Cegah Kecelakaan, Pengemudi Wajib Perhatikan Konsumsi Makanan
Untuk menghindari ngantuk, pengemudi dianjurkan tidak makan berlebihan atau kekenyangan, menghindari konsumsi alkohol, dan kopi, serta tidur cukup.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·3 menit baca
PETRUS RADITYA MAHENDRA YASA
Proses evakuasi truk yang mengalami kecelakaan tunggal di pintu masuk Tol Bawen, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Jumat (28/8/2020). Sopir yang mengantuk menyebabkan tidak bisa mengendalikan kendaraannya hingga menabrak pembatas jalan tol. Ko
JAKARTA, KOMPAS—Selama libur Natal dan Tahun Baru 2022, sebagian warga menempuh perjalanan jauh untuk mudik maupun berwisata. Berkendara jarak jauh memerlukan stamina yang baik agar dapat berkonsentrasi selama mengemudi. Konsumsi obat dan makanan serta istirahat yang cukup dapat mencegah pengemudi mengantuk yang bisa berakibat kecelakaan lalu-lintas.
Ahli gizi yang juga Guru Besar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, Profesor Endang L Achadi pada Selasa (27/12/2022), saat dihubungi di Jakarta, menuturkan, sebelum menyetir, hindari makan terlalu kenyang serta kurangi nasi. Sebab hal itu dapat memicu kantuk berlebihan.
“Nasi juga memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan rasa ngantuk muncul setelah mengkonsumsi nasi dan makan berlebih,” kata Endang. Indeks glikemik yaitu standar yang dipakai untuk mengukur seberapa cepat makanan tertentu meningkatkan kadar gula di dalam darah. Kadar gula yang meningkat dapat menyebabkan kantuk.
Selain makanan, konsumsi obat yang menyebabkan kantuk perlu dihindari, salah satunya obat flu. Dia juga menyarankan untuk menghindari minuman beralkohol serta minuman berenergi. “Konsumsi air putih yang cukup serta olahraga ringan sebelum menyetir itu lebih baik. Agar kondisi prima saat mengemudi,” tambah Endang.
Sebelum menyetir, hindari makan terlalu kenyang serta kurangi nasi. Sebab hal itu dapat memicu kantuk berlebihan.
Untuk konsumsi minuman, ahli gizi Tan Shot Yen menekankan untuk mengurangi konsumsi kopi selama perjalanan. Sebab, minum kopi tidak mengatasi kantuk, apalagi jika diminum berlebihan. “Dampak kafein justru membuat orang tidak bisa tidur saat semestinya dia tidur, sehingga kelelahan tak terelakkan yang semakin membahayakan pengemudi,” tambahnya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Warga yang hendak mudik di kampung halamannya menyempatkan diri untuk berbuka puasa sekaligus beristirahat di antara mobil-mobil yang terparkir di Rest Area 207A Tol Palikanci, Cirebon, Jawa Barat, Rabu (27/4/2022). Arus mudik Lebaran sudah mulai terlihat. Puncak arus mudik diperkirakan pada tanggal 29-30 April.
Untuk mengatasi kantuk di jalan, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Isman Firdaus, menilai, pengemudi disarankan tidur cukup minimal 5-6 jam sebelum mengemudi. Selain itu, kondisi psikologis diharapkan bebas dari beban dan pikiran.
“Pengemudi juga diharapkan tidak memaksakan diri di jalan. Jika sudah mengantuk segera menepi atau bergantian. Kenali batasan diri agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain,” kata Isman yang juga merupakan Direktur Pelayanan Medis Rumah Sakit Harapan Kita.
Sementara dokter spesialis neurologi dan konsultan neurovaskuler di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito Ahmad Ghofur, mengatakan, mengendarai kendaraan memerlukan stamina fisik yang memadai dan konsentrasi penuh. Kelelahan fisik, keadaan stres, kurang tidur, dan kondisi konsentrasi menurun bisa membahayakan diri dan lingkungan sekitar.
“Apalagi, jika berkendara di jalanan bebas hambatan atau jalan tol dengan kecepatan tinggi. Infrastruktur jalan tol yang menghubungkan kota-kota strategis di seluruh Indonesia menimbulkan euforia bermobil melewati jalan tol dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, kecelakaan sering terjadi,” tuturnya. (Kompas, 11/11/2021).
Dalam keterangan tertulis Komite Nasional Keselamatan Transportasi menjelaskan, ada 16,35 persen atau sekitar 44,17 juta orang penduduk Indonesia berpotensi bergerak pada libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Dengan dominasi melalui jalur tol sebanyak 58,73 persen dan sisanya 41,3 persen melalui jalur arteri.
Rekan mengemudi
Nita Faisal (55) warga Bekasi, Jawa Barat, setiap setahun dua kali pada lebaran dan tahun baru dia melakukan perjalanan jauh. Kini, dia bersiap untuk mengunjungi sanak saudara di Surabaya, Jawa Timur. Seringnya melakukan perjalanan jauh membuatnya melakukan persiapan.
“Sebelum berangkat saya menyiapkan obat-obatan pribadi yang diperlukan. Selain itu tidur cukup dan tidak melakukan aktivitas berat,” kata Nita. Dia akan berangkat bersama keponakannya, karena keluarganya semua sudah di Surabaya.
Nita mengatakan, tak mampu jika harus mengemudi jarak jauh dengan durasi yang lama. Maka dari itu, dia mengajak keponakannya untuk bergantian menyetir saat dirasa sudah lelah. Setiap dua jam sekali, dia akan bergantian menyetir.
Sementara Deky Adrianto Raharjo (48) warga Cibubur, Jakarta, mengatakan, sebagai pebisnis yang sering bepergian keluar daerah menggunakan mobil, memiliki rekan mengemudi diperlukan.
“Selain untuk bergantian menyetir, rekan kita ini juga sebagai pengingat untuk beristirahat. Sehingga kecelakaan karena mengantuk dan kelelahan bisa terhindari,” kata Deky. Adanya rekan mengemudi juga meningkatkan konsentrasi dengan obrolan singkat dalam perjalanan.