Berdayakan Masyarakat untuk Mengatasi Krisis Air Bersih
Air bersih dan sanitasi merupakan salah satu kebutuhan vital di masyarakat, tetapi masih banyak wilayah yang terkendala akses ini. Upaya mengelola tata kelola air dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis ketersediaan air bersih dan buruknya sanitasi masih menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat global, termasuk Indonesia. Aspek pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan perubahan perilaku kebersihan dan sanitasi secara partisipatif dinilai dapat mengatasi permasalahan ini.
Ketua Bidang Kesehatan dan Water Hygiene Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia (PP PMI) Fachmi Idris mengemukakan, air bersih merupakan salah satu kebutuhan vital di masyarakat. Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019 mencatat, sebanyak 2,2 miliar orang atau seperempat populasi dunia masih kekurangan air minum yang aman dikonsumsi.
”Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, air di Indonesia menjadi kebutuhan yang sangat vital dan pokok dalam kegiatan keagamaan. Dalam aspek kesehatan, kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi juga menjadi salah satu penyebab diare,” ujarnya dalam webinar terkait air bersih, Jumat (23/12/2022) malam.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2017 melaporkan, secara global hampir 1,7 miliar kasus diare pada anak terjadi setia tahun. Bahkan, diare tercatat membunuh sekitar 525.000 anak berusia di bawah lima tahun setiap tahun karena kurangnya air bersih dan sanitasi yang memadai.
Fachmi menekankan bahwa kebutuhan terhadap air bersih harus menjadi perhatian semua pihak. Sebab, setiap hari kebutuhan terhadap air bersih ini terus meningkat seiring dengan perubahan perilaku masyarakat selama pandemi Covid-19, khususnya terkait dengan mencuci tangan dan mandi.
Berdasarkan temuan riset Indonesia Water Institute (IWI) tahun 2021, kebiasaan masyarakat dalam mencuci tangan lebih dari 10 kali sehari meningkat dari 18 persen menjadi 82 persen saat pandemi. Kebiasaan mandi lebih dari tiga kali sehari juga meningkat dari 27 persen saat situasi normal menjadi 72 persen selama pandemi.
Aspek pemberdayaan masyarakat sangat penting dalam mengatasi permasalahan air bersih dan sanitasi.
Meskipun demikian, kebutuhan yang meningkat selama pandemi ini tidak diiringi dengan pemerataan akses air bersih, fasilitas sanitasi yang memadai, dan promosi kesehatan. Oleh karena itu, PP PMI dengan sejumlah pihak terus berupaya mengatasi permasalahan ini dengan menerapkan program air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) dalam keadaan darurat dan pemberdayaan masyarakat dalam situasi normal.
”Aspek pemberdayaan masyarakat sangat penting dalam mengatasi permasalahan air bersih dan sanitasi. PMI selalu melakukan pemberdayaan dengan dukungan dari donor maupun pihak ketiga. Jadi, ada panduan dan pegangan dalam pendekatan perubahan perilaku kebersihan dan sanitasi secara partisipatif," tutur Fachmi.
Melalui aspek pemberdayaan, permasalahan ini juga dapat diatasi dengan pendekatan pengolahan air yang aman di rumah tangga saat keadaan normal maupun darurat. Program WASH dengan pemberdayaan masyarakat ini juga sudah dilakukan di sejumlah daerah, seperti di Jawa Timur, yakni Lumajang dan Blitar, serta di Kalimantan Timur, yakni Kutai Timur dan Berau.
Selain itu, PMI juga terus meningkatkan aspek sumber daya manusia di bidang WASH, pemenuhan berbagai peralatan tanggap darurat bencana (PDB), dan sentralisasi peralatan. Pemenuhan peralatan PDB juga menjadi fokus karena masalah air bersih dan sanitasi kerap dijumpai dalam setiap wilayah yang dilanda bencana.
”Hal terpenting dalam membangun ketangguhan masyarakat di bidang air bersih dan sanitasi adalah pelibatan pemangku kepentingan. Sebab, ujung dari program semacam ini adalah keberlanjutan,” ucapnya.
Konservasi sumber air
Ketua Yayasan Wakaf IKRA Padjajaran Ahmad Kadarsyah mengatakan, dasar kemajuan suatu bangsa adalah ketersediaan air bersih untuk pertanian dan kesehatan. Meski awalnya tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam aspek tata kelola air, Yayasan Wakaf IKRA berupaya turut mengatasi persoalan ketersediaan air bersih di Sumedang, Jawa Barat.
Menurut Kadarsyah, upaya yang dilakukan Yayasan Wakaf IKRA dalam mengatasi persoalan ini adalah dengan melakukan konservasi sumber air dari sungai dan mata air. Kemudian, dilakukan juga upaya teknis lainnya untuk menarik air dengan pipanisasi dan pembuatan sumur resapan.
”Melalui berbagai upaya ini selama lebih dari tiga tahun akhirnya akses air menjadi lebih baik dan berkecukupan. Selanjutnya dilakukan penjernihan air agar air tersebut tidak keruh dan bisa diminum,” ucapnya.