Platform Kedaireka tidak hanya menjadi "biro jodoh" bagi perguruan tinggi dan industri dalam mengembangka berbagai riset inovatif. Program itu wadah untuk menempa mahasiswa agar lebih siap bersaing di dunia kerja.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Rafi Arya Nugraha (21), mengklik layar monitor di rumah kaca berukuran 10 meter x 25 meter yang berdiri di Kebun Raya Institut Teknologi Sumatera (Itera), Selasa (13/12/2022) siang. Seketika, kipas pendingin yang terpasang di salah satu sisi rumah kaca itu bergerak untuk menurunkan suhu ruangan.
"Prinsip kerjanya saat suhu ruangan meningkat di atas 30 derajat celcius, sensor dapat memerintahkan agar kipas menyala," ucap Rafi, mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Itera yang siang itu memperagakan cara kerja alat pengontrol pada acara peluncuran Sistem Pertanian Pintar di Itera.
Di rumah kaca itu berjejer sekitar 400 polybag berisi tanaman melon yang baru berusia dua minggu. Sensor dan selang irigasi disusun hingga terhubung ke setiap media tanam. Air berisi pupuk dari bak penampung bisa langsung mengalir lewat saluran irigasi hanya dengan sekali ”klik” di telepon pintar.
Perintah itu lantas dibaca alat pengontrol yang dipasang pada salah satu sisi rumah kaca. Keduanya sama-sama terhubung ke jaringan internet. ”Saya bisa mengairi tanaman dari jarak berapa pun. Jadwal penyiraman dan jumlah air juga bisa diatur lewat telepon pintar yang terhubung dengan internet,” lanjut Rafi.
Sistem Pertanian Pintar yang diterapkan untuk budidaya melon di Itera itu merupakan riset kolaborasi antara Itera dengan PT Kharisma Agri Inovasi. Riset berbasis internet of thing (IoT) dan artificial intelligence (AI) itu dikembangkan untuk menciptakan sistem pemupukan dan pengendalian lingkungan yang efisien.
Riset kolaborasi tersebut mendapat pendanaan dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan industri yang dipertemukan dalam ekosistem Kedaireka. Patform yang diluncurkan Kemendikbudristek sebagai wujud Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sejak 2020 ini mempertemukan perguruan tinggi dan industri untuk meningkatkan komersialisasi inovasi dalam negeri.
Rafi bersama 20 mahasiwa lain di Itera yang terlibat riset tersebut juga mendapat pengalaman nyata untuk membangun sistem pertanian digital. Di proyek itu, Rafi dibantu dua teman dari program studi serupa yang bertugas membangun sistem digital dengan membuat website dan aplikasi Itera Hero.
Saya belajar untuk bekerja secara terstruktur dan efisien. (Rafi Arya Nugraha)
Sebelumnya, ia harus menjalani masa magang di PT Kharisma Agri Inovasi selama dua bulan. Di sana, ia belajar secara langsung dari para tenaga teknik yang telah lebih dulu mengembangkan teknologi untuk sistem pertanian.
"Selama riset, saya belajar untuk bekerja secara terstruktur dan efisien. Saya juga mendapat pengalaman bekerjasama dengan dosen dan mahasiswa dari berbagai program studi lain untuk mewujudkan proyek ini," kata Rafi menceritakan pengalamannya.
Menurut dia, bukan hal yang mudah membangun sistem pertanian digital untuk pemupukan yang efisien. Data-data tentang kebutuhan pupuk dan air untuk tanaman melon yang sesuai dengan usia tanaman harus dimasukkan ke dalam sistem terlebih dahulu. Data-data lain, seperti kelembaban, derajat keasaman, dan suhu yang optimal untuk budidaya melon juga penting dalam riset itu.
"Tantangan terberat adalah saat mengintegrasikan ilmu dari berbagai program studi," ucap mahasiswa semester tujuh tersebut.
Hal serupa juga diungkapkan Aqshal Pramudya (21), mahasiwa Program Studi Teknik Elektro Itera. Dalam riset itu, Aqshal yang bertugas membangun berbagai perangkat mesin harus bekerjasama untuk mencocokkan setiap sensor yang dipasang. Hal ini sangat penting agar perintah yang dibaca oleh sistem bekerja dengan baik dan sesuai.
Bagi Aqshal, terlibat dalam riset kolaborasi itu menjadi salah satu cara untuk melatih diri sebelum memasuki dunia pekerjaan. Selama magang di perusahaan, ia mengetahui budaya kerja perusahaan teknologi yang sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.
Pengalaman magang
Ia juga menyadari bahwa pengalaman penelitian dan magang sangat penting untuk menambah portofolio saat melamar kerja. Indeks prestasi kumulatif (IPK) dan nama universitas tentu tidak menjamin lulusan baru bisa langsung mendapatkan pekerjaan. Perusahaan juga melihat pengalaman magang.
Ketua Tim Peneliti Zunanik Mufidah menuturkan, saat ini, riset itu melibatkan 10 dosen dan 20 mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Keterlibatan para mahasiswa dalam riset kolaborasi itu merupakan implementasi dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Para mahasiswa sudah dilibatkan dalam riset sejak tiga bulan terakhir.
Saat ini, mereka terus memantau perkembangan tanaman melon hingga bisa dipanen. Selanjutnya, tim akan melakukan pengujian performa sistem dengan membandingkan produktivitas hasil tanaman antara sistem konvensional dan smart fertilization system yang telah diterapkan. Sistem aplikasi tersebut juga akan coba diujicoba dalam skala yang lebih besar dan dipasarkan oleh industri.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Teknologi Sumatera Khairurrijal menuturkan, pihaknya mendorong agar para dosen terus mengembangkan riset inovatif yang bisa dikerjasamakan dengan industri. Ia berharap, ada dosen-dosen lain yang bisa lolos program Matching Fund Kedaireka. Dengan begitu, akan lebih banyak mahasiswa yang bisa terlibat dan belajar dari riset kerjasama tersebut.
Adapun Direktur Operasional PT Kharisma Agri Inovasi Abdullah Taufiq Kharisma menuturkan, pihaknya tertarik bekerjasama dengan Itera karena sejalan dengan lini bisnis perusahaan yang bergerak di bidang teknologi pertanian. Saat ini, perusahaan juga sedang melakukan riset terkait sistem digital untuk mengatur pendosisan nutrisi tanaman secara tepat.
Ia juga mengamati keahlian dan keterampilan para mahasiwa yang terlibat dalam riset itu. Bukan tak mungkin, setelah lulus mereka bisa bergabung dengan perusahaan karena sudah mempunyai pengalaman bekerjasama.