Melalui ”metaverse” atau ruang tiga dimensi, konsumen batik bisa merasakan seperti datang dan melihat kain batik secara langsung meskipun mereka hanya menyaksikan lewat virtual.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha batik terus berinovasi memasarkan produk mereka secara daring, seperti melalui media sosial dan situs di internet. Tidak hanya itu, para perajin batik di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, juga mulai menjajaki dunia virtual atau metaverse.
Saat Covid-19 mewabah, para perajin batik merasakan kunjungan wisatawan ke daerah batik di Lasem berkurang drastis. Akibatnya, penjualan kain batik berkurang.
Melalui Tim Kedaireka Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, para perajin batik tulis Lasem dapat menjual produknya secara daring dalam bentuk tiga dimensi. Ketua Peneliti Kedaireka Metaverse Batik Lasem Ridwan Sanjaya menjelaskan, kehadiran inovasi ini sebagai bentuk jawaban dari tantangan yang dihadapi saat pandemi Covid-19 dan perubahan akses jalan pantai utara.
Menurut Ridwan, inovasi ini dapat menjadi solusi alternatif penjualan produk batik tulis Lasem. Melalui metaverse atau ruang tiga dimensi, konsumen batik bisa merasakan seperti datang secara langsung dan melihat secara nyata kain batik, meskipun mereka hanya menyaksikan secara virtual.
Secara praktik, inti dasar dari metaverse adalah ruang tiga dimensi sebagai tempat digital. Kegiatan ini bisa dinikmati dengan cara menggunakan avatar (obyek dalam bentuk digital) sehingga menghadirkan pengalaman kontak secara penuh.
”Kami memberi pengalaman berbeda. Dahulu orang datang mau beli, kan, kainnya diambil lalu dibuka. Sementara di metaverse, semua bisa tampil. Ada produk-produk yang dipasangkan di manekin sehingga tidak perlu dijahit dahulu baru bisa tahu hasil jadinya seperti apa,” katanya saat diskusi Metaverse Ruang Virtual Masa Depan Pelestarian Batik Lasem melalui daring, Jakarta, Minggu (18/12/2022).
Selain Ridwan Sanjaya, terlibat dalam penelitian Kedaireka Metaverse Batik Lasem ialah Theresia Dwi Hastuti, Freddy Koeswoyo, serta 15 mahasiswa Unika Soegijapranata. Anggota tim Kedaireka Metaverse Batik Lasem, Freddy Koeswoyo, menambahkan, hingga saat ini ada 40 mitra pembatik di Lasem yang sudah bergabung. Mereka, masing-masing mendapatkan 14 ruang pameran di platform Metaversebatik.com.
Dengan inovasi ini, maka produk-produk kerajinan tangan Lasem bisa dijangkau oleh pembeli yang berasal dari daerah-daerah hingga mancanegara.
Menurut Freddy, dengan inovasi ini, maka produk-produk kerajinan tangan Lasem bisa dijangkau oleh pembeli yang berasal berbagai daerah hingga mancanegara. Apalagi, pemasaran secara virtual ini, juga bisa dipakai untuk mengedukasi masyarakat mengenai sejarah dan motif kain batik. Hal ini yang kemudian akan terus dikembangkan lebih lanjut di dalam metaverse Batik Lasem.
”Sebelumnya, mereka sudah menjual karyanya melalui offline dan online seperti media sosial dan lokapasar. Selanjutnya perlu beradaptasi lagi dengan perkembangan teknologi. Untuk bisa menjadi yang terbaik, jangan pernah takut beradaptasi,” ucap Freddy.
Peluang lebih luas
Peneliti lainnya, Theresia Dwi Hastuti, mengungkapkan, ketika awal melakukan penelitian ada banyak masalah seperti pemasaran, penjualan, hingga produksi. Sejak Covid-19 mewabah, rata-rata penjualan para perajin batik merosot hingga tinggal 50 persen saja.
Menurut Theresia, kondisi tersebut cukup memprihatinkan mengingat para perajin mengandalkan pemasukan harian dari pekerjaan di rumah batik untuk bertahan hidup. Bahkan, beberapa dari mereka banyak yang akhirnya beralih profesi.
”Oleh karena itu, agar pemasaran lebih luas lalu dibuat platform metaverse. Pengunjung bisa menikmati sejumlah produk melalui tampilan tiga dimensi. Nantinya juga akan dibuatkan sistem penjualan, tetapi ini masih dalam pengembangan. Salah satunya, mungkin menautkan toko penjualan ke lokapasar mereka,” katanya.
Menurut perajin batik Kidang Mas Lasem, Rudi Siswanto, platform metaverse menjadi tambahan media dalam menjual produk batik sehingga jangkauannya menjadi lebih luas sampai luar negeri. Rudi berharap, ke depan, semakin banyak perajin batik yang bergabung ke dalam metaverse.
”Setelah menjual secaradaring seperti media sosial dan lokapasar, kini telah muncul inovasi baru, yakni metaverse. Cara pemasaran zaman sekarang dapat membuat batik Lasem bisa lebih diakses dan dikenal di pasar internasional,” ujar Rudi.