Kesetaraan Jender Masih Jauh dari yang Dicita-citakan
Peringatan Hari Ibu menjadi momentum bagi perempuan di Tanah Air untuk mengingat Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta, sebagai sebuah titik penting pergerakan perempuan Indonesia.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
BENGKULU, KOMPAS—Perjalanan panjang selama 94 tahun sejak Kongres Perempuan Indonesia pertama, telah mengantarkan berbagai bentuk kemajuan bagi kaum perempuan di Tanah Air. Namun perjuangan mewujudkan kesetaraan jender masih jauh dari yang dicita-citakan. Hingga detik ini, perempuan masih dikategorikan sebagai kelompok rentan yang tertinggal dalam berbagai bidang pembangunan.
“Ketertinggalan ini bukanlah karena perempuan lemah atau tidak memiliki kemampuan, namun karena masih kuatnya budaya patriarki dalam masyarakat yang menghambat langkahnya,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada Puncak Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-94 yang disiarkan langsung secara daring dari Bengkulu, Kamis (22/12/2022).
Padahal, perempuan merupakan potensi bangsa yang sangat berharga. Dari jumlahnya saja, perempuan mengisi hampir setengah dari populasi Indonesia, dan sekitar 70 persen perempuan Indonesia masuk dalam usia produktif.
“Maka tidak dapat ditawar lagi, kemajuan perempuan dan partisipasi perempuan dalam pembangunan akan menentukan pula kemajuan Indonesia. Di masa kini, kekuatan perempuan harus terus digaungkan di seantero negeri dan bahkan dunia,” ujar Bintang.
Narasi kekuatan seperti itu sangat dibutuhkan untuk mengikis budaya yang masih menomorduakan dan meremehkan perempuan untuk ikut serta, berpartisipasi aktif dan penuh dalam setiap lini kehidupan. Karena itulah, Peringatan Hari Ibu yang ke-94 tahun 2022 masih mengambil tema besar “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju” sebagai salah satu cara untuk terus menyuarakannya.
Pada kesempatan tersebut, Menteri PPPA mengingatkan kembali bahwa Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember merupakan momentum untuk mengenang dan memberikan penghormatan atas diselenggarakannya Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta.
Kongres tersebut merupakan titik penting pergerakan perempuan yang menandai babak baru bangkitnya gerakan perempuan Indonesia untuk berorganisasi secara demokratis tanpa membedakan agama, etnis, dan kelas sosial. Perjuangan gerakan perempuan tersebut membawa keyakinan baru bagi para perempuan Indonesia, bahwa pemenuhan hak dan kesetaraan akan mengantarkan mereka berjalan bersama-sama, serta menjemput kesempatan yang sama.
"Peringatan Hari Ibu, esensinya bukan hanya untuk mengapresiasi jasa besar ibu kita, yang tentunya juga sungguh istimewa, namun lebih dari itu yakni untuk mengapresiasi atas peran, dedikasi, serta kontribusi perempuan Indonesia, baik di masa lalu maupun di masa kini," ujar Bintang.
Di tengah peringatan Hari Ibu, ditayangkan video dari Nyonya Iriana Widodo saat mendampingi Presiden Jokowi saat mengunjungi daerah, beserta ucapan Hari Ibu dari Nyonya Iriana secara virtual.
Nyonya Iriana menyatakan dia melihat semakin banyak perempuan terlibat dalam sejumlah kegiatan di berbagai bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan. Bahkan tidak sedikit yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bendungan, dan bandara.
“Terus dijaga semangatnya ya, ibu-ibu. Semangat itu akan membuat ibu-ibu semakin berdaya untuk keluarga dan masyarakat,” ujar Nyonya Iriana yang bersama ibu-ibu di sebuah daerah menyampaikan ucapan “Selamat Hari Ibu yang ke-94, perempuan Indonesia, maju dan mandiri”.
Pada acara tersebut juga ditayangkan ucapan Hari Ibu dari sejumlah tokoh, antara lain Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi; Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.
Hari Ibu diperingati di Bengkulu, tempat kelahiran Fatmawati Soekarno untuk mengenang jasa Fatmawati yang turut berjuang mempersiapkan bendera Merah Putih bagi bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan.
Hadir langsung pada acara tersebut Linda Amalia Sari Gumelar (Menteri PPPA Periode 2009-2014), Yohana Yembise, (Menteri PPPA Periode 2014-2019), Giwo Rubianto Wiyogo (Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia), Hasto Wardoyo (Kepala BKKBN), Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu), Ketua Panitia PHI 2022 Lenny N Rosalin, dan sejumlah pemimpin lembaga.
Kepeloporan perempuan
Megawati Soekarnoputri secara virtual menyampaikan Hari Ibu merupakan tonggak sejarah kepemimpinan Indonesia. Karena itu, peringatan Hari Ibu tidak bisa hanya seremonial belaka, tapi harus menggelorakan kembali semangat juang dan kepeloporan kaum perempuan Indonesia.
“Dari semangat itulah kesadaran emansipasi, rasa percaya diri, tekad untuk bergerak maju, serta berani mengambil tongkat kepemimpinan dalam seluruh aspek kehidupan terus digelorakan,” kata Megawati.
Terkait Hari Ibu 2022, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diwakili Komisioner Alimatul Qibtiyah, Olivia Chadijah Salampessy, dan Mariana Amiruddi menyampaikan bahwa kepemimpinan perempuan indonesia masih menghadapi kebijakan yang ‘netral jender’.
Senada dengan Menteri PPPA, Komnas Perempuan menilai setelah 94 tahun Kongres Perempuan Indonesia pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, kiprah perempuan Indonesia semakin mewarnai peran-peran strategis di ranah publik, baik di sektor ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Saat ini perempuan Indonesia sudah mendapat akses yang sama dan dibuka lebar dalam mengakses peran-peran di ranah publik.
“Namun, sejumlah fakta dalam angka-angka, masih ditemui jumlah perempuan pemimpin masih jauh kecil dibanding laki-laki yang menduduki jabatan pimpinan,” ujar Alimatul.
Sebagai contoh, jumlah anggota kabinet perempuan di pemerintahan Jokowi, berjumlah 6 orang menteri perempuan dari 34 kementerian (14,7 persen). Begitu juga di legislatif, kepolisian dan TNI.
Komnas Perempuan menilai, pemahaman dalam masyarakat patriarkhi tersebut tak jarang mempengaruhi pola pikir para pengambil kebijakan, seperti, “laki-laki pencari nafkah utama, dan perempuan hanya pencari nafkah tambahan”, atau, “perempuan boleh bekerja di luar rumah, asal jangan melupakan kodratnya sebagai ibu dan istri”.
“Hal ini menyebabkan beban perempuan karier lebih berat dibanding laki-laki karier. Akhirnya, perempuan cenderung memilih keluarga daripada peluang karier yang ada di depan mata,” kata Olivia.