Kopi Liberika Jadi Alternatif Setelah Arabika dan Robusta akibat Krisis Iklim
Riset terbaru menemukan, varietas kopi liberika memiliki daya tahan lebih baik selama pemanasan global. Di Indonesia, varietas liberika terbukti bisa tumbuh dan berproduksi baik di lahan marjinal.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Banyak kajian telah menunjukkan, tanaman kopi arabika dan robusta sangat rentan terdampak perubahan iklim. Riset terbaru menemukan, varietas kopi liberika memiliki daya tahan lebih baik selama pemanasan global. Di Indonesia, varietas liberika ini terbukti bisa tumbuh dan berproduksi baik di kawasan gambut, di mana tanaman kopi lain tidak bisa tumbuh baik.
Temuan tim peneliti dari Uganda dan Inggris dengan latar belakang botani, pertanian, dan industri kopi ini telah diterbitkan di jurnal Nature Plants pada Kamis (15/12/2022). Aaron P Davis dari Royal Botanic Gardens, Inggris, menjadi penulis pertama laporan ini.
Davis dan tim menulis, pasokan kopi global saat ini bergantung pada dua spesies, yaitu arabika (Coffea arabica) sekitar 55 persen dan robusta (C canephora) sekitar 45 persen dari produksi global. Pada tahun 2021 dan 2022, terjadi kekurangan stok global dari kedua spesies tanaman ini yang dipicu oleh penurunan produksi sehingga menyebabkan kenaikan harga kopi secara dramatis.
Kopi liberika juga memiliki buah dan biji besar, memiliki resistensi hama dan penyakit, serta memiliki kemampuan untuk tumbuh di lokasi yang hangat, dataran rendah dengan ketinggian 0-1.000 meter.
Dalam kasus arabika, kelangkaan suplai mengakibatkan kenaikan harga komoditas dua kali lipat dalam jangka pendek. ”Defisit produksi dapat dikaitkan dengan pengaruh kekeringan yang bertambah (seperti dalam kasus Brasil selama musim dingin baru-baru ini) atau sebagai akibat langsung dari kekeringan di negara-negara penghasil kopi lainnya meskipun faktor-faktor lain juga berperan, termasuk pandemi Covid-19,” kata Davis.
Fenomena ini menunjukkan hubungan antara gangguan cuaca dan harga pasar, serta kerentanan kopi terhadap stresor abiotik. Kajian dampak perubahan iklim berdasarkan pemodelan komputer juga menunjukkan penurunan yang parah pada hasil dan kondisi iklim yang sesuai untuk kopi selama abad ini.
Dalam penelitian baru ini, para peneliti melihat dampak perubahan iklim terhadap produksi biji kopi. Mereka mencatat bahwa di beberapa tempat tanaman biji kopi tumbuh, suhu berubah dan curah hujan menjadi kurang stabil. Dan itu, lanjut mereka, menempatkan produksi biji kopi dalam risiko.
Davis dan tim mengatakan, ada tiga pilihan utama adaptasi terhadap perubahan iklim untuk pertanian kopi. Pertama, relokasi tanaman kopi ke daerah dengan iklim yang sesuai; kedua, adaptasi praktik pertanian kopi baru; dan, ketiga, pengembangan tanaman kopi baru.
”Dari opsi-opsi ini, nomor tiga mungkin yang paling tidak mengganggu, paling hemat biaya, dan mungkin paling sukses,” sebut Davis.
Varietas liberika
Salah satu spesies yang sekarang mendapat perhatian dan fokus yang meningkat adalah liberika atau kopi liberia (Coffea liberica), yang mulai banyak dibudiayakan sekitar tahun 2018. Data juga menunjukkan adanya peningkatan yang stabil dalam ketersediaan ritel dan konsumsi oleh petani di Afrika dan Asia.
Para peneliti menemukan, varietas kopi liberika telah diuji di sejumlah lokasi dan telah ditemukan lebih mampu bertahan terhadap kondisi cuaca yang lebih bervariasi. Mereka juga mencatat bahwa bagian kacang tetap berada di tanaman setelah matang, yang membuat panen lebih mudah dan bisa dilakukan serentak.
