Atasi Perubahan Iklim Melalui Kelola Sampah Berkelanjutan
Upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari sampah dapat dilakukan dengan pengelolaan dan pemanfaatan teknologi. Hal ini dapat mengurangi dampak negatif dari emisi yang ditimbulkan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pengelolaan sampah yang masih bertumpu pada model kumpul, angkut, buang ke tempat pembuangan akhir atau TPA secara terus-menerus bisa menyebabkan berbagai polusi lingkungan. Pengolahan sampah dengan cara dibakar juga turut menambah emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim.
Menurut Managing Director Waste4Change Bijaksana Junerosano, untuk mengurangi emisi dari sampah dapat dilakukan dengan pengelolaan dan pemanfaatan teknologi dengan baik. Hal ini agar dapat mengurangi dampak negatif dari emisi yang ditimbulkan.
”Semua dapat dimulai dari perilaku diri sendiri dengan cara mengurangi barang sekali pakai. Artinya, dengan lebih bijak untuk membeli barang atau produk sekali dipakai atau dikonsumsi agar dapat mengendalikan jumlah sampah yang dihasilkan,” ujarnya saat acara Award4Change 2022 dan diskusi ”Mengupas ESG dan Potensi Investasi Hijau di Indonesia” melalui daring, Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Menurut Bijaksana, Waste4Change sebagai perusahaan penyedia solusi persampahan telah mengelola lebih 8.000 ton sampah per tahun. Kini, delapan tahun layanan pengangkutan sampah dari Waste4Change telah menjangkau 3.459 keluarga di dua kawasan hunian dan 100 perusahaan mitra yang tersebar di 21 provinsi.
Menurut dia, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk dapat mencapai target pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen dari total timbulan sampah pada 2025, pihaknya berharap tahun depan bisa mengelola 100 ton sampah per hari.
”Untuk dapat mencapai sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan, semua pihak perlu saling berkolaborasi membentuk sistem pendukung untuk mencapai tujuan yang sama,” ujarnya.
Sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, seperti mengelola material sampah lalu diolah kembali, justru dapat menguntungkan dari sisi ekonomi.
Pada kesempatan yang sama, Fungsional Ahli Madya Pengendali Dampak Lingkungan Direktorat Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Edward Nixon Pakpahan mengatakan, lewat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah, menegaskan komitmen pemerintah dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Untuk mencapai hal itu, diperlukan inisiatif dan upaya kolaboratif dari sejumlah pihak. ”Kolaborasi dapat menjadi kunci untuk terus menghasilkan solusi-solusi baru dari permasalahan sampah saat ini,” ucap Edward.
Ekonomi hijau
Sementara itu, Asri Hadiyanti Giastuti, Assistant Planner Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengungkapkan, masalah isu lingkungan saat ini telah memiliki dampak yang cukup besar dari berbagai hal. Terutama pada perubahan iklim saat ini juga menyebabkan kerugian bagi Indonesia hingga Rp 540 triliun dalam rentang waktu 2020-2024. Ia menekankan perlu lebih banyak perusahaan mulai bertransisi ke investasi yang lebih hijau.
Di sisi lain, Bijaksana juga mendorong kepada pelaku usaha agar lebih antusias untuk menerapkan prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG. Ia percaya, tren terkait isu lingkungan saat ini terus meningkat. Masyarakat kini telah sadar pentingnya menciptakan alam yang sehat untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.
Menurut dia, sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, seperti mengelola material sampah, lalu diolah kembali, justru dapat menguntungkan dari sisi ekonomi. Apalagi, dengan kehadiran teknologi dan kolaborasi aktif antarpemangku kepentingan dapat mewujudkan ekonomi sirkular serta menciptakan Indonesia bebas sampah. Pemangku kepentingan itu meliputi pihak swasta, investor, pemerintah, dan masyarakat.