PP Nomor 57 Tahun 2022 Jadi Payung Hukum Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain
Pemerintah menetapkan PP Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (PP PTKL). Mekanisme sejumlah PTKL akan berubah dengan PP ini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian. Peraturan tersebut menjadi payung hukum bagi lebih dari 170 perguruan tinggi kementerian lain atau PTKL di Indonesia. Sejumlah perubahan akan dialami PTKL dengan implementasi PP.
Penetapan PP PTKL merupakan amanat Pasal 99 Undang-Undang Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. PP PTKL ditetapkan pada Selasa (20/12/2022).
PTKL merujuk pada perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian selain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama. Kemendikbudristek dan Kemenag telah mendapat mandat oleh UU untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito mengatakan, saat ini ada lebih dari 170 PTKL di 13 kementerian/lembaga. PP PTKL dibutuhkan agar PTKL tersebut punya dasar hukum yang jelas. Presiden Joko Widodo pun meminta Menko PMK Muhadjir Effendy untuk mengoordinasi penyelesaian Rancangan PP PTKL.
”Ditetapkannya PP ini merupakan puncak kompromi seluruh kementerian/lembaga yang punya PTKL dengan regulator tunggal pendidikan, dalam hal ini Kemendikbudristek,” kata Warsito melalui pesan tertulis, Rabu (28/12/2022).
Sebelum PP PTKL ditetapkan, penyelenggaraan PTKL mengikuti kebijakan masing-masing kementerian/lembaga dan akan ada sejumlah perubahan setelah PP PTKL diimplementasikan.
PTKL pendidikan kedinasan ke depan hanya akan dibolehkan menyelenggarakan program pendidikan profesi. Sementara itu, PTKL non-kedinasan mesti mengubah mekanisme penerimaan mahasiswa barunya. Penerimaan mahasiswa baru akan diintegrasikan dengan sistem Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang diampu Kemendikbudristek. Biaya kuliah PTKL juga akan mengacu standar Kemendikbudristek.
”Yang paling krusial adalah PTKL non-kedinasan hanya boleh menyelenggarakan program studi yang teknis dan spesifik sesuai kebutuhan di sektornya,” ucap Warsito.
PTKL didirikan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia teknis dan spesifik yang tidak bisa disediakan perguruan tinggi umum. Jika sumber daya manusia yang dibutuhkan dapat disediakan perguruan tinggi umum, kementerian/lembaga tidak perlu lagi menyelenggarakan PTKL.
Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, berpendapat, PTKL agar fokus ke pendidikan vokasi. Pendidikan yang diselenggarakan juga mesti dipastikan tidak disediakan perguruan tinggi umum. Hal ini untuk mencegah lulusan perguruan tinggi umum dan PTKL tumpang tindih.
”Kasihan jika lapangan kerja terbatas dan akhirnya menjadi sarjana pengangguran. Sekolah kedinasan boleh dibuka, tetapi untuk kebutuhan internal (kementerian/lembaga), sifatnya vokasi, dan rekrutmennya sesuai kebutuhan,” kata Cecep.
Lulusan yang tumpang tindih juga membuat belanja anggaran pendidikan tidak efisien. Pemerintah mengalokasikan setidaknya 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Semakin banyak kementerian/lembaga yang menyelenggarakan PTKL, semakin banyak pula pos anggaran dana pendidikan.