Kopi liberika juga memiliki buah dan biji besar, memiliki resistansi hama dan penyakit, serta memiliki kemampuan untuk tumbuh di lokasi yang hangat, dataran rendah dengan ketinggian 0–1.000 meter.
Beberapa peneliti juga mengamati varietas ini memiliki toleransi kekeringan dan secara umum menyukai iklim dengan penyebaran curah hujan tahunan yang lebih merata dan kelembaban yang lebih tinggi.
Para peneliti mengakui bahwa beralih ke varietas liberika memiliki kekurangan, yaitukacang memiliki kulit yang lebih keras, misalnya, yang akan mempersulit pemrosesannya. Mereka juga bisa mulai berfermentasi jika tidak dipanen segera setelah matang, yang merusak rasa kopi. Namun, para peneliti menyimpulkan bahwa peralihan itu sepadan karena di tahun-tahun mendatang, petani mungkin merasa tidak mungkin menanam biji arabika dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan.
Sejarah kopi liberika sebagai tanaman budidaya berasal dari Afrika Barat dan Tengah tropis. Liberika kemudian disebarkan dari Afrika Barat bagian atas, dan terutama dari Ghana, Liberia, dan Sierra Leone, pada tahun 1870-an.
Tanaman kopi ini menjadi terkenal dari akhir 1870-an dan seterusnya sebagai pengganti kopi arabika di Asia Selatan, terutama di Sri Lanka, dan Asia Tenggara, yang pada saat itu perkebunan kopi yang lain, yaitu arabika dan robusta, hancur karena wabah yang menyebabkan karat pada daun.
Pada akhir abad ke-19, karat daun kopi telah memusnahkan budidaya kopi arabika di sebagian besar Asia Selatan dan Asia Tenggara. Selama paruh akhir abad ke-19, antara 1880 dan 1900, liberika berdampingan dengan arabika sebagai spesies kopi utama dalam perdagangan global.
Selama dua dekade terakhir abad ke-19, area yang tersedia untuk produksi kopi diperluas secara luas menggunakan liberika, dengan perluasan melintasi sabuk tropis elevasi rendah dunia, termasuk di Amerika Selatan, beberapa di antaranya Kepulauan Karibia, Afrika, kepulauan Samudra Hindia (termasuk di Madagaskar dan Seychelles), Asia (termasuk di India, Malaysia, Jawa), dan Australasia.
Meskipun keberhasilan liberika tidak universal, selama tiga dekade ia menjadi tanaman pangan yang tersebar luas di Afrika Barat bagian atas, Madagaskar, dan Asia (misalnya India, Malaysia, Filipina, Jawa).
Lahan gambut
Laporan terpisah oleh Pandam Prasetyo dari Center for International Forestry Research (CIFOR) dan tim (2019) menunjukkan, kopi liberika bisa tumbuh baik di kawasan gambut di Indonesia. Dalam laporan ini, Pandam menunjukkan, tanaman kopi liberika di Kepulauan Meranti bisa tumbuh baik di lahan gambut dengan sistem agroforestri bersama tanaman karet.
Tanaman ini dinilai beradaptasi dengan baik di tanah gambut, saat kopi jenis lain, yaitu arabika dan robusta, tidak bisa tumbuh. Kopi liberika juga toleran terhadap serangan hama dan penyakit serta tahan terhadap iklim yang panas dan kelembaban yang tinggi. Dalam hal perawatan, kopi liberika tidak memerlukan hortikultura intensif.
Satu batang pohon kopi liberika bisa menghasilkan lebih kurang 15–20 kg buah kopi. Jika sudah mulai berbuah, dalam kondisi ideal kopi liberika meranti bisa dipanen 20 hari sekali.
Di Jambi, kopi liberika juga telah dikembangkan dengan baik di lahan gambut, yang dikenal sebagai liberika tungkal. Laporan Dewi Novalinda dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi (2014) menunjukkan, kopi liberika tungkal komposit berasal dari kopi jenis liberika yang dikembangkan pertama kali oleh Haji Sayuti di Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Benih diperoleh dari kebun kopi di Malaysia pada 1940-an dan dikembangkan secara meluas pada 1979 hingga 1980-an.