Ilmuwan Temukan Penyebab Utama Hilangnya Indra Penciuman Seusai Covid-19
Sebagian pasien Covid-19 mengalami hilangnya kemampuan indra penciuman. Tim ilmuwan baru-baru ini menemukan penyebab utama hilangnya kemampuan indra penciuman dari penderita penyakit yang disebabkan virus korona itu.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kesibukan paramedis di ruangan yang digunakan untuk merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020).
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Duke University Medical Center, Amerika Serikat, telah menemukan penyebab utama hilangnya kemampuan indra penciuman dari pasien Covid-19. Hilangnya penciuman ini disebabkan tengah terjadi serangan kekebalan atau imunitas pada sel saraf penciuman dan penurunan jumlah sel tersebut.
Laporan lengkap hasil studi tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine, Rabu (21/12/2022). Temuan ini sekaligus memberikan informasi penting tentang masalah yang paling sering dikeluhkan jutaan orang dengan indra penciuman yang belum sepenuhnya pulih setelah terkena Covid-19 (long Covid).
Selain berfokus pada hilangnya kemampuan indra penciuman, temuan ini juga menyoroti kemungkinan penyebab utama yang mendasari gejala long Covid lainnya. Hal ini termasuk munculnya berbagai gejala, seperti mudah lelah sepanjang hari, sesak napas, dan sulit berpikir atau berkonsentrasi yang mungkin dipicu oleh mekanisme biologis serupa.
Bradley Goldstein, salah satu penulis studi ini, mengemukakan, gejala pertama yang kerap dikaitkan dengan Covid-19 adalah hilangnya indra penciuman. Umumnya, kemampuan penciuman tersebut akan pulih dalam satu hingga dua minggu pascafase akut infeksi virus. Akan tetapi, penciuman beberapa pasien masih hilang dalam waktu lama.
”Kita perlu lebih memahami mengapa sekelompok orang ini terus-menerus kehilangan penciumannya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi SARS-CoV-2,” ujarnya dikutip dari situs resmi Duke Health, Jumat (23/12/2022).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Petugas Puskemas Lengkong Wetan mengetes swab antigen Covid-19 warga RW 009, Lengkong Gudang Wetan, Serpong, Tangerang Selatan, di Balai Warga setempat, Rabu (2/2/2022). Pengetesan ini sebagai bagian dari pelacakan kontak erat terhadap warga yang diduga berinteraksi dengan warga yang positif Covid-19.
Dalam studi tersebut, Goldstein dan rekannya di Duke, Harvard, dan University of California-San Diego menganalisis sampel epitel penciuman yang dikumpulkan dari 24 biopsi. Sampel ini termasuk sembilan pasien yang menderita kehilangan bau jangka panjang seusai Covid-19.
Pendekatan berbasis biopsi dengan menggunakan analisis sel tunggal yang canggih ini mengungkapkan infiltrasi luas sel-T yang terlibat dalam respons peradangan pada epitel penciuman atau sebuah jaringan di hidung tempat sel saraf penciuman berada. Proses peradangan unik ini tetap ada meskipun SARS-CoV-2 tidak terdeteksi.
Selain itu, jumlah neuron sensorik penciuman berkurang. Peneliti menduga bahwa hal ini disebabkan kerusakan jaringan halus akibat peradangan yang sedang berlangsung. ”Temuan ini mengejutkan. Ini hampir menyerupai proses autoimun di hidung,” ucap Goldstein.
Kami berharap bahwa memodulasi respons imun abnormal atau proses perbaikan di dalam hidung pasien ini dapat membantu setidaknya mengembalikan sebagian indra penciuman.
Menurut Goldstein, mempelajari kerusakan dan jenis sel yang terlibat seusai terkena Covid-19 merupakan langkah penting untuk mulai merencanakan tindakan perawatan. Hal ini diperlukan karena neuron tampaknya mempertahankan beberapa kemampuan untuk memperbaiki bahkan setelah serangan kekebalan jangka panjang.
PDPI
Gejala long covid
”Kami berharap bahwa memodulasi respons imun abnormal atau proses perbaikan di dalam hidung pasien ini dapat membantu setidaknya mengembalikan sebagian indra penciuman,” katanya. Dia pun menekankan penelitian ini juga dapat menginformasikan penelitian tambahan tentang gejala Covid-19 panjang lainnya yang mungkin mengalami proses peradangan serupa.
Gejala di Indonesia
Berdasarkan studi yang dilakukan RSUP Persahabatan Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), gejala long Covid juga dialami oleh penyintas di Indonesia. Dalam studi yang diterbitkan di jurnal GERMS, April 2022 lalu, tercatat fenomena long Covid di Indonesia cukup tinggi hingga mencapai 66,5 persen.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Jakarta Agus Dwi Susanto sebelumnya menyebut bahwa kelelahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan dengan angka mencapai 29,4 persen. Setelah itu, gejala lainnya, yakni batuk (15,55 persen), nyeri otot (11,7 persen), sesak napas (11,2 persen), dan gejala dari komorbid lainnya.
Sementara dari tingkat keparahannya, sebanyak 57,1 persen gejala tergolong ringan. Namun, terdapat pula gejala long Covid sedang (20.3 persen), berat (20 persen), dan kritis (2,6 persen). Pasien tersebut ada yang menjalani perawatan mandiri dan di rumah sakit.