk dinilai cukup tinggi. Sero survei pada Desember 2021 menunjukkan imunitas penduduk 87,8 persen, sedangkan Juli 2022 di angka 98,5 persen.
Jumlah vaksin yang disuntikkan melebihi 448,52 juta dosis. Jumlah ini terdiri dari 204 juta vaksinasi dosis pertama, 174 juta vaksinasi dosis kedua, 68 juta vaksinasi dosis ketiga, dan 1,1 juta vaksinasi dosis keempat.
Kendati PPKM dicabut menjelang momen Tahun Baru yang biasa menimbulkan kerumunan, Presiden tidak khawatir karena imunitas penduduk dianggap sudah cukup tinggi. Kebijakan ini juga diambil setelah berkonsultasi dengan para epidemiolog.
Kedaruratan kesehatan
Di sisi lain, pandemi belum sepenuhnya berakhir. Pandemi sifatnya bukan per negara, tetapi dunia.
”Sehingga status kedaruratan kesehatan tetap dipertahankan mengikuti public health emergency international concern dari badan kesehatan dunia, WHO, bukan kita,” ujar Presiden.
Oleh karena itu, Presiden meminta seluruh masyarakat tetap berhati-hati dan waspada. Masker mesti dipakai di ruangan tertutup, transportasi publik, dan keramaian.
Vaksinasi pun terus dilanjutkan. Masyarakat diminta pula secara mandiri mendeteksi penularan melalui tes antigen atau tes PCR apabila mengalami gejala yang mengarah ke Covid-19.
Bantuan vitamin, obat-obatan, serta bantuan sosial yang diberikan selama pandemi juga akan dilanjutkan pada 2023.
Mendagri Tito menuturkan, PPKM dicabut melalui Instruksi Mendagri tentang Pencegahan, Pengendalian Corona Virus Disease 2019 pada Masa Transisi Menuju Endemi, yang diterbitkan hari Jumat. Peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur pembatasan mobilitas masyarakat berikut sanksinya diminta dicabut.
Pemerintah pusat dan daerah tetap mengawasi karena Satgas Covid-19 belum dibubarkan. ”Bila terjadi lonjakan kasus secara signifikan, PPKM dapat diterapkan kembali,” kata Tito.
Bila terjadi lonjakan kasus secara signifikan, PPKM dapat diterapkan kembali.
Adapun Menkes Budi meminta masyarakat, terutama warga lanjut usia, mau mengikuti vaksinasi dosis penguat. ”(Sebab) yang masuk RS dan meninggal ternyata lebih dari 50 persen belum divaksin dan lebih dari 70 persen belum di-booster,” ucap Budi.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, pencabutan PPKM dimaksudkan tidak ada lagi pembatasan aktivitas masyarakat.
”Jadi, tidak perlu lagi ada WFH (bekerja dari rumah) dan tidak perlu lagi ada pembatasan (jumlah pengunjung) di mal. Namun, jika ada di kerumunan, termasuk di transportasi publik tetap pakai masker, juga vaksinasi,” katanya.
Dampak negatif
Secara terpisah, epidemiolog dan peneliti keamanan kesehatan Griffith University Dicky Budiman menilai, pencabutan PPKM memiliki lebih banyak dampak negatif dari sisi kesehatan. ”Mencabut (PPKM) dalam konteks saat ini lebih banyak minusnya daripada plusnya,” kata Dicky.
Ia melihat kecenderungan besar untuk mencabut PPKM. ”Kalau saya melihatnya secara ekonomis, politis. Kalau secara data sebetulnya masih bisa diperdebatkan, ya, di tengah testing juga menurun,” ujar Dicky.
Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, ada temuan tujuh kasus Covid-19 varian Omicron BF.7 di Jakarta. Lima kasus merupakan warga Jakarta dan dua kasus lagi warga luar Jakarta yang sebelumnya mendapat perawatan di Jakarta.
Sementara itu, kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, diprediksi akan ramai dikunjungi wisatawan pada malam pergantian tahun. Pemerintah akan memberlakukan kebijakan malam bebas kendaraan untuk mengurai kepadatan. (INA/WKM/TAN/GIO/Z14/Z15)